Skip to main content

Posts

Showing posts from 2011

Gua Umang atau Batu Kemang oleh J.H Neumann

Batoe Kemang atau Gua Umang , Siboelangit, 1906 Salah sada dokumen emekap tulisen Pandita JH Neumann tahun 1905, kira kira seratus enem tahun si lewat, judulna “Rumah Umang” (Gua Kemang).  I ja kin rumah umang, janah kai kin umang? Adi nina tua tua kalak Karo, umang emekap sejenis mahluk halus si mirip ras jelma tapi belinna kira kira seperempat belin jelma biasa. Erdalan mungkuk janah tukul tukulna arah lebe, kambal kambalna ngala ku pudi. Umang beluh ngelimun (menghilang), emaka labo teridah adi lakin dua lapis pengenen matanta, pala ate umang kin encidahken bana. Nina kin kunu (konon), nai nai pernah nge anak kuta sekitar Sibolangit babaken umang. Kenca bene kira kira dua minggu, rempet ia seh i darat kuta. Orang tua, kade kade ras pe anak kuta enggo latih daram daram ise pe la ngidahsa sepulu telu wari dekahna. Emaka nuri nuri me si bene enda ndai maka mbaru denga ia ndahi kerja kerja meriah i sada kuta si sehkal jilena. Erkata gendang, suari berngi, landek lande

Musikalisai Puisi dari Antologi Puisi "Pincala"

~ Musikalisasi Puisi Pincala (Dinyanyikan oleh Tio Fanta Pinem) pincala... pincala... pincala... pincala... Leben tek matawari pultakna erpagi-pagi maka aku tek mentas berngi gindar wari perdateken wari-wari dage berkat lampasi mulih karaben bage dapet ingan erberngi

Sastra Etnis oleh Tariganu

Sastra Reboan pada 27 April 2011. Malam istimewa di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan. Di antara berbagai karya yang diperdengarkan, karya sastra etnis yang diperkenalkan pada acara ini adalah “Pincala” dan “Bunga Dawa” karya Tariganu, 73, penyair  Tanah Karo, yang dipandu oleh Dorsey Silalahi dan Hujan. Hujan mewakili generasi muda Karo memaparkan bagaimana buku ini sangat penting terutama bagi mereka di mana banyak bahasa filosofi dan puisi yang kurang dimengerti, maka dia terpanggil utk menggarap buku ini agar bisa menjadi inspirasi, tidak hanya komunitas Karo tetapi juga komunitas lainnya. Tariganu yang juga pelukis ini menulis puisi sejak tahun 50an, menerjemahkan puisi Chairil Anwar dan Amir Hamzah ke bahasa Tiongkok, pernah tinggal di Tiongkok saat menjelang zaman peralihan terjadi di Indonesia, sempat mengajar sastra Cina di UI dan mendirikan Yayasan Bengkel Sastra 78.

Antologi Puisi "Bunga Dawa" (Pincala II) oleh Tariganu.

Tariganu atau Usaha Tarigan B uku yang memuat 296 puisi berbahasa Karo ini adalah manifestasi masterpieces seorang pemerhati sekaligus pewaris budaya leluhur. ke- 296 puisi yang ditulis oleh Tariganu ini juga sebuah bentuk perlawanan melawan lupa terhadap nila-nilai adiluhung yang pernah diwariskan leluhur kepada kita. Usahanya dalam menggali kembali dan meletakkan bahasa yang sempat dilupakan oraang kini berdasarkan nilai fungsi, patut mendapatkan apresiasi oleh tidak hanya komunitas Karo, namun juga secara luas di tingkat kebangsaan. Lahirnya buku ini menandakan kelahiran kembali spirit eksistensi culture-nature dalam khasanah sastra modern. Tariganu, atau Drs. Usaha Tarigan lahir di dataran tinggi Tanah karo tahun 1938. Ipetayoken (Upacara mandi pertama di sungai waktu berusia 7 hari). Tergelar Usaha Kita, merga Tarigan, bere Ginting, kempu Purba, binuang sinulingga, kampah Ketaren, soler Sitepu. Pendidikan terakhir di Universitas Peking (RRC) dan Universitas Indonesia

Refleksi Antologi PUISI "PINCALA" karya TARIGANU

Usaha Tarigan atau Tariganu A ntologi puisi "Pincala" karya Tariganu, yaitu suatu karya yang afirmatif dengan kebebasan par-excellence mengeksplisitkan kebebasan par-excellence mengeksplisitkan status ontologism manusia sebagai suatu aktus kesadaran vis a vis dengan dunia realitas. Pincala adalah representasi dari manusia tangguh sekaligus suatu tema sentral dalam mengungkapkan misteri manusia. Pincala, sebuah nama mengacu kepada burung bersuara merdu memiliki kekuatan dasyat, syarat visi dan artikulatif tentang takdir dan masa depan. Panen dan kelimpahan, bisikan tentang masa depan tersuarakan. Pincala analog dengan Hermes, duta penguasa Olympus yang mewartakan pesan kepada manusia merupakan wacana bagi media interpretasi sekaligus sebagai sarana ekspresi pengarang dalam pergumulannya dengan realitas. Melalui Pincala Tariganu mengartikulasikan kebebasan dengan nuansa universalitas serta memposisikan ontologis kehendak sebagai dasar pemahaman manusia yang tertua

“Pasar Baru” Menuju Kabanjahe Menghantarkan Dunia Baru

Bis milik Deli Spoor di Brastagi Autobus van de Deli Spoorweg Maatschappij bij Brastagi Date 1900-1940 Source Tropenmuseum S ampai tahun 1909, diperlukan setidaknya 3 hari untuk pergi dari Medan ke dataran tinggi di utara Danau Toba. Biasanya perjalanan dimulau dengan kereta api sampai Deli Tua, dilanjutkan dengan kereta sampai perbatasan perkebunan Belanda, kemudian jalan kaki sampai Buluh Hawar, kantor pusat misi (missionaris) Belanda, dan akhirnya sampai di pintu dataran tinggi di Cingkem. (1) Tahun 1906, pemerintah Kolonial memulai pembangunan sebuah jalan menuju Kabanjahe di dataran tinggi melalui Arnhemia, Sibolangit, Bandar Baru dan Brastagi. Jalan itu selesai 3 tahun kemudian, dan Kabanjahe pun hanya beberapa jam perjalanan mobil jaraknya dari Medan. Pekerja-pekerja pembangunan jalan di Karo Wegaanleg door koelies naar de Karohoogvlakte, Sumatra Source Tropenmuseum Pembangunan jalan di Tanah Karo Arbeiders werken aan de aanleg van wegen in d

DATUK BADIUZZAMAN SURBAKTI, 25 TAHUN MEMIMPIN PERANG SUNGGAL (1872-1895)

Pada tanggal 15 Mei 1872, telah terjadi peperangan antara Rakyat Sunggal (Serbanyaman) dengan tentara kolonial Belanda yang dapat dianggap berakhir pada tahun 1895, dengan dibuangnya Datuk Badiuzzaman Surbakti ke Cianjur, dan Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti ke Banyumas (Besluit No.3 tanggal 20 Januari 1895, pembuangan seumur hidup). Wilayah Kedatukan Sunggal dahulu terletak di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara). Ada dua anggapan tentang sebutan nama perang ini , bagi masarakat Melayu yang mendiami Sunggal dan suku Karo yang mendiami hulu pegunungan Sunggal menamakan perang ini dengan nama “PERANG SONGGAL’ (Prof DR.P.J.Veth, “Het Landschap Deli”,TKAG.II hal 162-165), sedang bagi sarjana Belanda menyebutkan perang ini dengan nama “Batak Oorlog” karena medan pertempurannya kebanyakan berada diwilayah pegunungan yang didiami oleh suku Batak Karo. Perang ini termasuk perang besar di Hindia Belanda ,sehingga dikeluarkan medali khusus untuk itu, ini da

