Skip to main content

Teater Tembut-tembut


Salah satu teater tradisional di Sumatera Utara yang cukup terkenal dalam konteks pariwisata global adalah tembut-tembut dari budaya Karo. Di Simalungun terdapat teater Toping-toping atau Huda-huda. Sementara dalam kebudayaan Melayu contohnya adalah bangsawan, tonil, dan sandiwara. Pada masyarakat Toba adalah Opera Batak.

Tembut-tembut di daerah Karo yang terkenal sampai sekarang adalah yang ada di daerah Karo yang terkenal sampai sekarang adalah yang ada di daerah Seberaya sehingga sering disebut tembut-tembut Seberaya. Tema ceritanya adalah hiburan bagi raja yang ditinggal mati anaknya.

Kapan terciptanya tembut-tembut Seberaya tidak dapat dipastikan secara tepat. Namun dapat diperkirakan berdasarkan tahun serta penyajiannya di Batavia fair yaitu tahun 1920. Berdasarkan tahun di atas, para informan memperkirakan terciptanya tembut-tembut adalah sekitar tahun 1915. Awalnya berfungsi hiburan.

Dalam arti digunakan untuk menyenangkan hati masyarakat yang menontonnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya penyajiannya digunakan dalam konteks upacara ndilo wari udan (upacara memanggil hujan). Kapan mulai pemakaian tembut-tembut dalam konteks ndilo wari udan pun tidak diketahui secara pasti.

Tembut-tembut Seberaya terdiri dari dua jenis karakter (perwajahan) yaitu karakter manusia dan karakter hewan. Karakter manusia terdiri dari empat tokoh (peran) yaitu satu bapa (ayah) satu nande (ibu), sat anak dilaki (putra) dan satu anak diberu (putri). Karakter binatang hanya mempunyai satu tokoh (peran) yaitu di gurda-gurdi (burung enggang).

Jalannya pertunjukan tembut-tembut adalah dimulai dengan membawa tembut-tembut serta kelengkapannya ke tempat penyajian. Di tempat penyajian masing-masing pemain memakai tembut-tembut dan pakaiannya sesuai dengan perannya masing-masing.

Selepas itu, pemimpin penyajian menyuruh pemain musik supaya memainkan gendang dengan ucapan : “Palu gendang enda” artinya “Mainkan musik.” Pemain musik memainkan gendang dan pemain tembut-tembut mulai menari. Posisi pemain tembut-tembut menari pada mulanya sejajar membelakangi pemain musik. Posisi ini dipertahankan hingga pemusik memainkan dua buah lagu yaitu lagu Perang Empat Kali dan lagu Simalungen Rayat.

Pada lagu ketiga , yaitu lagu kuda-kuda posisi penari mulai berubah, pola tarinya tidak mempunyai struktur yang baku dilakukan secara improvisasi. Penari yang memainkan karakter burung enggang selalu seolah-olah ingin mematuk tokoh (peran) anak diberu (anak perempuan). Penari yang berkarakter ayah berusaha menghalangi gangguan burung enggang tersebut. (sn)

Sumber: Harian Waspada
Etnomusikologian.wordpress.com

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu