Bis milik Deli Spoor di Brastagi
Autobus van de Deli Spoorweg Maatschappij bij Brastagi
Date 1900-1940
Source Tropenmuseum
|
Sampai tahun 1909, diperlukan setidaknya 3 hari untuk pergi dari Medan ke dataran tinggi di utara Danau
Toba. Biasanya perjalanan dimulau dengan kereta api sampai Deli Tua,
dilanjutkan dengan kereta sampai perbatasan perkebunan Belanda, kemudian jalan
kaki sampai Buluh Hawar, kantor pusat misi (missionaris) Belanda, dan akhirnya
sampai di pintu dataran tinggi di Cingkem. (1)
Tahun 1906, pemerintah Kolonial memulai pembangunan sebuah
jalan menuju Kabanjahe di dataran tinggi melalui Arnhemia, Sibolangit, Bandar
Baru dan Brastagi. Jalan itu selesai 3 tahun kemudian, dan Kabanjahe pun hanya
beberapa jam perjalanan mobil jaraknya dari Medan.
Pekerja-pekerja pembangunan jalan di Karo
Wegaanleg door koelies naar de Karohoogvlakte, Sumatra
Source Tropenmuseum
|
Pembangunan jalan di Tanah Karo
Arbeiders werken aan de aanleg van wegen in de Karolanden,
Noord-Sumatra
Date 1914-1919
Source Tropenmuseum
|
Poros Kabanjahe-Medan, yang disebut “pasar baru,” dalam arti “jalan
baru,” dengan cepat dipenuhi oleh ratusan
gerobak sapi yang dapat mengangkut orang (2)
dan beban menuju dataran rendah sampai 16 kali lipat beban yang dapat diangkut seorang pengangkut. (3)
Sekitar tahun 1909 itu juga dibuka jalan raya menuju dataran
tinggi sebelah barat, antara Kabanjahe dan Kuta
Bangun melalui Sarinembah, dan menuju dataran tinggi bagian selatan, dari
Kabanjahe juga ke arah Saribu Dolok
kemudian ke Pematangsiantar.
Tahun 1914, empat perkebunan membuka layanan bis dua kali
seminggu antara Arnhemia dan Brastagi. Dua tahun kemudian Deli Spoor memperpanjang
jalur sampai Kabanjahe. Jumlah penumpang selama tahun pertama setelah jalur
dibuka mencapai 3.600 orang, dan tahun 1918 jumlah itu sudah melebihi 6.300
orang. (4)
Deli Spoor membuka layanan hingga Kabanjahe
Date 1910-1921
Source Tropenmuseum
|
Mulai tahun 1917, jalur perhubungan pesisir timur-pesisir
barat menjadi lebih mudah. Dari Medan, Pematangsiantar dapat dicapai lewat
jalan raya atau dengan kereta api, dan dari sana perjalanan dapat dilanjutkan
melalui jalan raya menuju Prapat di tepi Danau Toba. (5a)
Tersedia dua kapal motor (5b)
untuk pergi ke Balige. Dari sana perjalanan dapat dilanjutkan sampai Barus,
Sibolga atau Fort de Kock dengan mobil gouvernement
Tapanuli.
Tobaweg (Pematangsiantar-Balige) dibuka tahun
1922 dan empat tahun kemudian dapat dilakukan perjalan mobil dari Kuataraja
(Aceh) ke Padang (gouvernement Pesisir
Barat). Sementara itu jalur kereta api antara Deli dan Aceh sudah dibuka sejak
Desember 1919.
Dibukanya jejaring baru
perhubungan itu membawa sejumlah dampak penting. Yang pertama adalah semakin
banyaknya orang yang berjalan dari dataran
rendah ke dataran tinggi. Sejak saat itu, lebih banyak perempuan dan anak gadis dari dataran tinggi melakukan perjalanan.
(6)
Dengan dibukanya jejaring baru perhubungan itu, hilanglah
jejaring sebelumnya yang bertumpu pada orang pengangkut. Bersamaan dengan itu,
di dataran tinggi muncullah suatu daerah pertanian berdasarkan budi daya sayur mayur
Eropah yang dimaksudkan untuk memasok kebutuhan di Medan dan untuk ekspor.
Sebelumnya Bataksch Institut didirikan tahun
1908 di Leiden, yang tujuannya mengembangkan “Tanah-tanah Batak” dengan mengirimkan seorang ahli pertanian ke
dataran tinggi tahun 1911 untuk mengajarkan metode rasional budi daya sayuran
yang hasilnya ditujukan untuk memasok Medan.
Strategi ini tentunya berkaitan dengan keberadaan “pasar baru”
yang menghubungkan Kabanjahe dan Medan sejak 1909. Mulai tahun 1914, produksi
bulanan kebun-kebun kentang yang terhampar di antara Brastagi dan Kabanjahe
sudah mencapai 150 ton. Dibukanya jalur bis antara Medan dan Kabanjahe tahun
1915 memungkinkan pengakungkutan hasil pertanian ke pesisir dengan cepat.
