Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2012

Surat Pudjian Hatta Pada Rakjat Tanah Karo

Surat Pujian Wakil Presiden Republik Indonesia Bukittinggi, 1 Januari 1948 “Kepada Rakyat Tanah Karo Yang Kucintai”. Merdeka! Dari jauh kami memperhatikan perjuangan Saudara-saudara yang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita yang suci dari serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan Saudara-saudara yang rumah habis dibakar dari pada kampung halamannya jatuh ke tangan musuh yang ganas, yang terus menyerang dan melebarkan daerah perampasannya sekalipun cease fire sudah diperintahkan oleh Dewan Keamanan UNO. Tetapi kami sebaliknya merasa bangga dengan rakyat yang begitu sudi berkorban untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan kita. Saya bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putra Indonesia sejati. Rumah yang terbakar, boleh didirikan kembali, kampung yang hancur dapat dibangunkan lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah menimbulkannya. Dan sangat benar penderitaan Saudara-saudara, biar habis segal

Akan Terbit Sejarah Etnografis Perjuangan Kemerdekaan RI (1945-1950) di Dataran Tinggi Karo

JUARA R.GINTING. LEIDEN. Dari tahun 1982 hingga 1985, Prof. Dr. Mary Steedly , guru besar Antropologi di Universitas Harvard (USA), melakukan penelitian mengenai Karo di Medan, Deliserdang dan Kabupaten Karo yang kemudian menghasilkan buku berjudul Haging Without A Rope: Narrative Experience in Colonial and Post Colonial Karoland (1993) . Kini, Steedly sedang mempersiapkan penerbitan sebuah buku baru berjudul Rifle Reports: A Story of Indonesian Independence. Buku ini berisikan sejarah etnografis mengenai perjuangan kemerdekaan RI (1945-50) di Dataran Tinggi Karo. Setelah menyelesaikan bukunya yang pertama, Steedly melakukan beberapa kali penelitian singkat di Tanah Karo yang kemudian dia terbitkan dalam bentuk beberapa artikel. Kini, dia telah merampungkan naskah bukunya yang terbaru. Sebelum diterbitkan, naskah buku ini akan didiskusikan Jumat 27 April 2012 di Bowdich, Peabody Museum, 11 Divinity Avenue (Keterangan selengkapnya lihat poster di bawah). Bertindak sebag

Lasam Lasam (Orchestra)

Lagu Karo dalam format Orchestra

Ancur Ancuren ( Orchestra)

 Lagu Karo dalam format Orchestra

Medan, 1950-1958 : Rubiah, Achmad CB dan Kasma Booty (bagian 3)

Dilihat dari peran Jakarta sebagai pusat kebudayaan Indonesia, sumbangannya terhadap budaya pop Medan agak terbatas. Kelompok-kelompok musik pop dari segala penjuru Indonesia, termasuk dari Medan, berkeliling Indonesia dan seringkali tinggal di Jakarta selama beberapa saat guna melakukan rekaman dan mendapatkan peliputan publik dalam surat-surat kabar dan majalah nasional. Sementara itu para pengarang, penulis naskah drama, pelukis dan aktor muda di Medan yang ambil bagian dalam kebudayaan nasional ‘serius’ menganggap Jakarta sebagai kiblat mereka. Sementara khalayak ramai berkiblat ke seberang Selat Malaka, yaitu Singapura, menanti peluncuran filem baru yang menampilkan bintang filem Melayu populer, seperti P. Ramlee atau Kasma Booty. Sejak 1920-an, Penang dan Singapura telah menjadi pusat budaya pop apa yang lazim disebut sebagai Dunia Melayu, di mana Medan merupakan bagiannya. Dengan didirikannya dua studio filem yang saling bersaing di Singapura pada tahun 1947 dan 1952

Medan, 1950-1958 : Pusat Roman Picisan (bagian 2)

