Tariganu atau Usaha Tarigan |
Buku yang memuat 296 puisi berbahasa Karo ini adalah
manifestasi masterpieces seorang pemerhati sekaligus pewaris budaya leluhur.
ke- 296 puisi yang ditulis oleh Tariganu ini juga sebuah bentuk perlawanan
melawan lupa terhadap nila-nilai adiluhung yang pernah diwariskan leluhur
kepada kita. Usahanya dalam menggali kembali dan meletakkan bahasa yang sempat
dilupakan oraang kini berdasarkan nilai fungsi, patut mendapatkan apresiasi
oleh tidak hanya komunitas Karo, namun juga secara luas di tingkat kebangsaan.
Lahirnya buku ini menandakan kelahiran kembali spirit eksistensi culture-nature
dalam khasanah sastra modern.
Tariganu, atau Drs. Usaha Tarigan lahir di dataran tinggi Tanah karo tahun 1938.
Ipetayoken (Upacara mandi pertama di sungai waktu berusia 7 hari). Tergelar
Usaha Kita, merga Tarigan, bere Ginting, kempu Purba, binuang sinulingga,
kampah Ketaren, soler Sitepu. Pendidikan terakhir di Universitas Peking (RRC)
dan Universitas Indonesia. Selain menulis puisi, tariganu juga melukis dan
sempa menjadi dosen di almamaternya, UI.
Sejumlah tulisannya pernah dimuat dalam antologi puisi
tunggal maupun bersama. Antara lain: “Kemudikan Hari Menjadi Cerah”, Balai
Pustaka (1964), “Kumpulan Sajak-sajak Amir Hamzah dan Kumpulan Sajak-sajak
Chairil Anwar dalam bahasa Tionghoa”, Yayasan Kebudayaan Jamrud (1965),
“Anggrek Hitam”, (1971), “Elang” dan “Menghadap Matahari”, yayasan Bengkel Seni
(1981), “Tembang Negeri Hijau” kumpulan bersama Virga Bellan dkk (1986), “Ritus
Warna Ritus Kata” antologi bersama Adjim Arijadi dan Ajammudin Tifani, (1994),
penyantun “Tanah Perjanjian” karya Ajammudin Tifani (2005), “Kami Bicara”,
kembang setaman prosa dan puisi, bersama (LBH Jakarta 2006)
Buku ini dicetak dalam edisi luks, hard cover dengan
ketebalan 298 + xxiv halaman. diterbitkan oleh Yayasan Bengkel Seni ’78 bekerja
sama dengan Paguyuban Kebudayaan Rakyat Indonesia (PAKRI) DPD Sumatera Utara.
Sumber : HujanTarigan
Comments