Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2015

Si Radjanta Menggugat Raja Kelelong

Sibayak Lingga Raja Kelelong ditabalkan menjadi  Sibayak Lingga pada tgl 25 Juli 1935 Sibayak Lingga, Pa Sendi dan keluarga Kabar dari Kesibayakan Lingga. Sejak beberapa bulan lalu di Kesibayakan Lingga, ada permintaan yang dibuat oleh Si Radjanta , Kepala Oeroeng Teloe Kuru (Kesibayakan Lingga) akan kepemimpinan di Kesibayakan Lingga yang diajukan ke Pemerintah. Masalahnya adalah sebagai berikut: Pada tahun 1907 di daerah Lingga ada dua pemimpin yaitu Pa   Sendi dan Pa Terang . Pa Terang   adalah anak tertua dan karena itu lebih tinggi posisinya dibanding Pa Sendi. Pada tahun 1921, Pa Terang meninggal dunia, sehingga Pa Sendi melanjutkan kepemimpinan di Kesibayakan Lingga sampai tahun 1934. Setelah kematian Pa Sendi di tahun 1934, kekuasaan sepertinya akan diturunkan kepada putra Pa Sendi yang berusia 25 tahun yang bernama Raja Kelelong .   Perihal rencana ini, anak almarhum Pa Terang yaitu Si Radjanta merasa dilangkahi. Ia sebagai satu-satuny

Pa Sendi, Sibayak Lingga Wafat (1934)

Sibajak Lingga Wafat Sabtu, 28 Juli 1934, Sibajak dari Lingga, Pa Sendi, wafat pada usia 65 tahun setelah lama sakit. Pa Sendi , yang merupakan penduduk asli Lingga dan mempunyai waktu yang sangat panjang sebagai Sibayak dan sangat berpengaruh. Mendapatkan mendaapatkan penghargaan Bintang Emas dari pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1932, genap 25 tahun Pa Sendi berkuasa, setelah tanggal 25 Desember dua puluh lima tahun yang lalu ia menandatangani “Pernyataan pendek” ( Korte Verklaring ). Pa Sendi sudah lama kesehatannya terganggu dan posisinya diganti oleh putra sulungnya yaitu Raja Klelong. Selasa lalu, dilakukan upacara pemakaman Sibajak dengan adat Karo dan dimulai pagi hari. Jenazah dari Sibajak dengan khidmat dibawa ke arah gunung, yaitu sekitar satu kilometer di luar kampung tersebut dan untuk mengawasi seluruh dataran tinggi. Di dekatnya ada juga kuburan dua mantan Sibajak Lingga bersama-sama dengan ibu dari almarhum Pa Sendi dan istri pertamanya

Harimau dari Berastagi (1938)

ilustrasi : Menjerat Harimau Sumatra Foto Oleh Charles KLEINGROTHE Sekitar tahun 1900 Diterkam oleh Harimau Ada sering pembahasan mengenai pertanyaan dari Harian “Deli Courant,” bagaimana penanggulangan Harimau yang kini semakin ada muncul di Berastagi - dataran tinggi Karo (di Pantai Timur Sumatera). Baru-baru ini ada warga kampung Djarang Moeda (Jara Nguda), berdekatan dengan bangunan-bangunan di Goendaling, malam itu melihat seekor Harimau telah mengambil kepemilikan beberapa anjing. Mereka menemukan jejak hewan itu.   Mereka pergi mencari kediamannya, tapi tidak bisa menemukannya. Malam berikutnya  seorang Karo yang bersenjatakan tombak berjalan-jalan dekat komplek itu, bertemu dengan Harimau. Tiba-tiba tepat di depannya berdiri raja Harimau yang sangat besar, yang sedang bersiap-siap untuk menyerang dia. Orang itu tidak berpikir dua kali. Pada saat Harimau itu menyerang, ia mengarahkan   tombaknya   menikam ke arah perut sang Harimau. Hewan itu jatuh

Max Fleischer Melukis Taneh Karo (1913)

Sebuah desa di Karo (1913) Nama lengkapnya adalah Richard Paul Max Fleischer (4 Juli 1861 - 3 April 1930). Max Fleischer adalah seorang pelukis Jerman dan juga seorang ahli botani. Sebagai ahli botani ia dikenang karena penelitiannya dengan tumbuhan lumut di Jawa. Max Fleischer mengambil kelas seni di Breslau, kualifikasi sebagai guru seni pada tahun 1881. Lalu dia melanjutkan studi di Munich dan Paris, di mana minatnya pada ilmu alam tumbuh, kemudian pindah ke Zurich pada tahun 1892 untuk mempelajari geologi. Sejak tahun 1890-an, ia diundang oleh ahli botani Melchior Treub ke Jawa sebagai ilustrator. Ia mengumpulkan spesimen botani dan melakukan penyelidikan tumbuhan lumut. Selama waktunya dihabiskan di Hindia Belanda, ia belajar teknik menciptakan cetakan batik dari pewarna nabati Setelah beberapa tahun di Jawa, ia melakukan perjalanan ke New Guinea, Kepulauan Bismarck, Australia, Selandia Baru dan Amerika Selatan, sebelum kembali ke Jerman pada tahun 1903. Dari