Perang Sunggal, Perang Terlama di Indonesia

Makam Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti di Cianjur Jawa Barat.  Makam ini seharusnya ada di Taman makam Kali Bata. Bila General Mac Arthur berkata : ‘We may lose in this battle but never in the war’. Pejuang Karo berkata : Namo Banci Jadi Aras, Aras Banci Jadi Namo (Hari ini kita kalah lain waktu kita akan menang) USUL PAHLAWAN WASPADA Online Oleh Prof. H. Ahmad Samin Siregar Menurut rencana, pada 27 Juni 2004, Minggu ini, di Medan akan dilaksanakan satu seminar dengan judul 'Perang Sunggal (Batak Oorlog 1872-1895), Perang Rakyat Menolak Penjajahan'. Seminar ini dilaksanakan atas kerjasama di antara Lembaga Pengembangan dan Pembinaan Kebudayaan Masyarakat Sumatera Utara (Legenda Sutra), Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) Kota Medan, dan Lembaga Ulon Janji Keluarga Besar Kedatukan Sunggal Serbanyaman. Tujuan seminar ini adalah untuk mengungkapkan latar belakang, kejadian yang berlaku, dan kepahlawanan dalam

Dari Garam, Kuda Hingga Politik Candu

Pemakai candu/opium di Karo       Een opiumschuiver, Karolanden, Noord-Sumatra Date       : 1914-1926 Source  :  Tropenmuseum Author  :  T. (Tassilo) Adam (Fotograaf/photographer). Pembawa garam di Karo Een zoutdrager van Karo-Batak afkomst, Noord-Sumatra Date       :  1914-1918 Source  :  Tropenmuseum Author  :  T. (Tassilo) Adam (Fotograaf/photographer). K etika kontrolir Belanda pertama, Cats Baron de Raet , mulai bertugas di Deli tahun 1864, perdagangan dengan wilayah pedalaman boleh dikatakan mandek. (1) Kelihatannya memang tahun-tahun sebelumnya orang-orang Dusun dan dataran tinggi menjadi korban kekerasan, pencurian barang dagangan mereka atau syarat perniagaan yang tidak cocok yang diberlakukan oleh Sultan. Di lain pihak,  sejumlah pedagang pesisir dikabarkan dibunuh atau diberlakukan dengan buruk di pegunungan. ( Catatan : dusun = lereng gunung; kuta yang dibuka oleh sekelompok penduduk yang berasal dari sebuah kut

Sumpah Karolina

jika jantung ini sesaat tanpa detak bukan karena ragaku sekarat sorot tajam mata elangmu betapa mengalahkan hujaman sipiso-piso pada kerasnya karang hatiku jika hujan panas dan topan mampu melapukkan kokohnya si waluh jabu namun anyaman cinta yang tersulam perlahan tak akan rentan oleh kejamnya jaman seperti sumpah yang terucap agar diri jauh dari la eradat dan diantara dogma yang tergenggam erat rengkuhanmu adalah hidupku sepanjang hayat (Dewi Maharani) SUMPAH KAROLINA PENERBIT : GALLERY ILMU HARGA : RP. 37.500 Berdasar skenario “ Oh. Impal…” karya Agung Waskito & El Manik, dinovelkan oleh Dewi Maharani. “Satu hal yang harus kam ingat, aku ini orang Karo, dan aku beru Ginting!! Aku tak akan pernah melanggar sumpahku pada Ibu kandungku sendiri !!” Meskipun sangat tidak setuju dan ingin sekali mengutarakan kebenaran, Karolina terpaksa harus bungkam. Kebenaran akhirnya memang terungkap. Nande , Ibunya, yang dianggap la erada

Padung-padung

Perhiasan perempuan Karo jaman dulu salah satunya adalah bernama "Padung-padung." Anting-anting yang terbuat dari perak dan terkadang emas ini panjangnya berkisar 15,5 cm. (sumber klik ) dan beratnya berkisar 2 Kg (sumber klik ). Namun karena disangkutkan juga ke tudung atau kain penutup kepala, maka beban telinga jadi berkurang. Berikut foto-foto serta pemakaiannya :  

Video : "Mencangkul" di Tanah Karo (1925)

Persiapan lahan tanah dengan menggunakan tongkat runcing. Primitieve oorspronkelijke grondbewerking met puntige stokken Bij de Bataks was een groot deel van de bewerking van de (sawah)gronden in handen van de vrouwen. De tamelijk dichtbevolkte Batakhoogvlakte was al in de 19e eeuw grotendeels ontbost, zodat ladangbouw er niet meer mogelijk was. De rijst teelt werd hier dan ook grotendeels op sawahs bedreven. Voor grondbewerking had men vaak buffels (karbouwen) die een ploeg trokken of de al natte grond met hun poten tot een gelijkmatige brei omwoelden. Waren er geen buffels (of waren de regens laat), dan werd de grond met de hak bewerkt. Op Sumatra sprak men van 'tjankollen' (van cangkul), op Java (meestal) van 'patjollen' (pacul). (P. Boomgaard, 2001). Tjangkollen door vrouwen, Karo-Hoogvlakte date : 1914-1919 Source : Tropenmuseum

Foto Berwarna Karo Siadi (1930)

Bila selama ini kita selalu menemukan foto-foto hitam putih akan keberadaan masa lalu masyarakat Karo, maka kali ini dapat dilihat dalam foto-foto yang berwarna. Tehnik  untuk menghasilkan foto berwarna awalnya dikenal dengan sebutan Autochrome process. Dan teknik ini telah ditemukan sejak tahun 1907 walau dengan biaya mahal dan warna belum begitu sempurna. Dalam majalah  National Geographic   Febuari 1930 , ditemukan foto-foto berwarna masyarakat Karo yang dihasilkan dengan memakai lensa positif Autochrome oleh W. Robert Moore . Berikut foto-foto dan keterangannya : A young Karo woman sits on a rock, dressed in traditional clothing. Location:              Sumatra, Indonesia. Photographer:  W. ROBERT MOORE/National Geographic Stock Dignity distinguishes the Karo Girl. This young woman has a clear complexion, large brown eyes, and regular features, but her mouth has been marred by the chipping or filing of her teeth to the level of her gums. She wears a costume of

Karo Tahun 1920 dalam Majalah National Geograpic (bagian 3)

A Sumatran family stands outside their large communal house. Location:              Kampong Kinalang, Sumatra, Indonesia. Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock Perhatikan atap jerami tertambat, membangkitkan ingatan vila-vila batu di Swiss. Banyak rumah di desa-desa Sumatera berkarakter komunal, tiga atau empat keluarga yang tinggal di tempat tinggal yang sama. Di tempat-tempat di mana penduduk asli telah melakukan kontak dengan Belanda, interior rumah mereka tanpa peralatan modren, seperti tempat tidur, bantal, dan kanopi. Namun rumah-rumah ini lebih nyaman dibandingkan dengan setiap orang lain di Hindia Belanda. Note the means by wich the thatched roof is anchored, awakening recollections of the stone-weighted chalets of Switzerland. many of the houses in Sumatran villages are communal in character, three or four families living in the same dwelling. In places where the natives have come in contact with the Dutch, the interiors of their homes are n

Karo Tahun 1920 dalam Majalah National Geographic (bagian 2)

Perempuan membantu membangun Women help build a structure around a Sumatran (KARO) village. Location:              Sumatra, Indonesia. Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock Seorang perempuan muda Sumatera (KARO) membawa sebuah kemasan di kepalanya. A young Sumatran (KARO) woman carries a bundle upon her head in the street. Location:              Sumatra, Indonesia. Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock I bu muda Sumatra (KARO) selalu mengenakan anting-anting perak. Much significance attaches to the wearing of earrings in the island. Young girls wear them or not, as they choose. Upon marriage the bride must wear the big silver buttons, much after the fashion of our wedding rings. After the birth of the first child or when five years have elapsed, she must remove them. The sagging, buttonless ears of the old women are among their ugliest features. A Sumatran (KARO) woman walks along her bamboo porch. Location:  

Karo Tahun 1920 dalam Majalah National Geographic (bagian 1)

