Monang Sinulingga (Sumber Indonesiabase.com) |
Suka “Main Taruhan” Guna Tambah
Nafkah
(Sinar Harapan, Jumat 3 Mei 1974)
NAMANYA Monang Sinulingga.
Orangnya polos dan lucu, bukan main senangnya waktu tahu bahwa fotonya mau
diambil dan juga sewaktu dia mau diwawancarai.
Dataran tinggi Tanah Karo Sumatra
Utara yang dingin itu, mempunyai penduduk yang hidup dari hasil pertanian
terutama sayur mayur, dan biasanya kaum lelakinya menghabiskan waktunya
ngobrol-ngobrol dan main catur di warung-warung. Dan, Monang Sinulingga, putera
Karo yang tidak tahu nama-nama pembukaan atau pertahanan teori-teori catur yang
dimainkan, secara mengagumkan telah berhasil mengalahkan MI Ardiansyah dan Dr.
Watulo baru-baru ini di Jakarta.
Sering bertaruh
SEMASA Monang masih bayi, ayahnya
meninggal dunia, dan menyusul ibunya 4 tahun yang lalu. Tinggallah Monang
bersama tiga saudaranya sebagai yatim piatu.
Pada tahun 1972 dan 1973 dia berhasil memenangkan
juara catur Sumatra Utara.
Berapa umurnya sekarang?
“Kira-kira 28 atau 29 tahun dan saya tidak tahu pasti tanggal kelahiran saya”
katanya.
Dua tahun yang lalu dia sudah
berumah tangga. Rupanya Bupati Tanah Karo menaruh perhatian terhadap kebolehan
anak ini, sehingga sejak dia menjadi menjuarai catur di Sumatra Utara dia pun
diangkat jadi karyawan Kabupaten sebagai pegawai harian dengan gaji Rp 2.600,-
satu bulan. Dan dia dapat sebidang tanah sawah. “Sampai sekarang sawah itu
belum berbuah” katanya penuh humor. Sebagai tambahan pendapatan sehari-hari dia
suka bertanding dengan uang taruhan kecil-kecilan.
“Kawan-kawan sering datang
mengajak bertaruh, malahan ada yang mengajak taruhan Rp 200,- sekali main”,
katanya dengan gembira. “Dalam sehari rata-rata dapat menghasilkan Rp 500,-
sampai Rp 600 “ tambahnya.
DENGAN spontan Monang Sinulingga
mengatakan bagaimana gembiranya dia diikutsertakan memperkuat Tim Nasional
Indonesia ke Olympiade Catur XXI di Nice, Perancis pada bulan Juni 1974 yang
akan datang.
Sejak muda dia mulanya hanya tahu
“catur Karo” itu permainan catur gaya Karo yang punya menteri (mesah) dua buah.
Saya sebenarnya bukan pemain alam lagi, kata Monang menanggapi julukan yang
diberikan kepadanya. “Dulu memang saya bermain tanpa teori” katanya.
Pemain alam?
Sewaktu tahun 1965 Monang
memasuki Persatuan Catur Medan. Dia mulai membaca tulisan-tulisn mengenai
catur, dari jalannya perandingan dalam majalah atau suratkabar-surat kabar.
Bahkan buku-buku catur juga sudah mulai digarapnya.
“Salah satu buku yang saya kagumi
adalah buku karangan Dr. Max Euwe (bekas juara catur dunia tahun 1937)
terjemahan Indonesia”, katanya sambil menghisap rokok kreteknya.
Monang Sinulingga yang beragama
Kristen Protestan ini kalau lagi main catur, merokoknya, wah, seperti
lokomotif. Putera Tanah Karo yang hanya mampu sekolah sampai kelas dua SMP
karena tidak punya biaya ini rupanya sudah mulai senang membaca buku-buku catur.
Bingung dan Gugup
IBARAT seorang kampung yang masuk
kota Metropolitan, yang suka bingung dan gugup lihat “gegap gempitanya” kota
ini, begitulah Monang putra Tanah Karo ini. Selasa malam yang lalu ia bingung
setengah mati sewaktu berhadapan dengan Grand Master Rusia Paul Keres yang
kebetulan datang ke Indonesia untuk melakukan “demonstrasi simultan”.
Sewaktu Paul Keres memulai
pertandingan, Sinulingga tidak mengenal dan belum pernah melihat cara pembukaan
seperti itu. “Saya jadi bingung saat itu” komentarnya.
Dalam hatinya dia
berfikir, ”inikah pertandingan demonstrasi, kalah atau menang jelas saya tidak
puas, tapi kalau kalah malunya bukan main”.