Tahun 1916, kentang yang dikirim ke Penang sebanyak 972 ton,
ke Singapuran sebanyak 1.036 ton dan 131 ton ke pulau-pulau lain. (7)
Tahun ini dimulailah budi daya kol. Ternyata, pada awalnya
pertanian kol dilakukan oleh orang Tionghoa yang datang menyewa tanah di
dataran tinggi. Kemungkinan besar mereka tertarik dengan keberhasilan pertanian
kentang. Sepuluh tahun kemudian, Belanda mengekspor lebih dari 4.000 ton
kentang dan lebih dari 2.000 ton kol yang berasal dari dataran tinggi. (8)
Perdagangan memang tetap dikuasai oleh orang Tionghoa, tetapi
mulai pertengahan tahun 1920-an pekebun sayur Tionghoa semakin disaingi oleh
pekebun setempat. Penduduk setempat sendiri mendapat saingan dari pekebun asal
utara Tapanuli yang tertarik oleh keuntungan yang diperoleh dari aktivitas
pertanian baru itu. (9)
Pembukaan daerah pertanian baru diiringi dengan berkembangnya
bank-bank koperasi kampung (dorpbanken) yang muncul tahun 1916
atas inisiatif pemerintah kolonial. Onderafdeeling
Karolanden sudah mempunyai 16 buah Bank. (10)
Middendorp mengelola pembukaan bank-bank itu
yang bertujuan memberikan pinjaman untuk keperluan membuka sawah, bercocok
tanaman sayur dan berternak. (11)
Sepuluh tahun kemudian, jumlah bank sejenis sudah mencapai 26 buah, sementara
modalnya meningkat dari 4.510 gl. menjadi 35.485 gl. (12)
Budi daya sayur di dataran tinggi berkembang berkat dibukanya
jalan yang menghubungkan dataran tinggi dan Medan, bersama itu juga mendorong
pembangunan Kabanjahe dan Brastagi.
Pembukaan poros jalan itu, membuat ketertarikan pada
orang-orang Eropah itu akan keindahan alam dan kesejukan iklimnya. Sejak akhir
dasawarsa pertama abad ke -20, Brastagi menjadi tempat peristirahatan dan
pariwisata. (13)
Perkembangan-perkembangan pesat itu diiringi dengan munculnya
elit-elit baru. Yang khusus di antaranya adalah pemilik-pemilik tanah yang
menyewakan lahan kepada orang –orang Tionghoa dan orang Tionghoa itu sendiri,
yang pada mulanya bertani dan berdagang, kemudian bertumpu pada perdagangan.
# Tulisan ini dipetik
dari buku “Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur laut”
karangan Daniel Perret (2010) halaman 283-287.
Catatan Kaki :
(1) Veth, 1877, hlm. 167
(2) Tahun 1912, tercatat ada 150 gerobak sapi di dataran
tinggi (Quast, Mvo Simalungun en Karolanden, 1913, hlm.69)
(3) Quast, Mvo Simalungun
en Karolanden, 1913, hlm. 68 ; Bodaan, 1913, hlm. 157 : Joustra, 1915, hlm.
2 ; Middendorp, 1929, hlm. 63.
(4) Broersma, 1919-1922, jil. 2 hlm. 285
(5a) Tahun 1917, gouvernement Pesisir Timur mencatat ada 656
mobil dan 5g truck yang terdaftar (Pewarta Deli 26/03/1917)
(5b) Yang satu milik Pemerintah Simalungun, yang lain milik
S.N Mohamad marican, kapitan orang Keling di Siantar (Pewarta Deli 12/04/1920)
(6) Joustra, 1915 hlm. 2
(7) Joustra, 1918, hlm. 22
(8) Brouwer, Mvo Karolanden, 1927, hlm. 42-43
(9) Ezerman, Mvo Simalungun en Karolanden, 1926, hlm. 16 ;
Hollman, Mvo Karolanden, 1933, hlm. 20 dan 36 ; Luckman Sinar (wawancara,
08/1990). Tahun 1951, satu pikul kentang dijual seharga 5-6 gulden (ENI, 1918,
jil. 2, hlm. 278).
(10) Winckel, Mvo Deli-Serdang, Bijlage C, 1924, hlm. 3
(11) PewDeli, 07/11/1919
(12) Brouwer, Mvo Karolanden, 1927, hlm. 60-61.
(13) Inisiatifnya berasal dari Joost van Vollenhoven, saat
itu pengelola utama Deli-Maatschappij, yang membangun rumah gaya Eropa pertama
di sana tahun 1907 (Berg, Mvo Karolanden, 1934, hlm. 11)
Comments
Salut.
Bernat Padang