Majalah National Geographic  pernah memuat tulisan, "By Motor Through The East Coast and Batak Higlands of Sumatra" yang ditulis oleh Melvin A. Hall. Majalah ini adalah volume XXXVII Januari 1920 .  Melvin menembus Sumatera menuju Dataran Tinggi Tanah Karo dengan sepeda motornya. Berikut ini 28 foto yang dimuat dalam edisi tersebut. Foto-foto ini adalah hasil jepretan Melvin A. Hall sepanjang perjalanannya, berikut urutan fotonya dan beberapa kalimat tanggapan Melivin A. Hall : Majalah  National Geographic   volume  XXXVII Januari 1920 . A Sumatran caravan makes its way through the highlands Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock Iringan angkutan memasuki dataran tinggi, di latar belakang terlihat Gunung Sibayak yang merupakan salah satu gunung berapi.  Jalan yang baik hampir tidak dikenal di wilayah sentral sumatra, tapi sepanjang kedua pantai timur dan barat ada dapat ditemukan jalan raya seperti ini, mobil dan motor tidak lagi me

Upacara Muncang di Dusun Namo Rindang, Kec. Sibiru-biru, Kab. Deli Serdang

Oleh Cox Haleluya Dusun Namo Rindang, Desa Mbarue, Kecamatan sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang mengadakan ritual muncang yang diadakan di Balai Desa Mbarue pada hari Jumat (28/10/2011). Acara Muncang ini merupakan sebuah upacara ritual yang dilakukan sebagai wujud penghargaan kepada leluhur kampung dan juga sebagai ajang membersihkan kampung dari roh-roh jahat. Kegiatan ini dilakukan warga setelah mengadakan rapat desa karena adanya seorang warga yang mengaku mendapat perintah dari leluhur mereka melalui mimpi agar melakukan upacara ritual ini. Mereka menamakan leluhur mereka tersebut dengan sebutan Datuk. Sebelum upacara dimulai warga terlebih dahulu membersihkan makam leluhur yang terletak di kawasan desa tersebut. Setelah itu warga bersama-sama menuju makam dan mengelilingi makam sambil menarikan dikkar , sebuah tarian masyarakat Karo yang gerakannya seperti gerakan silat dan dipimpin oleh 2 orang guru , sebutan bagi seseorang yang menjadi mediator antara ro

Kuta Kalak Karo

Pengangkatan Sibayak Sarinembah

Pengangkatan Sibayak Sarinembah, November 1926. Sumber foto : Tropenmuseum Tamu dari Eropah saat pengangkatan Sibayak Sarinembah Tamu pesta dengan latar belakang gunung Sinabung (Feestgangers tijdens de benoeming van de Sibayak van Sarinembah, met op de achtergrond de vulkaan Sinabung) Seorang pawang hujan selama perayaan untuk menandai pengangkatan Sibayak Sarinembah (Een regenbezweerder tijdens de feesten ter gelegenheid van de benoeming van de Sibayak van Sarinembah) Pidato oleh inspektur upacara saat Pengangkatan Sibayak Sarinembah. (Toespraak van de controleur tijdens de benoeming van de Sibayak van Sarinembah)

Perkawinan Putra Sibayak Lingga

Perkawinan Putra Sibayak Lingga, 18 April 1927. Sumber foto : Tropenmuseum Saat pernikahan  ditampilkan si Gale-gale dari Toba Tijdens het huwelijksfeest van de zoon van de raja van Lingga geven marionetten uit Toba een voorstelling, Karo, Noord-Sumatra Een boeienkoning danst tijdens het huwelijksfeest van de zoon van de raja van Lingga, Karo, Noord-Sumatra Guru-guru Karo dengan tongkatnya di pernikahan anak Sibayak Lingga Karo-goeroe's met toverstaven geven een presentatie tijdens het huwelijksfeest van de zoon van de raja van Lingga, Karo, Noord-Sumatra Pa Sendi dan keluarga berada dalam panggung/tenda khusus  Het huwelijksfeest van de zoon van de raja van Lingga wordt gevierd in een bruiloftstent, waarin het bruidspaar Pasendi in de opening is te zien, Karo, Sumatra Pa Sendi, Sibayak Lingga berserta istri dan keluarga Date : 1914-1919 Source  : Tropenmuseum Author  : T. (Tassilo) Adam (Fotograaf/photographer).