Skip to main content

Pujian Putu Wijaya pada Pelukis Rugun Sembiring Brahmana


Lukisan Rugun Sembiring berjudul "Maba Kampil" dibuat sekitar tahun 80-an


Sesuatu Yang Jernih
19 AGUSTUS 1978

RUGUN Sembiring Brahmana (54 tahun), muncul di Balai Budaya Jakarta 8 s/d 14 Agustus yang lalu dengan 46 buah lukisan kuning.

Pelukis yang pernah digodok di ASRI Yogya ini (1952 - 1954) bagai nyala api pedalaman. Garis-garisnya bergerak lincak tetapi wataknya sederhana. Di samping spontan, Rugun menunjukkan pengamatan seorang anak desa yang akrab dan cinta pada tanah kelahirannya, Karo.

Kerbau, sungai, kampung, pedati, babi, lesung dan segala yang ada di sekitar kehidupan pedesaan, muncul dalam kanvas Rugun dalam bentuk-bentuk yang jelas dan terutama suasana yang dekat. Ia juga melukis seorang lelaki yang memanjat pohon mengambil nira -- atau dukun yang memanggil roh atau menahan hujan.

Ia memotret hidup sehari-hari dari dalam hidup itu sendiri, sehingga lukisannya terasa orisinil. Tidak Besar Kekuatan Rugun justru karena kesederhanaan teknisnya, serta persentuhannya dengan alam. Tak dapat dipastikan apakah kesegarannya terasa hanya karena selama ini Jakarta hampir dibanjiri pameran yang lebih mengutamakan ide.

Rugun, dengan gaya seorang impresionis yang penuh gairah, melahap sesuatu yang lebih nyata. Atap rumah yan menjulang, dengan suasana yang aman yang menunjukkan kesunyian yang tidak disertai rasa pahit. Segalanya ditampilkan tanpa perasaan curiga, meskipun kadangkala kita merasakan adanya pengaruh dari sana-sini. Misalnya saja lukisan berjudul Sawah -- dengan goresan-goresan melingkar di langit yang menginxatkan kita pada van Gogh.

Kadangkala ia mendramatisir suasana seperti pada lukisan Pedati. Dengan warna gelap dan terang, dengan sapuan-sapuan bebas pada satu belahan dan membiarkan belahan yang lain netral, ia tidak saja memberi
sugesti, tapi juga mencoba hendak bermain. Dalam lukisan Kerbau Berkubang misalnya, berbeda dengan lukisan lain yang didominir warna kuning, Rugun membuat kanvas kelam dan merata.

Ini menunjukkan bahwa di samping mempergunakan keluguannya, ia juga berusaha mencari. Tetapi lukisan-lukisannya yang baik justru muncul dari kanvas-kanvas sederhana seperti Kampung Lingga, Karo, Harangaol Di Tepi Danau Toba dan Babi Tidur.

Kejernihan seringkali dapat diharapkan dari pelukis yang tinggal di pelosok. Kejernihan yang mengharukan, mengejutkan, dan kadangkala memiliki nilai magis, kini dibutuhkan oleh ruang-ruang pameran. Rugun memiliki nilai-nilai itu, meskipun tidak dalam gebrakan yang besar.

(Putu Wijaya)

Sumber : majalahtempointeraktif.com


# Catatan Tambahan Tentang Rugun Sembiring dari beberapa sumber tulisan :


RUGUN & AFFANDI

Maaf kalau kurang berkenan dan kalau salah Forum ya Sob. Mudik lebaran kemarin, aku jalan ke kampung Rumah Kabanjahe (sallah satu kampung yang ada di daerah T. Karo). Dulu kampung ini sering di datangi oleh Turis-turis mancanegara, Jerman, Belanda dan Jepang Utamanya. Mereka datang bukan untuk menyaksikan atau menikmati keindahan alam, namun untuk membeli lukisan atau memesan lukisan. Ya.. di Kampung itu, dulu, ada seorang pelukis 'hebat' yang di kenal sampai ke eropah, namun tidak dikenal di Indonesia (atau sebenarnya aku yg tidak mengenalnya).

Pelukis Rugun Sembiring bersama Afaandi di Tanah Karo.
Nama Pelukis itu adalah RUGUN SEMBIRING BRAHMANA, lahir di desa itu dan sempat di godok di ASRI Yogya (1952 - 1954). Setelah mencari, akhirnya aku temukan rumah sang pelukis. Tadinya, dalam hati aku memandang remeh akan hasil lukisan yang mungkin aku temukan di rumah itu.

Disambut anak sang Pelukis, aku memasuki Rumah sederhana milik almarhum pelukis (aku adalah orang awam yang tidak mengerti lukisan) kaget melihat hampir seluruh dinding rumah di penuhi lukisan. Sudah tua dan usang kurang terurus beberapa lukisan itu, di atas sebuah buffet tua aku melihat foto ukuran R10 yang dibingkai dengan kaca yg sudah pecah, yang buat aku kaget adalah orang dalam foto itu, AFFANDI... ya Affandi duduk bersebelahan dengan RUGUN SEMBIRING dalam suasana yg santai di Rumah itu!! Ku angkat foto itu, keperhatikan, saat ku balik di belakang bingkai foto itu tertulis "RUGUN SEMBIRING - AFFANDI 1978".

Saat ku tanya ke sang Anak, dengan sangat ringan dia menjawab bahwa Affandi pernah berkunjung ke Desanya dan bahkan Affandi sempat melukis bersama RUGUN di Desa Lingga (tak jauh dari Desanya), bahkan sampai sekarang lukisan Mereka masih tersimpan di Museum Seni Lingga. Dia juga menjelaskan, bukan hanya Affandi, anaknya pun (Kartika.) pernah datang berkunjung dan mengajak RUGUN melukis bareng di Daerah Danau Toba.

Dahulu, cerita sang anak, kampung ini sering di datangi orang-orang luar negeri, hanya untuk menyaksikan RUGUN melukis dan hampir semua lukisan yang selesai di beli dan di bawa oleh mereka, beberapanya bahkan telah mengirimkan uang dan bahan melukis jauh sebelum mereka datang untuk memesan lukisan. SEwaktu RUGUN mulai sakit-sakitan, para pemesan lukisan dari Jerman mengirimkan uang untuk biaya pengobatan. Namun saat yg sama datang orang-orang dari Jepang yang tinggal selama beberapa bulan di desa itu untuk setiap hari belajar teknik melukis yang dimiliki RUGUN. Orang Jepang membawa Cat dan Kanvas dari negaranya untuk di barter dengan lukisan yg telah jadi. Demi untuk biaya pengobatan, RUGUN menerima barter ini, bahkan menyelesaikan Lukisan tambahan untuk memenuhi permintaan para Jepang. Demikian cerita Sang Anak.

Banyak Luikisan RUGUN yang di ambil pemerintah untuk 'disimpan', beberapa disimpan di museum Lingga. Beberaa hotel yang ada di Berastagi (kota wisata di T. Karo) meminta untuk lukisan-lukisan yanng tersisa tidak lagi di jual, namun didisplay di hotel mereka, entah apa maksudnya, namun lukisan-lukisan tersebut tidak pernah kembali ke si empunya atau ke ahli warisnya.
Saat ini, beberapa lukisan masih tersisa, tersimpan dengan kurang perawatan. Aku coba ambil perbandingan, jika Affandi berkunjung dan mengajaknya melukis bersama, dan diteruskan dengan kunjungan anak Sang Maestro. Seharusnya Hasil lukisan dan nilai lukisan mereka tidak berbeda jauh. NYATAnya...sangat memperihatinkan.

RUGUN melukis dengan langsung mempergunakan jari-jarinya, demikian cerita sang anak.

.

Dari Kaskus :

Saya memiliki lukisan yg usianya sudah cukup tua, pelukisnnya sendiri meninggal tahun 2004, nama pelukisnya RUGUN SEMBIRING. Rugun adalah pelukis asal SUmatera Utara (tanah KAro).

Cara dia melukis adalah lebih banyak dengan menggunakan langsung jari-jari tangannya. Pelukis ini dahuulu dikenal dengan pelukis Kuning. Tahun 1978, dia menyelenggarakan pameran tunggal di Jakarta.

Yang mengejutkan adalah Maestro Lukis Indonesia, Mr. Affandi pada 1978 berkunjung ke kampungnya, dan mengajaknya melukis Bareng, saat itu mereka bersama melukis di kampung Liingga (t. Karo) makanya sampai sekarang lukisan mereka disimpan di Museum Seni T. Karo (lingga). Bukan hanya Mr. Affandi, anak sang Maestro, Kartika, konon juga pernah berkunjung dan mengajaknya melukis bersama di lokasi Danau Toba.

Pada masanya dulu, para penggemar lukisan dari Eropah dan Jepang sering datang ke kampungnya, bukan untuk menikmati pemandangan alam, namun membeli lukisannya. Banyak lukisannya saat ini berada di kolektor lukis Eropah dan Jepang.

Berikut adalah contoh lukisan dari Sang legenda yg terlupakan dan tdk tercatat dalam sejarah pelukis Indoonesia, padahal Maestro lukis sekelas Mr. Affandi sengaja datang ke T. Karo untuk bertemu dia dan melukis bersamanya.

sumber : Kaskus

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si