Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2012

Toto Perjuma (Doa Petani - Farmers prayer)

Lagu "Toto Perjuma" ini dibawakan dengan alat musik tradisional dan modren serta dibalut irama jazz. Lagu "Toto Perjuma" diciptakan oleh   Jenda Bangun. Tayangan ini diawali kata pembuka dari almarhum Ben Pasaribu diikuti "surdam" Anton Sitepu , vokal Jenda Bangun , "kecapi" Pulumun Ginting , "sarune - kibot" Hendrik Peranginangin dan "gendang" Winarto . Lokasi di Barusjahe Tanah Karo Sumatera Utara.

Karo Gendang

Gongs of the Karo Gendang The Karo gendang sarunei is generally played by a sarunei, two gendang, and two gongs, a very large one called gung and a very small one called penganak, the latter being derived from 'anak', meaning 'child'. To name the smallest instrument within a set of instruments as anak/child is very common, not only within the Batak terminology but also in other Indonesian cultures. To give some examples of size, some gung measured 100, 68 and 60 cm in diameter, while the penganak measured 18, 16 and 15 cm. Two examples of rhythmic patterns, generally used for slow and fast tempi respectively, are given here: Karo Gendang The music is played by two drummers on two gendang called gendang anakna ("child" gendang) and gendang indungna ("mother" gendang). The gendang anakna is actually a pair of drums, consisting of a main drum, baluh, and a small drum, gerantung ("hanging"), which is attached to

Anak Desa Jadi Profesor, Profil Prof.Dr.Ir.Meneth Ginting, MADE

  Prof.Dr.Ir.Meneth Ginting, MADE CAWIR PURNABAKTI GURU BESAR 1. Anak Desa Jadi Profesor Pak Meneth Ginting yang telah menjadi Guru Besar (Profesor) tahun 2002 dan dikukuhkan tahun 2003, lulus Sarjana (S1) dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), S2 dari Australian National University (ANU) Canberra dan S3 diperoleh dari Institut Pertanian Bogor. Banyak jabatan yang telah dipegang Pak Meneth Ginting (lihat Curriculum Vitae), sebelumnya beliau pernah menjabat Ketua Survey Agro Ekonomi Indonesia (SAEI) Sumatera Utara, Penasehat Bappedasu, Risearch Fellow Asian Studies Australian National University (ANU) Canberra, Deputy Ketua Tim Pembangunan Desa Pantai Sumatera Utara, Ketua Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) USU, Dekan Fakultas Pertanian USU dan Bupati Kabupaten Karo. Jabatan beliau sekarang adalah : (1) Dosen Tetap Fakultas Pertanian USU, (2) Dosen Pascasarjana Agribisnis Fakultas Pertanian USU, (3) Dosen Pascasarjana Jurusan Perencan

Buku Telepon Brastagi (1949)

Telepon Brastagi Kantor Brastagi - Kantor Cabang Kabanjahe Edisi Januari 1949 Telah diperbarui 20 Desember 1948 Telefoongids Brastagi :

Kuda Terbaik Ada di Karo (1905)

Penunggang Kuda di Kabanjahe         Karo Batak ruiters op Batakkers bij Kabandjahe Date      1910-1920 Source  :  Tropenmuseum Author  Unknown Angka-angka yang berasal dari tahun1905 : Afd Simeloengoen en Karolanden : Kuda : 3200,  Sapi : 6300,  Kerbau : 8800 Onderafdeelingen Toba en hoogvlakte van Toba  : Kuda :10000,  Sapi : 3400,  Kerbau :  7300 De Zuidelijke Batak Sipirok, Angkola, Mandaïling  : Kuda : 2500, Sapi : 8000, Kerbau : 6600 Padang Lawas  : Kuda : 1100, Sapi : 2300, Kerbau :  19600 Dengan budidaya yang masuk akal dan perawatan yang tepat, tidak akan hanya bertambah lebih besar (seperti banyak ternak, terutama di Batak Selatan dan Padang Lawas), tetapi juga berkembang biak lebih baik. Yang terakhir ini berlaku khususnya pada kuda-kuda. Dikembang biakkan keturunan yang unggul dan namun jumlahnya terus menurun. Kuda-kuda terbaik dirawat oleh orang  Karo , anak kuda (bibit) yang terbaik berasal dari  Tanah Karo  (Karolanden)

