Skip to main content

Posts

Showing posts from 2013

Pusi Rendra Buat Johnny Sembiring

Sajak Rajawali sebuah sangkar besi tidak bisa mengubah rajawali menjadi seekor burung nuri rajawali adalah pacar langit dan di dalam sangkar besi rajawali merasa pasti bahwa langit akan selalu menanti langit tanpa rajawali adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma tujuh langit, tujuh rajawali tujuh cakrawala, tujuh pengembara rajawali terbang tinggi memasuki sepi memandang dunia rajawali di sangkar besi duduk bertapa mengolah hidupnya hidup adalah merjan-merjan kemungkinan yang terjadi dari keringat matahari tanpa kemantapan hati rajawali mata kita hanya melihat matamorgana rajawali terbang tinggi membela langit dengan setia dan ia akan mematuk kedua matamu wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka  (Puisi WS Rendra untuk Johnny Sembiring yang dimuat di sampul belakang  dari buku biografi berjudul Johnny Sembiring: Antara Tembok Dan Tuhan. ) Buku biografi berjudul Johnny Sembiring: Antara Tembok Dan Tuha

Hanging Without a Rope

  Judul Buku : Hanging Without A Rope (Narative Experience in Colonial and Postcolonia Karoland), New Jersey : Princeton University Press, 1993 Nama Penulis : Mary Margaret Steedly. Hanging Without a Rope sebuah prolog "Ini Nini kita, yang dari gunung", kata Nande Randal, dia telah menjadi perantara roh dan dukun selama lebih dari empat puluh tahun, pedagang sayur, awalnya di kota pasar Berastagi dan kemudian, setelah akhir Revolusi Indonesia tahun 1950, di Pasar Sentral besar di kota Medan. Dengan bantuan roh, dia dan suaminya telah memperoleh dana cukup untuk berinvestasi dalam armada minibus. Tapi anak-anak mereka telah menyia-nyiakan uang mereka, dan akhirnya minibus tersebut harus dijual. Sekarang mereka mengusahakan sebuah peternakan kecil di luar kota. Saat Juara R Ginting dan Merry tiba untuk mengunjunginya. Dia menyambut dengan riang dan langsung beristirahat dari pekerjaannya. Peternakan Nande Randal di tepi kota Pancur Batu. Nande Randa

Pemeriksaan atas Seorang Pedagang Cina mengenai Orang Batak yang berada di Sumatera Utara, 1 Maret 1701

Ini adalah halaman pertama dari dokumen asli.  Koleksi Arsip Digital. Sumber Arsip, ANRI HR 2521, fols 113-114. Sumber tulisan : Arsip Nasional Republik Indonesia DARI: CATATAN HARIAN KASTIL BATAVIA, 1 MARET 1701 [MULAI FOL. 113.] Kita telah minta keterangan dari orang Cina yang kemarin dulu tiba dari Pantai Barat Sumatra dan sudah tinggal untuk beberapa waktu lamanya di pegunungan Angkola, dan hari ini apa yang telah dituturkannya itu dicatat di Sekretariat Jenderal, seperti yang dapat dibaca dalam tulisan berikut ini. Hasil pemeriksaan orang Cina ’t Singko, yang baru saja tiba dari Baros lewat Padang dengan kapal jenis “chialoup” milik seorang Cina Thieko, yang mengatakan sebagai berikut ini. Bahwa sepuluh tahun lalu dia menumpang kapal yang dinakhodai oleh seorang Cina bernama Khintsijko, dan berlayar dari tempat ini ke Malaka dan dari sana ke Pande yang terletak di sekitar Dilly; di tempat tersebut, nakhoda kapal menjual barang-barang dagangannya kepada pendud

Adakah Kesenian Tradisional Batak?

Adakah Kesenian Tradisional Batak? (Tempo, 7 Oktober 1989) Kehadiran acara Gita Remaja di layar TVRI yang disajikan mirip dengan Berpacu Dalam Melodi disambut gembira sebagai salah satu wadah pembinaan generasi muda. Yang menarik perhatian saya adalah ketika pembawa acara menyebutkan penampilan kelompok kesenian tradisional dari Sumatera Utara, yang menyuguhkan “Musik Tradisional Batak” (Acara Gita Remaja tanggal 14 Agustus 1989). Apakah ada kesenian atau kebudayaan “Batak” ? Dari mana datangnya istilah “Batak” dan apa yang dimaksud “Batak” itu sendiri. Suku bangsa Mandailing, Angkola, Simalungun, Pak-pak/Dairi, Toba, Karo, itukah yang dimaksud dengan “Batak”  ? Coba sekali-sekali anda berwisata ke Sumatera Utara. Ajaklah berdialog masyarakat Mandailing, Angkola atau Karo. Tanyakan apakah mereka orang Batak. Umumnya anda akan memperoleh jawaban : “Tidak.” Suku bangsa itu masing-masing memiliki budaya dan adat yang berbeda. Kenyataan ini dapat dibuktikan dari segi sej

