Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Tama Ginting dan Patjar Merah Indonesia (Bagian 1)

Di Kampung Tanjung, tidak jauh dari Tanjung Morawa (Kecamatan Senembah Tanjung Muda Hilir, Deli Serdang) pada tahun 1918 lahirlah seorang anak lagi-laki dari merga Ginting Munthe. Ibunya Beru Purba adalah anak dari Sibayak Pa Landas Purba, Ibunya kelahiran Kampung Kabanjahe. Anak ini diberi nama Tama Ginting oleh pamannya, saudara kandung sang ibu. Setelah besar, ia disekolahkan di Kabanjahe di Vervolg School. Ia termasuk siswa yang rajin, pembersih dan pandai. Tama Ginting menumpang di rumah pamannya bernama Gempang Purba di Kabanjahe. Karena rajin dan pintar, Tama Ginting sangat disayang oleh paman dan kakeknya, Sibayak Pa Landas Purba. Setelah tamat sekolah, Tama Ginting bekerja di perusahaan pamannya yang menjual daging lembu dan kerbau di pasar Kabanjahe dan Berastagi. Pamannya termasuk salah satu orang terkaya di Kabanjahe dan mempunyai tanah yang luas. Walaupun Tama Ginting sudah bekerja, ia tetap rajin membaca banyak buku, baik buku biografi, kebud

Karo Bukan Batak : Koreksi pada P. Tamboen

Prof. Henry Guntur Tarigan saat masih mahasiswa jurusan bahasa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Bandung, pada tahun 1958 pernah melakukan suatu koreksi atas buku “Adat Istiadat Karo” karangan P. Tambun. Ia mengkoreksi buku ini mengenai tulisan di buku ini bahwa Suku Karo berasal (turunan) dari Batak Toba dari sudut Etimologi bahasa. Henry Guntur memberi judul tulisannya “KAROMERGANA.” Henry Guntur menulisnya di Majalah Bahasa dan Budaya Tahun ke VII No. 1/1958, Jakarta. Dapat dibaca pada link berikut ini : https://karosiadi.blogspot.co.id/…/karomergana-oleh-henry-g… Ternyata Brahama Putro (K.S. Brahmana) di buku "Karo dari Zaman ke Zaman Jilid 1," juga pernah mengkoreksi P. Tambun. Di dalam buku "Adat Istiadat Karo" halaman 64, P. Tamboen menulis : "Bangsa Karo adalah satu cabang dari Lima Batak (Karo, Toba, Angkola, Pakpak dan Mandailing) yang satu sama lain mempunyai persamaan tentang tulisan, bahasa, adat istiadat, sehingga a

Kumpul Sinuhaji, Dibuang ke Ambon Hingga Ikut Pertempuran di Surabaya

Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia  di balik tank Indonesia yang terguling dalam pertempuran di Surabaya, November 194 Setelah Partindo bubar, pada tahun 1937   berdirilah Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Gerindo didirikan oleh para pemuda pejuang seperti : Amir Syarifuddin, Mhd. Yamin, Sartono, Adam Malik, Adnan Kapau Gani dll. Pendirian cabang-cabang di daerah pun dilakukan, Di Sumatera Utara, pemuda-pemuda seperti Muhammad Joni (Banteng Gemuk), Jakup Siregar, Mhd. Saleh Umar, Marzuki Lubis, Mualif Nasution, Terluda Sembiring Brahmana, Ibu Hadijah, Andico dll sepakat mendirikan Gerindo Sumatera   Utara. Berkedudukan di Medan dan dipercayakan Mhd. Joni sebagai Ketua I dan Jakup Siregar sebagai Ketua II. Di Arnhemia (Pancur Batu) pun berdiri, Di tahun 1937, berdiri Gerindo Cabang Arnhemia. Nahar Purba, Terluda Brahmana dan Kitei Purba diutus dari Medan untuk mendirikan Cabang di Arnhemia.   Didirikan pula Ranting-r

Nahar Purba dan Awal Kesadaran Nasional di Pancur Batu

Foto : Nahar Purba Nahar Purba seorang tokoh pergerakan. Dimulai dari PNI (tahun 1928), Partindo (1931), Gerindo (1937) dan Parpindo (1939). Terus berjuang hingga Proklamasi tahun 1945 hingga tahun 1950. Pemuda-pemudi Karo yang maju dalam cara berpikir melihat kampung-kampung dijepit oleh perkebunan milik orang-orang Eropah. Kehidupan pincang masyarakat pondok (buruh perkebunan) dan masyarakat Karo dibanding kemakmuran hasil dari perkebunan. Penduduk kampung-kampung suku bangsa Karo, merasa sengsara karena tanah sumber hidupnya sudah terbatas. Hasil pangan pun terbatas. Beberapa terpaksa memburuh ke perkebunan. Orang pondok adalah orang-orang kuli kontrak dari suku Jawa, Tamil dan Cina. Mereka hidup dari banyaknya ancaman-ancaman dari peraturan yang dibuat. Tenaga mereka diperas. Poenale Sanctie berlaku. Poenale Sanctie (pidana sanksi) adalah sebuah sanksi hukuman pukulan dan kurungan badan yang dijalankan oleh kolonial Belanda. Poenale Sanctie menempatkan

Penangkapan Belasan Pemuda Karo Tahun 1926

Koran De Sumatra Post bertanggal 06-02-1929 Perlawanan PKI bersama Serikat Islam terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1926 sampai 1927 terjadi di Batavia, Tangerang, Banten, Priangan, Solo, Banyumas, Pekalongan, Kediri, Surakarta. dan Sumatra Barat. Pemberontakan ini akhirnya dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial.  Beberapa catatan menyebutkan, akibat pemberontakan menemui kegagalan, sekitar 13.000 orang ditangkap di seluruh Hindia Belanda. Beberapa orang langsung ditembak. 5000 orang ditempatkan dalam penahanan untuk pencegahan. Lalu, 4500 orang dipenjara setelah pengadilan. Dan 1300-an orang dibuang ke Boven Digul, Papua.  Tidak banyak diketahui, apakah di Karo juga ikut melakukan perlawanan fisik pada tahun itu. Tapi imbas pemberontakan melawan kolonialisme Belanda itu ada terhadap tokoh-tokoh pemuda Karo. Sepuluh tahun sesudah gugurnya Panglima Nabung Surbakti (pemimpin Simbisa saat perang Sunggal hingga perang Pa Garamata) be

Keras Surbakti : Dari Ancaman Boven Digul Hingga Razia Agustus

Koran “De Indische Courant” bertanggal 12 Agustus 1941 Keras Surbakti : Dari Ancaman Boven Digul Hingga Razia Agustus (Bahagian 2) Lanjutan dari Bahagian 1 ....   Pengurus-pengurus PNI Cabang Tanah Karo juga ditangkap di Berastagi dan ditahan di rumah tahanan polisi Berastagi. Mereka yang ditangkap adalah Tama Ginting, M. Ali, Mengket Purba, Raja Mantas Surbakti, dan beberapa orang lagi. Tama Ginting menanggung jawabi semua rekan-rekannya yang ditahan dengan mengatakan semua itu adalah suruhannya maka hadir di Uruk Tabu-tabu. Lalu kawan-kawannya dibebaskan oleh polisi Berastagi. Yang tinggal ditahan hanya Tama Ginting dan Syahrin. Kemudian Tama Ginting dijatuhi hukuman 3 bulan penjara oleh Landreg Kabanjahe. Koran “De Indische Courant” bertanggal 12 Agustus 1941 memuat hasil keputusan Landreg Medan, diberitakan 6 orang dijatuhi hukuman dengan dibuang ke Boven Digul,Papua. Enam orang yang dibuang ke Digoel itu adalah : Sjahrin, Ramawi, Sutan Soelaiman Effe

Keras Surbakti : "Penjara Adalah Tunanganku."

Keras Surbakti Keras Surbakti : "Penjara Adalah Tunanganku." (Bahagian 1) Orang Karo pasti pernah mendengar nama Nabung Surbakti. Seorang Panglima pada Perang Sunggal yang mampu mengerahkan 1.000 orang lebih pasukan Simbisa. Para Simbisa dibawah pimpinan Panglima Nabung Surbakti bersama 500 orang pasukan Urung Sunggal dibawah pimpinan Datuk Jalil Surbakti dan Datuk Sulung Surbakti melawan tentara Belanda dan tentara Sultan Deli.  Perang Sunggal dimulai dari tahun 1872 dan terus menerus hingga sampai ke dataran tinggi Karo. Hingga akhirnya Panglima Nabung Surbakti tewas diterjang peluru milik tentara Belanda pada tahun 1907 di desa Djandi, Kab. Karo. Nabung Surbakti dipanggil juga Pengulu Djumaraja. Ia mempunyai saudara yang dipanggil sebagai Pa Sempa Surbakti. Tanggal 2 September 1914, lahirlah seorang anak laki-laki dari Pa Sempa di desa Bunga Pariama, Kecamatan Kutalimbaru Deli Hulu (Deli Serdang). Ia diberi nama Keras Surbakti.  Keras

Leonardus Joseph Eland Melukis Bandar Baru

"Weg bij Bandar Baroe, Sumatra" Jalan di Bandar Baru, Sumatra Utara Leonardus Joseph Eland atau dikenal dengan nama Leo Eland lahir di Salatiga pada tanggal 18 Agustus 1884 dan meninggal di Den Haag (Belanda) pada tanggal 20 Maret 1952. Dia tinggal dan bekerja di Hindia Belanda, Amerika, Maroko, Amsterdam sampai tahun 1936, lalu di Den Haag. Dia adalah pelukis lanskap Hindia Belanda yang terkenal

Leonardus Joseph Eland Melukis Karo

Leonardus Joseph Eland atau dikenal dengan nama Leo Eland lahir di Salatiga pada tanggal 18 Agustus 1884 dan meninggal di Den Haag (Belanda) pada tanggal 20 Maret 1952. Dia tinggal dan bekerja di Hindia Belanda, Amerika, Maroko, Amsterdam sampai tahun 1936, lalu di Den Haag. Dia adalah pelukis lanskap Hindia Belanda yang terkenal

Carel Lodewijk Dake Melukis Karo

Carel Lodewijk Dake seorang pelukis yang lahir tanggal 4 April 1886 di Schaerbeek. Dan meninggal tanggal 6 Desember 1946 di  Jakarta.

Leendert Konijn Menanam Jeruk di Kaki Sinabung (1932)

Leendert Konijndi Lau Kawar Leendert Konijn dan Anne Marie Isaacs Leendert (Leen) Konijn lahir di Zwammerdam, 28 Januari 1899 adalah seorang penanam karet Belanda (1920-1930) dan pengusaha budidaya jeruk Navel dan berbagai buah sitrus di La u Kawar, Gunung Sinabung, Utara Sumatra, Hindia Belanda (1932-1942). Leendert Konijn   adalah anak tertua dari dua belas orang. Orang tuanya, Jan Konijn, seorang tukang roti. Konijn dibesarkan di desa kecil di bagian barat Belanda di dekat kota Zwammerdam dan Boskoop. Setelah menyelesaikan studinya, Konijn melamar pekerjaan sebagai penanam karet bersama Rotterdam Cultuur Maatschappij (RCM). RCM saat itu sedang mencari para petualang muda, yang tertarik untuk bekerja di perkebunan karet di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Hindia Belanda. Pada tahun 1920, pada usia 21, Konijn naik kapal barang dan meninggalkan Belanda untuk ke Medan, Sumatra, Hindia Belanda. Perkebunan karet Tapanuli menjadi pengalaman belajar yang s