Budaya Pop dan Dunia Melayu Meskipun – atau mungkin justru karena – prospek ekonomi suram, Medan memiliki kehidupan budaya yang menggairahkan. Baik produksi maupun konsumsinya, budaya poplah yang paling laris, dibandingkan dengan berbagai wujud budaya Indonesia modren yang lebih serius, serta lebih sadar diri. Bentuk-bentuk visual budaya pop misalnya, seperti filem dan kartun – keduanya realtif merupakan budaya baru – menarik konsumsi khalayak luas, setidak-tidaknya karena tingkat buta huruf yang tingggi di Medan. Dalam hal ini Medan mirip dengan kota-kota utama di Semenanjung Malaya di mana – sesuatu yang menjengkelkan para guru Inggris – ‘selera rakyat’ menentukan pasar dan khalayak lebih menyukai filem Melayu yang sentimentil atau filem Hollywood ketimbang sebuah novel yang bagus sekalipun (Harper 1999 : 282).  Konon di Medan, bea tontonan – pajak dari tiket bioskop – mencapai tidak kurang dari sepertiga total anggaran pendapatan pemerintah kotapraja Medan. Sekurang-kurangny

Medan, 1950-1958 : Sembilan Tahun Setelah Proklamasi (bagian 1)

                      Medan City Hall, circa 1950 (Sumber dari tulisan “Pusat roman picisan dan pusat-pusat yang lain; Kehidupan budaya di Medan 1950-1958” oleh Marije Plomp ~ Dari buku   Ahli Waris Budaya Dunia-Menjadi Indonesia 1950-1958, terbitan KITLV Jakarta, 2011 ). Medan pada tahun 1950-an merupakan wilayah yang unik. Ikatan sejarah yang erat antara pantai Timur Sumatra dan Semenanjung Melayu di seberang Selat Malaka menjadikan daerah ini tunduk pada kekuatan-kekuatan yang berbeda dibanding wilayah lainnya di kepulauan Nusantara. Sebelum perang Dunia II, kontak-kontak antara penduduk Medan dan Jakarta lebih terkait urusan kolonial. Bahasa dan tradisi Melayu yang sama, ikatan kekerabatan yang kuat dengan orang-orang Melayu di seberang Selat Malaka, serta kedekatan geografis dengan semenanjung Melayu, mengandung arti bahwa banyak penduduk Medan dan pantai timur Sumatra secara ekonomi, sosial, dan kultural berorientasi ke Singapura dan Malaya, alih-alih ke Jawa yan

Peta Sumatera Timur

ER Gt JAMBURTA MERGA SILIMA Peta Kerajaan Sumatera Timur Unlike  ·   ·  Follow Post  ·  March 4 You,  Betlehem Ketaren ,  Tabloid Sora Sirulo  and  2 others  like this. Juara R Ginting   Perhatikan di peta, ada Deli yang wilayahnya mencakup: I. Wilayah Karo Jahe; 1. Serbanaman (Barus), 2. Sukapiring (Karo Sekali & Meliala), 3. Sepuludua Kuta Laucih (Purba), 4. Serbanaman/ Sunggal (Surbakti) dan II Wilayah Melayu; 1. Hampara n Perak, 2. Deli, 3. Percut, 4. Sungai Tuan. Memang peta ini kurang lengkap karena tidak terlihat ditulis Sepuludua Kuta Laucih dan Sungai Tuan. Namun, sangat jelas bahwa ada Deli yg mencakup beberapa wilayah dan ada Deli yang menjadi bagiannya. March 5 at 3:34pm  ·  Like  ·   1 ER Gt   wilayah karo lebih detail dari daerah lainnya, apakah karena pada masa itu kebudayaan yang paling maju ada disana? March 5 at 3:41pm  ·  Like Juara R Ginting   Pemetaan seperti ini adalah hasil manipulasi sistim tradisional.

Menyambut Pendaratan Pertama Kali di Polonia

Tanggal 21-11-1924, pertama kalinya sebuah pesawat komersial mendarat di Polonia. Dan di foto ini terlihat 6 perempuan menyambutnya dengan masing-masing memegang karangan bunga. Karo sebagai si penemu Medan diperhitungkan keberadaannya. 1924 (1924-11-21): Women from different parts are giving a floral tribute to the pilots of the first commercial flight from Holland - Batavia in front of the town-hall in Medan.     Dari Kiri ke Kanan, terlihat perempuan berpakaian Minang, Karo, Melayu, 'modern'/ Barat, Jawa dan satu lagi tidak pasti (Banjar?). Tak ada Simalungun tak ada Batak. Kalau Minang, Jawa, Barat dan Banjar sudah jelas-jelas pendatang. Foto penting dalam mengargumentasikan Kota Medan Kota Karo!