Boleh jadi perasaan inilah yang
membuat dia menjadi gugup. Alhasil dalam perandingan “demonstrasi simultan itu”
dibandingkan dari peserta lainnya, Monang Sinulingga yang lebih dahulu
menjatuhkan rajanya.
Diakuinya bahwa pengalaman pahit
itu menjadi pelajaran paling berharga dalam hidupnya. Padahal saat itu
pembukaan GM Rusia ini adalah “Varian Keres” pada pertahanan Sisilia. “Keres
memang kuat” kata Sinulingga.
Menurut Sinulingga, pemain dunia
yang dikaguminya ialah Bobby Fischer karena pembukaannnya. Sedangkan pemain
nasional yang paling berkesan ialah Jacobus Sampow dan Johny Suwuh. Boleh jadi
karena dia pernah dikalahkan kedua pemain ini.
Punya Tekad
PADA pertandingan seleksi
national untuk Olympiade yang akan datang (maksudnya di Junani), minggu lalu di
Jakarta, Monang Sinulingga dikalahkan pada babak permulaan oleh Sampow dan
Suwuh. Tetapi kekalahannya ini tidak membuat dia patah semangat.
Malahan permainannya semakin
mantap dan dengan semangat yang menyala-nyala dia behasil masuk “Enam Besar”.
Dikatakannya mengenai ikutnya dia
ke Nice, biarpun bukan pemain inti tidak menjadi soal baginya. “Yang penting ke
Olimpyade di Perancis itu untuk cari pengalaman,” komentarnya.
Sebagai orang yang berbicara
kepada dirinya sendiri, Monang Sinulingga mengatakan, “sekembalinya dari
Perancis nanti mutu permainan saya pasti bertambah”.
Diceritakan Monang, bahwa seorang
pemain kawakan catur Medan Dami Panggabean yang memberikan dorongan kepadanya
untuk terus main catur. “Olahraga catur dipertandingkan secara nasional dan
internasional,” kata Panggabean kepada Sinulingga . Ini yang membuat saya punya
tekad katanya.
Dalam masa 20 tahun ini, Monang
Sinulingga adalah putra Tanah Karo kedua yang pernah “menggegerkan dunia catur
Indonesia” setelah Merlep Ginting.
Merlep Ginting, seorang pemain
alam, hampir pernah mengalahkan Master Internasional Belanda Prins pada tahun
1953.
Seorang tokoh masyarakat Sumatra
Utara dalam mengomentari prestasi Monang Sinulingga ini mengatakan, “kalau
Sumatra Utara punya seorang gubernur seperti Ali Sadikin, pasti manusia seperti
ini akan dibina hingga dapat membawa keharuman Indonesia. (PAR/DM)
Sumber :
Sinar Harapan, Jumat 3 Mei 1974
----------------------------------------------------------------------------
Mejuah juah
Tidak banyak dari kita yang kenal
Alm. Monang Sinulingga, seorang atlite internasional di Cabang Catur telah
mengharumkan nama Indonesia khususnya Karo di kancah Cabang Catur. Gelar yang
di sandang oleh Monang Sinulingga adalah Master Nasional, dia mendapatkan
kesempatan gelar master Internasional, tetapi dia menolaknya. apa alasan
menolak bulang tanyaku padanya pada wawancara di tahun lalu, "Gelar
tidaklah terlalu penting bagi saya, tetapi tetap berkarya dan berprestasi"
Monang sinulingga adalah sosok
yang sederhana, bermain di kancah catur internasional tidaklah membuat dia menjadi
sombong. Monang Sinulingga telah di panggil, selamat jalan bagimu.
Sebuah wawancara yang saya
lakukan tahun lalu, sebelum Alm di panggil..
Monang Sinulingga Di Hari
Tua
Ditulis oleh Eddy Surbakti
Banyak sisi kehidupan yang dapat
memperkenalkan Taneh karo ke depan depan masyarakat luas. Taneh Karo yang selalu
diidentikan dengan keadaan alam baik secara pariwisata maupun pertanian,
keunikan budaya/adat adat dan sisi sisi lain yang menarik untuk dikaji lebih
mendalam.
Dibidang olah raga banyak juga
masyarakat karo yang mempunyai prestasi dipanggung nasional dan internasional.
Monang Sinulingga, pria kelahiran tahun 1946 dengan nilai ELO rating pecatur
Indonesia okteber 2006 (dataterakhir
yang diperoleh ) sebesar 2295.
Pria berasal dari desa lingga
kab. Karo, pada tahun 1952 menghabis kan waktunya di Namo terasi, Kec. Binjai.