Karo dalam Catatan : Neerlandia. Jaargang 13

Foto-foto dari catatan Belanda di dalam buku : Neerlandia. Jaargang 13 sumber : Neerlandia. Jaargang 13. V/h Morks & Geuze, Dordrecht 1909 Sumber laman :  dbnl.org   Guru di sekolah-sekolah misi Tanah Karo.  Barisan depan dan belakang adalah orang Karo.  Para guru  yang di tengah adalah  orang Minahasa  kecuali No. 4 adalah Guru dari Toba. (Dicatat oleh misionaris E. J. van den Berg.) Inlandsche onderwijzers op de zendingsscholen in het Karoland. De voorste en achterste rij zijn Karo-Bataks. De onderwijzers in het midden zijn Minahassers, behalve No. 4 rechts. Dit is een Bataksche onderwijzer uit Toba. (Opgenomen door den zendeling E.J. van den Berg.) Jembatan sementara di atas Laoe Biang di Kan Dibata (dataran tinggi Karo). (Dicatat oleh misionaris : E. J. van den Berg.) Tijdelijke brug over de Laoe Biang bij Kan Dibata (Karo-hoogvlakte). (Opgenomen door den zendeling E.J. van den Berg.) Rumah dari misionaris Boeloe

Tari Karo dalam "Dances of The South Pacific"

Video ini adalah bahagian dari Film berjudul : " Dances of The South Pacific " (mulai pada menit ke 13.18). "Dances of The South Pacific" berdurasi 16.42. This movie is part of the collection:  University of Pennsylvania Museum of Archaeology and Anthropology Films .  Source :   Dances of The South Pacific Producer:  Mrs. C. W. Hacker, Mrs. J. Shipley Dixon Audio/Visual: silent, b&w Tanggapan bang Juara Ginting di FB Group Jamburta Merga Silima : Juara R Ginting   Aku coba mereka-reka ini acara apa atau skenarionya apa. Akhirnya aku membuat dugaan bahwa ini bukan acara apa2 tapi atas permintaan pembuat film dibuatkan sebuah performance. Secara antropologis (antropologi visual atau antropologi pertunjukan) ini menarik bagaimana penduduk setempat di jaman tertentu merespon permintaan dari luar seperti halnya perekaman foto atau audio atau audio visual (bersambung) 3 hours ago  ·  Unlike  ·  2 Juara

Karo dalam Film Dances of The South Pacific

This movie is part of the collection: University of Pennsylvania Museum of Archaeology and Anthropology Films . Source :   Dances of The South Pacific Producer: Mrs. C. W. Hacker, Mrs. J. Shipley Dixon Audio/Visual: silent, b&w Shotlist Edited travelogue with narrative titles "...taken from Mrs. Hacker's Travel films." (Later remarried, Mrs. J. Shipley Dixon). Apia British Samoa (complete) Nukalofa-Friendly Island (dance after Flying Foxes) Fiji War Dance (from Fiji part) Bali Temple Dance (after dancers dressing) Sumatra Batak Dancers Ceylon Devil Dance

Dr. M. Amir dan Revolusi Sumatera Timur

Dr. Mohammad Amir: Tragedi Seorang Tokoh Pejuang Gerakan Kebangsaan Indonesia Di Sumatera Timur Oleh : Harsja W. Bachtiar (Universitas Indonesia) (Dikutip dari laman :  Sejarahkita.blogspot.com ) Riwayat yang disampaikan di bawah ini adalah riwayat seorang pemuda Minangkabau yang bejiwa kebangsaan Indonesia dan dalam masa gerakan kebangsaan menjadi seorang cendekiawan dan tokoh politik di daerah Sumatera Timur bahkan ikut mewakili Sumatra dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan meletakkan dasar-dasar negara Republik Indonesia di Jakarta. Akan tetapi akhirnya, antara lain, karena istrinya orang Belanda dan dia sendiri kemudian tidak dapat mengendalikan semangat perjuangan menggelora dari penduduk yang ikut dibangkitkannya dalam usaha mengadakan perombakan tatanan masyarakat di daerah Sumatera Timur, tokoh ini terpaksa meminta perlindungan, pada pihak lawan, penguasa Inggris dan Belanda di Medan, yang dapat ditafsirkan sebagai pe

Trailer Game Inganta Landek

Game "Inganta Landek" oleh Dwi Agnes Natalia Bangun, S. Ds. Program Magister Game Animasi dan Digital Media Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB 2011 Selengkapnya dapat dilihat di laman berikut : Karo Dance Game

Karosiadi 1940

Potongan video di atas adalah wajah Karo dalam Filem : Gripsholm Cruise 1940 II (1940) . Filem ini adalah film bisu (tanpa suara). Selengkapnya di : Karo dalam filem Gripsholm Cruise (1940) .

