Skip to main content

Karo Tahun 1920 dalam Majalah National Geograpic (bagian 3)


A Sumatran family stands outside their large communal house.
Location:              Kampong Kinalang, Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
Perhatikan atap jerami tertambat, membangkitkan ingatan vila-vila batu di Swiss. Banyak rumah di desa-desa Sumatera berkarakter komunal, tiga atau empat keluarga yang tinggal di tempat tinggal yang sama. Di tempat-tempat di mana penduduk asli telah melakukan kontak dengan Belanda, interior rumah mereka tanpa peralatan modren, seperti tempat tidur, bantal, dan kanopi. Namun rumah-rumah ini lebih nyaman dibandingkan dengan setiap orang lain di Hindia Belanda.


Note the means by wich the thatched roof is anchored, awakening recollections of the stone-weighted chalets of Switzerland. many of the houses in Sumatran villages are communal in character, three or four families living in the same dwelling. In places where the natives have come in contact with the Dutch, the interiors of their homes are not without modren conveniences, such as beds, pillows, and canopies. These houses are more comfortable than those of any other people in the Ducth East Indies.

Native houses in Sumatra stand on stilts.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock
 All of the native houses of Sumatra (KARO) are perched on stilts, usually about six feet high.

This practice in home building suggest to some students of ethnology the thought that sumatrans were originally a maritime  and water loving people, who built their houses on posts in the water. They gradually migrated inland, first up rivers and streams, and finally into the interior.

A view of a communal houses in a Sumatran village.
Location:              Karo-Batak, Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Boys watch the grain fields and trigger a device when birds appear.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

A woman pounds grain with native Sumatran tools.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

A Sumatran man carries two pigs he recently purchased at the market.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Two Sumatran women walk with their children strapped to their backs.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Sumatran women sell fruits at the market.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

A car parks in the Sumatran jungle to observe the vegetation.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Women exchange goods at a Sumatran market.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Women buy and sell goods at a Sumatran market.
Location:              Sumatra, Indonesia.
Photographer:  MELVIN A. HALL/National Geographic Stock

Comments

Mejuah-juah!
Kalau dilihat photo-photo diatas, sepertinya menunjukkan aktifitas cukup sibuk di zamannya dan ini sebagai pertanda dan bukti bahwa daerah Karo itu telah maju di zaman itu.

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu