Nasehat-Nasehat
Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.
Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain:
Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken. Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas.
Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo, artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan kita (diri) sendiri atau Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat, artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi.
Beliden untungna si apul-apulen, asangken si juru-jurun artinya lebih banyak manfaatnya bila kita saling memaafkan, dari pada saling memojokkan, merendahkan.
Ula min kita pejengki-jengkiken, kalaklah min mujikenca. Janganlah sok hebat seperti seorang pahlawan, biarlah orang lain yang memujinya.
Ungkapan-Ungkapan
Dalam budaya masyarakat Karo, banyak ditemui ungkapan-ungkapan yang berfungsi sebagai kritikan, nasehat, maupun bersifat pengendalian sosial. Adapun ungkapan-ungkapan masyarakat Karo yang bermakna kepada pengendalian sosial antara lain:
Bagi kerbau gondok Limang, gedangsa tandok, tertatap lau meciho, terinem lau meggembor. Seperti Gondok (kerbau yang tanduknya melengkung ke bawah) Limang (nama desa di Kecamatan Tigabinanga) kepanjangan tanduk, terlihat air jernih, terminum air keruh). Diumpamakan kepada seorang yang sangat terlalu memilih calon istrinya, tetapi akhirnya istri yang didapatnya jauh dari seperti yang diharapkannya.
Bagi kerbo Penampen, ndekahsa natap, lupa nggagat. (Bagai kerbau Penampen, keasyikan memandang, lupa makan). Diumpamakan kepada seorang yang terlalu asyik memilih-milih, akhirnya tidak juga berhasil mendapatkan seperti pilihan hatinya.
Kedua perumpamaan ini diumpamakan kepada seseorang yang sulit atau tidak mau menikah. Yang pertama karena terlalu memilih, yang dapat bukan seperti yang diharapkannya sedangkan yang kedua, walaupun juga terlalu memilik namun tetap tidak berhasil memilih.
Bagi si nukur timbako itiga, lebe isesap maka itukur. (Seperti membeli tembakau di pasar, dicoba (test) dahulu baru di beli). Perumpamaan ini ditujukan kepada gadis, jangan seperti perumpamaan di atas, dirasai dulu baru dibeli, atau hamil dahulu baru dinikahkan.
Menang bas babah, talu bas perukuren (Menang dalam perdebatan, tapi kalah dalam perbuatan). Perumpamaan ini disindirkan kepada orang yang tidak mau kalah dalam perdebatan, walaupun dia tetap salah, atau tidak benar. Sementara lawannya yang kalah dalam perdebatan justru memang dalam berbuat dan bertindak.
Toto biang kupendawanen, mate kalak mate, gelah ia besur. (Seperti doa anjing ke kuburan, biar orang mati di sana, yang penting dia kenyang sendiri). Perumpamaan ini ditujukan kepada seseorang yang hanya mau menang sendiri, yang tidak pernah berpikir apakah perilakunya atau perbuatannya akan menyusahkan orang lain atau tidak, yang penting dia mendapat untung sendiri.
Ini hanyalah beberapa ungkapan masyarakat Karo yang mengandung unsur pengendalian sosial yang bersifat preventif, dalam bentuk ungkapan yang berisi peringatan, kritik, cemooh.
Sumber : DRS. PERTAMPILAN S. BRAHMANA, M.SI (library.usu.ac.id)
Comments