O, Taneh Karo Simalem (Rudang Group)

O, Taneh Karo Simalem,  dinyanyikan oleh Rudang Group.  Syair/lagu : Djaga Depari. Lukisan-lukisan di dalam video ini adalah karya P.A.J. (Pieter Adriaan Jacobus) Moojen yang dilukis pada tahun 1916. (lihat di link berikut :  Pieter adriaan jacobus melukis karo )

Selamat Ginting, Marhaenis Dari Tanah Karo

Penulis : Hiski Darmayana* Tanah Karo, sebagai wilayah yang menjadi basis kekuatan politik Marhaenis, pernah melahirkan seorang tokoh yang konsisten memperjuangkan ideologi Marhaenisme dalam tiap langkah perjuangannya. Sejak era kolonial Belanda hingga zaman de-Soekarnoisasi Orde Baru, tokoh yang satu ini tetap teguh berjuang dibawah ‘panji’ Marhaenis. Selamat Ginting, nama tokoh ini, yang juga dikenal dengan nama Kilap Sumagan. Lahir pada 22 April 1923, Selamat Ginting telah memiliki concern yang besar terhadap dunia pergerakan nasional ketika  masih berusia remaja. Ketika beliau  sedang menempuh pendidikan menengah di zaman kolonial (HIS), ia telah mengamati kiprah berbagai organisasi pergerakan yang bertendensi nasionalis kerakyatan, seperti Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), Partai Indonesia (Partindo), dan Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Setamatnya dari HIS, Selamat  meneruskan pendidikan di Sekolah Ekonomi  Kayutanam, Sumatera Barat.  Pada saat yang bersamaan,

Catatan Jules Claine Ketika Mengunjungi Karo di Tahun 1890

Catatan perjalanan Julies Claine ke Tanah Karo pada tahun 1890 Dalam buku Seaman Missions Downs Work Ship Batak-Karo Men Women Village oleh Jules Claine halaman 335 yang diterbitkan pada tanggal 12 September 1891 diceritakan sekilas perjalanan Jules Claine ke daerah Tanah Karo. Kala itu Jules Claine masih berumur 35 tahun. Tulisan berikut ini menjadi gambaran keadaan masyarakat Karo saat itu : Julies Claine meninggalkan Paris di bulan Mei 1890, dan tiba di Singapura sebulan kemudian. Lalu ia menuju Pulo Penang dan mengurus perjalanan untuk menuju Sumatra. Ia tiba di Deli. Lalu ia menghubungi penguasa Belanda kala itu untuk mendapatkan gambaran kehidupan masyarakat lokal dan memutuskan memasuki dataran tinggi Tanah Karo. Mula-mula ia menuju Djinkem . Ia menunggu beberapa hari sampai kurir yang telah berangkat kembali. Ia menanti ijin memasuki dataran tinggi Karo, dan tentunya adanya jaminan keselamatan selama berada di wilayahnya. Pembawa pesan akhirnya kembali bersama

Tradisi Mengikir Gigi

Meißeln, Feilen und Schwarzfärben der Frontzähne bei den Batak in Sumatra / Indonesien Von Achim Sibeth Karo-Frauen mit Ohrschmuck padung-padung, Indonesien, Sumatra, Karo-Hochfläche, um 1910. Köln: Rautenstrauch-Joest-Museum, Historisches Fotoarchiv. Fotograf unbekannt   Das Meißeln, Feilen und Schwarzfärben der Frontzähne war bei mehreren ethnischen Gruppen Indonesiens früher üblich. Dieser Brauch ist unter anderem von den Bewohnern der westlich vor Sumatra liegenden Inseln Siberut und Mentawai sowie den Toraja auf Sulawesi bekannt. In diesen Regionen wurde diese „Zahnbehandlung“ fast oder ganz aufgegeben, auf Bali ist Zahnfeilung hingegen bis heute weit verbreitet. Auch bei den Karo- und Toba-Batak wurden früher Zähne gemeißelt. Bereits Ende des 19. Jahrhunderts ließen nur noch wenige Batak diese schmerzhafte Prozedur im Geheimen (Heyting 1897: 295) über sich ergehen – nicht mehr jedoch während einer großen Initiationszeremonie, zu der die ganze Verwandtschaft ei