Skip to main content

Karo Tahun 1920 dalam Majalah National Geographic (bagian 2)


Perempuan membantu membangun
Women help build a structure around a Sumatran (KARO) village.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Seorang perempuan muda Sumatera (KARO) membawa sebuah kemasan di kepalanya.
A young Sumatran (KARO) woman carries a bundle upon her head in the street.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
Ibu muda Sumatra (KARO) selalu mengenakan anting-anting perak.
Much significance attaches to the wearing of earrings in the island. Young girls wear them or not, as they choose. Upon marriage the bride must wear the big silver buttons, much after the fashion of our wedding rings. After the birth of the first child or when five years have elapsed, she must remove them. The sagging, buttonless ears of the old women are among their ugliest features.


A Sumatran (KARO) woman walks along her bamboo porch.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
Berbeda dengan kebiasaan, lantai teras ini terbuat dari bambu. Lantai sebagian besar rumah menggelayut di tengah. Atap yang dari rumbia, terbuat dari atap daun kelapa.

Contrary to the custom, the floor of this porch is made of whole bamboo poles rather than the split pieces. The floors of most of the houses sag in the middle. The roofs are of thatch, made of the leaves of atap palm. 


Sebuah rumah burung merpati berdiri di tengah desa Karo.
A pigeon house stands in the center of a Sumatran (KARO) village.
Location:              Kebon Djahe, Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
Sebuah lumbung padi berdiri di depan semua rumah Karo.
A granary stands in front of all Sumatran (KARO) houses.
Location:              Kebon Djahe, Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
Seorang wanita menenun dengan bayi di punggungnya.
A woman weaves with her infant strapped to her back..
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
The sumatran (KARO) mother is never prevented from doing her daily stint of weaving by her latest born, who is strapped across her back.

Perempuan Karo bekerja menenun, sementara anak-anaknya bermain di dekat mereka.
Sumatran (KARO) women work weaving while their children play close by.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
A native cloth factory.  Evidently "industrial employment" does not tend to race suicide in Sumatera.

Perempuan Karo mengelilingi alat tenun tangannya sebagai kegiatan sehari-hari.
Sumatran women surround a hand loom for their daily activities.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Sebagai pusat sosial, alat tenun tangan dan gulungan di Sumatera (KARO) mengambil tempat di dekat air pancuran di timur desa.

Banyak dari sarung yang dibuat oleh penduduk asli yang rumit terjalin dengan benang emas. Mereka kurang dalam keaslian pola. Tetapi pekerjaan perak dari laki-laki jauh lebih artistik.

As a social center the hand loom and the yearn reel in Sumatera take the place of the village fountain in the near east.

Many of sarongs made by the natives are elaborately interwoven with gold threads. They are lacking in originality of pattern, how ever. The silver filigree-work of the men is much more artistic.

bersambung ke bagian 3.

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si