Oleh Cox Haleluya
Dusun Namo Rindang, Desa Mbarue,
Kecamatan sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang mengadakan ritual muncang yang diadakan di Balai Desa Mbarue pada hari Jumat
(28/10/2011).
Acara Muncang ini merupakan sebuah upacara ritual yang dilakukan
sebagai wujud penghargaan kepada leluhur kampung dan juga sebagai ajang
membersihkan kampung dari roh-roh jahat. Kegiatan ini dilakukan warga
setelah mengadakan rapat desa karena adanya seorang warga yang mengaku mendapat
perintah dari leluhur mereka melalui mimpi agar melakukan upacara ritual ini.
Mereka menamakan leluhur mereka tersebut dengan sebutan Datuk.
Sebelum upacara dimulai warga
terlebih dahulu membersihkan makam leluhur yang terletak di kawasan desa
tersebut. Setelah itu warga bersama-sama menuju makam dan mengelilingi makam
sambil menarikan dikkar, sebuah tarian
masyarakat Karo yang gerakannya seperti gerakan silat dan dipimpin oleh 2 orang
guru,
sebutan bagi seseorang yang menjadi mediator antara roh leluhur dengan
masyarakat. Selama kegiatan berlangsung musik tradisional Karo selalu
mengiringi, karena menurut mereka musik merupakan sebuah syarat agar ritual ini
dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Setelah acara mengelilingi makam
selesai, warga pun kembali ke balai desa dan mengadakan acara erpenungkuni,
dimana dalam acara ini memiliki konsep seperti konsultasi antara warga dengan
sang guru yang sudah dimasuki oleh roh leluhur. Kebanyakan dari warga yang
berkonsultasi meminta solusi atas
permasalahan hidup seperti penyakit yang diderita dan juga menanyakan tentang
peruntungannya.
Kemudian upacara dilanjutkan
dengan acara puncak, yaitu ritual Jogal, sebuah ritual
mengelilingi kampung dalam rangka mengusir roh-roh jahat yang ingin mengganggu
kampung dan juga menolak bala dan dipimpin oleh guru yang sudah dirasuki oleh
roh leluhur kampung. Pada dahulunya sebelum agama masuk ke daerah ini,
rombongan juga masuk ke dalam rumah warga. Namun setelah masuknya agama, ada beberapa warga yang menolak untuk
rumahnya dimasuki oleh rombongan jogal. Sehingga, panitia mengambil inisiatif
untuk mengadakan jogal hanya mengelilingi daerah desa saja. Rombongan berjalan
sambil terus meneriakkan “Halo Palopa !!” sebagai penyemangat
massa rombongan. Setelah itu upacara muncang pun berakhir.
Sinar Perangin-angin, salah
seorang tetua desa mengatakan bahwa upacara ritual ini seharusnya tetap
dilestarikan sebagai wujud penghargaan terhadap leluhur. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Jem Sitepu, seorang tetua yang dalam kegiatan tersebut menjadi
anak beru tertua. Kami pasti mendukung jika acara ini dilakukan, karena ini
merupakan wujud penghargaan kepada leluhur, ungkapnya mengakhiri wawancara
kami.
01 November 2011
Sumber : Kompasiana
Comments
tapi sayang sudah mulai dilupakan. seharusnya tidak demikian.
sayang sekali video yang ditampilkan tidak lengkap. kalau ada, mohon diemailkan kepada saya link downloadnya. terima kasih.
Mejuah-juah!