Membantu orang tuanya untuk bertani dan bercocok tanam. Sehingga pada tahun
1966 kembali ke kab. Karo .
Pendidikan dari alam dan
lingkungan sekitarnya membawa Monang Sinulingga ke pentas percaturan nasional
dan internasional. Keahlian Monang Sinulingga bermain Catur Karo, memberikan
warna tersendiri dalam memainkan catur international. Hal ini diungkakan oleh
Baginda Purba, yang mendampingi Monang Sinulingga saat diwawancarai di warung
catur yang terletak di Simpang Samura No. 2 kaban Jahe (11/07).
Memulai prestasinya sebagai
pecatur lokal yaitu di beberapa turnamen yang diselenggaran di kab. Karo. Prestasi
sebagai pemenang di kab. Karo membawa Monang Sinulingga kencah percaturan
tingkat Sumatera Utara.
Secara perlahan-lahan gelar
Monang Sinulingga menjadi salah satu nama yang diperhitungkan di tingkat
Sumatera Utara karena beberapa kali memenangkan turnamen catur tingkat Sumatera
Utara sehingga nama Monang Sinulingga terdaftar sebagai pemain nasional, Karena
telah berhasil mengalahkan beberapa pemain catur tingkat nasional.
Keberhasilan Monang Sinulingga
dipentas catur nasional membawa nama Indonesia
ke panggung olimpiade pada tahun 1974 di francis dan olimpiade 1984 di
Yunani. Selain kedua negara tersebut Monang Sinulingga juga telah membawa nama Indonesia Kebeberapa negara seperti Hongkong, Banglades
dan Kuala Lumpur.
Di negara Banglades Monang
Sinulingga dianugrahkan gelar IM ( International Master ) karena tidak
menganggap gelar itu terlalu penting baginya, Monang Sinulingga menolak
peanugrahan gelar tersebut, saya beranggapan gelar tersebut tidak terlalu
penting, jelas Monang Sinulingga.
Monang Sinulingga juga
menceritakan dan menjelaskan beberapa tournamen, kegiatan kejuaraan catur dan
beberapa penghargaan penting, yang tetap diingatnya sampai sekarang, disamping
banyak sekali kegiatan dan tournament yang dia sendiri sudah lupa. Monang memberikan
urutan beberapa turnamen, kegiatan kejuaraan catur dan beberapa penghargaan
penting yang dia masih ingat seperti :
Tahun 1966 : Mengikuti kejuaran
catur daerah Sumatera Utara, dengan meraih Juara I ( Satu )
Tahun 1972 : Berangkat ke Jakarta
dan Mendapatkan Gelar Master Nasional.
Tahun 1972 : Menjadi Pegawai
Negeri Disalah satu dinas Pemda Karo .
Tahun 1974 : Olimpiade di
Francis.
Tahun 1984 : Olimpiade di Yunani
Tahun 1991 : Mengikuti Piala
Habibie, Meraih juara I
Tahun 1991 : Mengikuti Piala Astra.
*Kondisi Monang Sinulingga Pada
Saat Sekarang ini*
Sejak tahun 1991 Monang
Sinulingga mengalami sakit yang cukup memberikan dampak negatif, bukan hanya
terhadap kesehatan, tetapi juga mental dan prestasinya dalam bermain catur.
Saya Terserang penyakit Gula
Sejak 1991, ungkap Monang Sinulingga. Pada tahun 1991 saya masih berangkat ke
Palembang untuk menghadiri Pekan Olah Raga Nasional di Palembang, tetapi pada
saat itu, karena kondisi kesehatan yang kurang baik, saya tidak mengikuti PON
yang diseleranggarakan di Palembang.
Saat ditemui di warung catur
simpang samura No.2 Kaban Jahe. Kondiri Monang Sinulingga sangat
memperihatinkan sekali. Saya sangat kecewa dengan hal ini, kurangnya perhatian
pemerintah dan masyarakat terhadap atlit catur yang telah membawa nama Taneh
karo Dan Indonesia di pentas Kejuaran
catur Nasional Dan internasional.
Hal ini akan menyebabkan Tidak
lahirnya Bibit Bibit Pemain baru untuk bidang olah raga catur. Hal ini
diungkapkan oleh Baginda Purba.