Bambang Ginting : Di Surabaya Tidak Ada Penari

“Di Surabaya tidak ada penari.” Tentu saja ucapan Bambang Ginting ini membuat banyak orang kebakaran jenggot.  Bambang Ginting  (4 Maret 1959 - 9 September 2003) Seniman Tari : Bambang Ginting Bernama asli Bambang Haryanto Ginting. Lahir di Surabaya, Jawa Timur, 4 Maret 1959, ia merupakan jebolan Jurusan Tari Fakultas Kesenian Institut Kesenian Jakarta, program Tari Studi Dasar (D3). Beberapa karya tari yang pernah diciptakannya antara lain ‘Langen Roso’, ‘Ujungan’ (1979), ‘Reinkarnasi’ (1980), ‘Garis I’ dan ‘Garis II’ (1983), ‘Maria Magdalena I’, ‘Rabuni’, ‘Maria Magdalena II’ (1984), ‘Langgam Jakarta’, ‘Talenta’ (1985), ‘Manunggal’, ‘Sodoran’ (1986). Ketika kembali ke Surabaya tahun 1986, ia memiliki paradigma yang berbeda dengan rata-rata koreografer Jawa Timur waktu itu. Kedekatannya dengan Afrizal Malna, Boedi Otong, Taufik Rahzen, Farida Faisol dan tokoh-tokoh lainnya, membuatnya lebih ‘menasional’ dalam memahami dunia tari. Bahwasanya seorang penari, katan

"Turang” bukan dari Tapanuli

Kompas , Jumat, 2 Juni 1989 “Turang” bukan dari Tapanuli Dalam acara Berpacu Dalam Melodi tayangan TVRI tanggal 27 Mei 1989, ada kesalahan yang dibuat oleh pembina acara ini. Kesalahan tersebut menyangkut asal daerah lagu Turang yang oleh salah satu peserta dinyatakan berasal dari daerah Tapanuli dan Bung Koes Hendratmo yang bertindak sebagai pembawa acara membenarkannya. Lagu tersebut bukan berasal dari daerah Tapanuli tapi dari daerah Tanah Karo. Untuk pembina acara ini saya sarankan untuk dapat lebih mengenal keragaman dari suku-suku yang mendiami bumi Indonesia tercinta ini, sehingga kesalahan seperti itu tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Tiarta Sebayang, SE Dept. Keuangan Jakarta #surat senada juga dikirim oleh Suang Karo-Karo yang beralamat di Jl. Ampera Raya, Cilandak III, Jakarta Selatan. Tulisan ini juga dapat dibaca dalam buku “Mengenal Orang Karo” yang disusun oleh Roberto Bangun. Buku “Mengenal Orang Karo” adalah cetakan p

Si Rindu Tubuh (bagian 2)

ilustrasi Het meer Lau Kawar aan de voet van de vulkaan Sinabung Date : 1910-1925 Source: Tropenmuseum (Sambungan dari bagian 1) Bapa nguda si mangku kerajaan sitik pe la nai pang ngerana. Ije nterem kel jelma, enggo bagi lembu iadu e ndahi sapo si Rindu Tubuh ibas kerangen. “Duana ko ibunuh kami, perban engko enggo sumbang, maka reh kelegon ndekah, lau i sumbul pe enggo kerah, senduduk la nai pang erpucuk, ndukur pe lanai pang tekukeru, rubia-rubia kami pe i mbal-mbal mbue enggo maten.” “Ola kami ibunuh kam, adi udan kin atendu banci ibahan kami,” nina si Rindu Tubuh si dilaki. “Bahan dage udan, adi la kari udan, mate nge engko ibahan kami,” nina si nterem. E maka idilo si Rindu Tubuh si dilaki udan, minter erkata lenggur, kilap sagan sumagan, angin marginja-ginja. Nusur me udan meder kal. Udan si lalap. Pelangkah babi ibas kesain pe enggo keri mombaken. Babi ras biang, manuk ras itik, lembu, kuda ras kerbo reh buena maten ibahan udan si la erngadi-nga

Si Rindu Tubuh

ilustrasi Karolanden . Een kind met zilveren sieraden, Karolanden. Date : 1914-1919 Source  : Tropenmuseum Author : T. (Tassilo) Adam (Fotograaf/photographer) I bas turin-turin enda, maka turiken, lit me sada kerajaan mbelin, gelarna Kerajaan Negeri Benua Ketengahen. Kerejaan enda she kal belangna. Mehaga dingen termulia kal rajana ku si belang-belang pertibi enda. Kata raja, kata gung, mbiring nina si mbentar e pe mbiring, janah si mbentar e pe adi mbiring nina si bentar e pe mbiring, bagem masinna sorana. Aminna bage pe beluh kal ia ngaturken ginemmenna. Bagem dalanna maka kerina ginemgemna banci iaturkenna.   Page si nisuan kerina turah mehumur. Manuk pe merih kerina iasuh ginemgem.   Iakap ginemgem erkiteken raja sangap. Aminna gia si mbiring nina mbentar, si mbentar nina mbiring, tapi si tuhuna, keleng kal nge atena ginemgemna, sabap labo enggo mbentar nina si mbiring, janah labo enggo mbiring nina si mbentar. Enggo ndekah raja erjabu ras kemberahen. Kemberahe

"Karomergana" oleh Henry Guntur Tarigan (1958)

Saat itu di tahun 1958, seorang mahasiswa jurusan bahasa bernama Henry Guntur Tarigan dengan berani melakukan suatu koreksi atas buku “Adat Istiadat Karo” karangan P. Tambun mengenai ungkapannya bahwa Suku Karo berasal (turunan) dari Batak Toba dari sudut Etimologi bahasa berjudul “KAROMERGANA” ( Majalah Bahasa dan Budaya Tahun ke VII No. 1/1958, Jakarta). Berikut tulisannya : “KAROMERGANA” oleh Henry Guntur Tarigan Di Seribu Dolok pernah saya lihat sebuah oto gerobak (Vrachtauto) sedang berhenti di simpang empat. Pada dinding gerobaknya tertulis huruf besar-besar Karomergana. Apakah gerangan arti merek itu? Bagaimana oto gerobak itu bernama (merek) demikian? Hal ini barangkali dapat diselidiki dan dipandang dari sejarah setempat; penyelidikan itu mungkin ada manfaatnya. Karomergana terdiri dari : Karo + merga + na oleh P Tambun dalam bukunya Adat Istiadat Karo, Balai Pustaka no. 1872 halaman 64-65 menuliskan; Adapun dalam tulisan (huruf Batak)   huru

Masri Singarimbun : Karo adalah Karo, bukan Batak Karo

Isi surat balasan yang dikirim oleh Prof. Masri Singarimbun kepada Roberto Bangun yang ditulis pada 20 Mei 1989 yang dimuat dalam buku Mengenal "Orang Karo ” yang disusun oleh Roberto Bangun. Berikut isinya: 20-5-1989         Si mehamat Roberto Bangun Jl. H.A. Latief no. 5 Rt. 012/06 Karet Tengsin Tanah Abang Jakarta Pusat 10220 Mejuah-juah, Suratndu enggo kualoken alu meriah ukur. Ngoge suratndu tempa-tempa kita lenga pernah jumpa, tapi kuakap enggo kita jumpa. Surat enda gendek-gendek saja perbahan sangana sibuk kel aku. Kerna sejarah gelar Karo ras Batak la bo lit informasi terdauhen ibas aku nari. Keterangen si lit saja ipake. Adi inehen Ensiklopedi Indonesia ras buku R. Kennedy, Bibligraphy of Indonesian Peoples and Cultures, ije teridah makana Batak merupakan kelompok suku bangsa. Bali ras sebuten Dayak. Tersurat ibas Ensiklopedi Indonesia kerna bahasa BATAK…terbagi dalam logat khusus, y.i. logat Ang

Hans Westenberg

Gambaran Ringkas tentang keluarga Westenberg Negel dan Westenberg Westenberg Ditulis oleh Juara R. Ginting  Pada tahun 1904, Belanda mencaplok 'Simalungun en Karolanden' sebagai bagian 'De Resident van Ooskust van Sumatra' (Provinsi Pantai Timur Sumatra) yang beribukota di Medan. 'Simalungun en Karolanden' dipimpin oleh seorang controleur dengan ibu kota Seribu Dolok. Sebelumnya, daerah Simalungun dan Karo ini disebut dalam laporan-laporan Belanda dengan istilah Zelfstandige Bataklanden (Batak Berdiri Sendiri/Batak Merdeka) karena dianggap bagian wilayah Bataklanden tapi tidak termasuk 'De Resident van Bataklanden' atau nanti bernama De Resident van Tapanoeli. Yang dikatakan 'Simalungun en Karolanden' sebenarnya terbatas pada Simalungun Atas dan Karo Gugung. Simalungun Bawah dan Karo Jahe telah duluan menjadi bagian 'De Resident van Ooskust van Sumatra'. Sebagian Simalungun Bawah dianggap bagian dari Sultan Asahan dan seb

Dokan

  Dokan c. 1903 - 1920 Charles KLEINGROTHE Germany, Photographer Movements: worked Singapore 1889 worked Indonesia 1889-c.1925 J.B OBERNETTER MÜNCHEN Printmaker Source : National Gallery of Australia