------------------------------------------------------------
MONANG SINULINGGA, SI PEMAIN ALAM
ITU TELAH TIADA
KABANJAHE, SORA MIDO - Pemain
catur Karo ternama, Monang Sinulingga, pada 11 Juni 2008 meninggal dunia dalam
usia 62 tahun setelah menderita diabetes basah yang mengrogoti tubuhnya lebih
dari sepuluh tahun lamanya. Dia dimakamkan di desa kelahirannya, Lingga. Monang
Sinulingga meninggalkan seorang isteri, Piah Malem br Ginting dan 3 putri dan
satu putra yaitu Irana Sinulingga, AMD, Wibawa Sinulingga, Spd, Sederhana
Sinulingga, Amd dan Datna Sinulingga (mahasiswi semester delapan di Unimed).
Menurut data ELO Rating FIDE
Pecatur Indonesia per 1 April 2008, tercatat elo rating Monang Sinulingga 2295,
berada pada urutan 35. GM Cerdas Barus berada pada urutan kelima dengan 2456,
MI Nasib Ginting urutan 13 dengan 2397, MF Sarwan Ginting urutan 22 dengan
2355, dan MN Masa Sitepu urutan 46 dengan ER 2267.
Reaksi
Ketika dihubungi melalui telepon
menyampaikan perihal kepergian Monang Sinulingga, Letjen (Purn) Amir Sembiring
merasa tekejut. Ndiganai? (kapan). Begitulah biasanya orang Karo menerima
kepergian seseorang yang dikenal. Amir Sembiring yang sangat mencintai catur
ini merasa sangat kehilangan atas kepergian Monang.
“Secara pribadi saya menyampaikan
rasa hormat dan bangga atas prestasinya selama ini di bidang catur. Turut
berdukacita sedalam-dalamnya” ujar Amir Sembiring. “Jika dulu pecatur Karo
pernah berkecimpung di tingkat dunia, maka perlu dilakukan berbagai kegiatan
pembinaan, agar pecatur-pecatur Karo mampu bekiprah kembali di tingkat dunia”.
Harapan seperti itulah yang
mendorong Letjen (Purn) Amir Sembiring menggagas turnamen catur Amir Sembiring
Cup yang sudah dua kali terselenggara.
“Kalau dilihat prestasinya,
patutlah Monang Sinulingga disebut sebagai pahlawan. Karena di masa jayanya dia
telah mengharumkan nama suku Karo baik di tingkat nasional maupun
internasional” ujar Dolat Sembiring Kembaren, yang di tahun 1980-an menjadi
salah satu anggota klub catur Karo di Yogyakarta, “Kilap Sumagan.”
“Selain permainannya memang
menakjubkan, Monang Sinulingga juga punya keunikan” ujar Binson Purba, yang
juga pernah menjadi pemain andalan “Kilap Sumagan”. Dia lantas terkenang dalam
satu partai, Monang berpikir sekian puluh menit lamanya, padahal yang harus
digesernya buah rajanya yang diskak lawan.
“Rupanya yang dipikirkannya
beberapa langkah selanjutnya” ujar Binson Purba sambil tertawa mengenang
episode kehidupan Monang Sinulingga yang meninggalkan begitu banyak kesan.
Debut yang Menggemparkan
Sejak pemunculannya pertama kali
di gelanggang catur nasional pada tahun 1972, Monang Sinulingga langsung
merebut perhatian para pengamat catur. Sebagai pemain alam, pergerakan buah
caturnya sering membuat lawan-lawannya merasa terkejut. Antara lain pengorbanan
buah catur yang sudah menjadi ciri permainan catur Karo. Buah catur “tidak
begitu berharga” sehingga langkah pengorbanan (erbuang) merupakan bagian dari
taktik.
Itulah yang dilakukannya pada
kerjurnas tahun 1972 itu sehingga namanya segera populer di balantika catur
Indonesia. Saat melawan Master Nasional MHS Nainggolan (DKI Jaya), Monang
mengorbankan benteng (tir) untuk kemudian mendapatkan menteri Nainggolan.
Kejutan lainnya, MI Ardiansyah,
satu-satunya peserta berpredikat master internasional di turnamen itu, berhasil
ditaklukkan Monang. Ketika bertemu dengan pecatur yang tidak kalah hebatnya
pada masa itu, MN Arovah Bahtiar, pertandingan berlangsung dengan alot. Terpaksa
dilanjutkan keesokan harinya, dan hasilnya, remis.
Tidak ada yang pernah menyangka
seorang pemuda dari Tanah Karo sekonyong-konyong muncul dan membuat “dunia
persilatan catur nasional” geger. Beberapa pecatur terbaik Indonesia pada masa
itu berhasil ditekuknya dengan permainan yang membingungkan lawan-lawannya.
Pada tahun itu juga, Monang
Sinulingga mewakili Sumut berhasil meraih gelar Master Nasional dengan nilai 8
dari 14 partai, bersama rekannya Pokan Damanik. Juara turnamen MN Jacobus
Sampouw memperoleh nilai 9 ½. Sedangkan wakil Sumut lainnya, Thomas Ginting
yang di turnamen itu juga mengalahkan MI Ardiansyah, tapi gagal meraih gelar MN
karena permainannya tidak konsisten dan hanya berhasil meraih nilai 5.
Disambut Meriah
Ketika pulang ke Tanah Karo,
Monang Sinulingga disambut dengan upacara yang meriah. Patutlah dia disebut
pahlawan bagi orang Karo, dia telah membuat nama orang Karo harum dan
mengukuhkan bahwa Karo identik dengan catur, kurang lebih sama halnya Brazil
dengan sepakbola.
Bupati Karo Tampak Sebayang
memerintahkan agar ipalu gendang sarune ras perkolong-kolongna. Jamuan makan
pun diadakan bagi sang pahlawan itu. Bertempat di Gedung Nasional, Kabanjahe,
Monang pun melakukan petandingan simultan. Dunia catur di Tanah Karo pada masa
itu penuh dengan gairah. Nama Monang Sinulingga pun menjadi idiom catur di
seluruh kedai kopi.
Sebagai penghargaan atas prestasi
Monang, Pemda Karo mengangkatnya sebagai pegawai harian di Kantor Bupati.
Karena tingakt pendidikan yang pernah dicecapnya hanya SD, dia tetap
mengembangkan diri dalam dunia catur. Artinya, hanya untuk urusan gaji saja dia
merasa perlu hadir di kantor.
Kesepian
Di balik masa keemasannya itu
Monang sempat mengalami sisi yang muram. Tepatnya, dia merasa “kesepian”. Tidak
punya sparring partner (lawan tanding) yang “wajar”. Harus dengan pengaturan
poor, entah 1 kuda atau gajah dsb. Karena catur sudah menjadi panggilan
hidupnya, terpaksalah dia melayani sistem pertandingan seperti itu, yang memang
lajim terjadi dimana-mana, tentu saja lit lapikna (taruhan uang).
Sering Monang kalah dan kalah
artinya uang keluar. Tapi begitulah langgam dunia catur di Tanah Karo,
pertarungan otak untuk meraup rupiah justeru, membuat catur jadi menarik dan
menegangkan. Salah satu “forum” yang ternama di seluaruh Kabupaten Karo sebagai
tempat mangkalnya para jago catur adalah “loost galuh” di Pusat Pasar
Kabanjahe. Umumnya mereka itu hidup dari papan catur. Di sana sering Monang
mangkal menunggu lawan.
Monang telah pergi, meninggalkan
jejak emas dengan sederet prestasi. Kejuaraan Catur antar kota se-Asia II/1980
di Hongkong, The GM Int Chess Ratung Tournament di Dacca Pakistan, 1980,
Kejuaraan Catur antar kota se Asia III/1981 di Hongkong, Turnamen Catur Master
Sirkuit Asia I/1982 di Hongkong, Olimpiade Catur ke 25/1982 di Lucerne Swiss,
Kejuaraan Catur antar kota Asia IV/1983 di Hongkong, Kejuaraan Catur antar kota
Asia V/1984 di Penang, Malaysia, Olympiade Catur di Nice, Perancis tahun 1974,
dan Olympiade Catur ke-26 tahun 1984 di Tessalonika, Yunani
Di tingkat nasional, juara 2
beregu putra Pekan Olahraga Wilayah VI se-Sumatera di Lampung tahun 2003, Pekan
Olahraga Wilayah I Sumatera-Kalimantan di Padang tahun 1984, Pekan Olahraga
Nasional (PON) VIII Jakarta 1973, Catur perorangan terbaik papan pertama PON X
Jakarta 1981, juara catur beregu PON X tahun 1981.
Piagam penghargaan yang sudah
diterimanya, di antaranya, PON X tahun 1981 mewakili Sumut, Piala Wahono
(Direktur Jenderal Bea dan Cukai) tahun 1982 di Jakarta mewakili Sumut, atlet
senior putra mewakili Sumut di Palangkaraya, Kalimantan Tengah tahun 1995.
Monang Sinulingga, dengan
kesederhaan dan keluguannya, kekal namanya dalam lembaran sejarah Karo,
khususnya di bidang sport olah akal itu. Selamat jalan, sobat. Namamu abadi,
beberapa pertandinganmu yang gemilang tercantum dalam buku tulisan dan ulasan Ds. F.K.N Harahap “Belajar Main Catur dari Master-Master Nasional dan
Internasional” yang terbit tahun 1974. (sg)
Sumber : SORA MIDO
Comments