Pada tanggal 15 Mei 1872, telah terjadi peperangan antara
Rakyat Sunggal (Serbanyaman) dengan tentara kolonial Belanda yang dapat
dianggap berakhir pada tahun 1895, dengan dibuangnya Datuk Badiuzzaman Surbakti
ke Cianjur, dan Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti ke Banyumas (Besluit No.3
tanggal 20 Januari 1895, pembuangan seumur hidup).
Wilayah Kedatukan Sunggal dahulu terletak di Kecamatan
Sunggal Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara). Ada dua anggapan tentang
sebutan nama perang ini , bagi masarakat Melayu yang mendiami Sunggal dan suku
Karo yang mendiami hulu pegunungan Sunggal menamakan perang ini dengan nama
“PERANG SONGGAL’ (Prof DR.P.J.Veth, “Het Landschap Deli”,TKAG.II hal 162-165),
sedang bagi sarjana Belanda menyebutkan perang ini dengan nama “Batak Oorlog”
karena medan pertempurannya kebanyakan berada diwilayah pegunungan yang didiami
oleh suku Batak Karo.
Perang ini termasuk perang besar di Hindia Belanda ,sehingga
dikeluarkan medali khusus untuk itu, ini dapat dilihat pada Daftar dalam piagam
di Museum KNIL di Bronbeek (Nederland) dalam Daftar Gespen Van Het Krwis Voor
Blanggrijke Krijgsverrichtingen (Clasps Of The Cross for Important War Actions),No
Clasp 8,Deli 1872, Occasion North East Cost Sumatera from 14 May-6 November
1872, Royal Degree 11 th June,1873 No.25.
Suku Melayu Sunggal berasal dari Suku Karo (Karo Jawi)
bermarga Surbakti, dimana Suku Karo dapat dibagi atas 2 bagian yaitu Karo Dusun
(Karo Gunung, yakini Suku Karo yang mendiami daerah pegunungan) dan Karo Jawi, yakni
Suku Karo yang turun dari gunung.
Datuk Sunggal (Serbanyaman) berasal dari seorang Karo bernama
Sesser Surbakti dari daerah Telu Kuru, berputerakan Si Gajah yang turun gunung
mendirikan kampung Sumbuwaiken di kaki Gunung Sibayak, Si Gajah berputerakan
Adir Surbakti yang turun gunung ke Daerah Pancurbatu, masuk agama Islam, Adir
Surbakti berputerakan Datuk Hitam Surbakti (Raja Sunggal), yang pada tahun 1632
adik perempuannya bernama Nang Baluan kawin dengan Gocah Pahlawan (pada waktu
itu ditempatkan oleh Kerajaan Aceh sebagai Wali Negara Imperium Aceh, di
wilayah Kerajaan Haru, Sumatera Timur sejak tahun 1612) dari perkawinan ini
lahir raja-raja Deli dan raja-raja Serdang, karena Sunggal memberikan sebagian
ulayat (daerahnya) kepada Deli (wilayah Kuala Belawan dan Kuala Percut) dan
Serdang, selaku Kalimbubu kepada Anak Beru, dan mengangkat Sultan Baru selaku
turunan Ulon Janji.
Datuk Hitam Surbakti berputerakan Datuk Undan Surbakti yang
anak perempuannya bernama Dayan Sermaidi kawin dengan Panglima Mangedar Alam
salah seorang keturunan Sultan Deli, pada tahun 1822 Deli ingin menaklukkan
Sunggal dan gagal. Datuk Undan Surbakti berputerakan Datuk Amar Laut Surbakti
(tahun 1823) pada masa ini Sunggal melepaskan semua ikatan yang pernah ada
dengan Deli, mengeluarkan Cap dan Bendera sendiri, meresmikan Sunggal Merdeka ,
hal ini dilakukan karena telah terjadi “penghianatan” oleh Deli sebagai anak
Anak Beru, yang telah diberi ulayat oleh Sunggal malah ingin menaklukkan
Sunggal yang merupakan Kalimbubunya sendiri.
Datuk Amar Laut Surbakti berputerakan Datuk Ahmad (Abdul
Hamid Surbakti,gelar Datuk Indera Pahlawan Wazir Serbanyaman Ulon Janji) , pada
masa ini Sunggal meresmikan namanya yang lain yakni Serbanyaman, saat itu
Sultan Deli (Sultan Osman I) kembali membuka hubungan dengan Sunggal dan Aceh ,
Instituut Ulon Janji kembali diaktifkan.
Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti lahir di
Sunggal pada tahun 1845, anak ke 4 dari Raja Sunggal Serbanyaman, Datuk
Abdullah Ahmad Sri Indera Pahlawan Surbakti, dari ibu yang bernama Aja Mili
bersaudara 7 orang 5 orang laki-laki dan 2 orang perempuan yaitu Datuk
Mohd.Mahir Surbakti, Datuk Mohd Lazim Surbakti, Datuk Mohd Darus Surbakti, Datuk
Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Mohd.Alif Surbakti, Aja Amah/Olong br
Surbakti dan Aja Ngah Haji br Surbakti. Mempunyai seorang istri bernama Aja
Uncu Besar.
Ia menjadi Raja Sunggal Serbanyaman ke IX pada usia 21 tahun
dan memerintah Kerajaan Sunggal pada tahun 1866 s/d tahun 1895, menggantikan
Datuk Mahini (Kecil) Surbakti (pemangku Raja Sunggal 1857-1866) karena Datuk
Abdullah Ahmad Sri Indera Pahlawan Surbakti Raja Sunggal ke VIII mangkat pada
tahun 1857 dan anaknya Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti pada
waktu itu masih dibawah umur (12 tahun). Pada masa mudanya sudah menunjukkan
ketauladanan sifat-sifat pemimpin,kuat ilmu agamanya dan sangat dekat dengan
rakyat Sunggal disayangi oleh saudara dan rakyatnya. Pada tahun 1865 Missi
Belanda dibawah pimpinan Netcher memulai penanaman tembakau oleh Nienhuys
didaerah Labuhan (Cats de Raet:Maandrapport December 1865).
Pada bulan Desember 1871 Datuk Badiuzzaman Surbakti memimpin
rapat rahasia di sebuah kebun lada, untuk mengantisipasi pengambilan
tanah-tanah rakyat yang telah dimiliki/diusahai selama berabad-abad secara
turun temurun oleh Maskapai Perkebunan De Rotterdam dan pasca ditandatanganinya
Perjanjian Traktat Sumatera .Rapat melibatkan :
a) Rakyat Sunggal terdiri dari Datuk Badiuzzaman Sri Indera
Pahlawan Surbakti Raja Sunggal Serbanyaman),Datuk Sulong Barat Surbakti
(Komandan Lasykar),Datuk Mohd.Jalil Surbakti dan Datuk Mohd.Dini Surbakti
(Penasihat).
b) Nabung Surbakti sebagai Komandan pasukan Karo yang
didatangkan dari daerah pegunungan.
c) Tuanku Hasym mewakili Panglima Nyak Makam sebagai Komandan
Lasykar Aceh, Alas Gayo. (Datuk Sunggal mempunyai hubungan yang erat dengan
Tanah Alas Gayo dimana leluhur mereka Sirsir/Sesser Surbakti pernah mengadakan
pengembaraan dan membuat perkampungan di Tanah Alas Gayo di Lingga Raja).
Pada rapat itu dihasilkan keputusan :
Sunggal, Karo dan Aceh sepakat untuk membina persatuan dan
kesatuan dan segala perselisihan yang dilakukan Belanda dengan politik pecah
belahnya harus dilenyapkan.
Sunggal, Karo dan Aceh sepakat menentang Belanda serta
mempertahankan setiap jengkal tanah warisan leluhur untuk masyarakat.
Sunggal, Karo dan Aceh secara bersama-sama mengusir setiap
penjajah yang menjajah daerahnya.
(H.Biak Ersada Ginting : Sejarah Perjuangan Suku Karo Dan
Dari Perang Medan Area Hingga Sipirok Area, Penerbit Ravi Bina thn 2002)
Sebagai realisasi dari rapat tersebut ia membentuk suatu
badan yang berfungsi sebagai penyusunan bantuan perang dipusatkan di Kampung
Gajah/Sitelu Kuru Tanah Karo. Badan ini bekerja untuk mengumpulkan
anggota-anggota pasukan perang yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai
ilmu yang kuat dengan kebathinan yang tinggi serta keperluan lainnya. Badan ini
dipimpin oleh Datuk Mohd.Dini (Kecil) Surbakti dengan mendudukkan wakilnya
silih berganti di tanah Karo. Badan ini bertanggung jawab kepada Raja Urung
Sunggal Serbanyaman. Sebagai bentuk partisipasi masyarakat terhadap perjuangan
tersebut maka setiap rumah tangga di Sunggal memberikan sumbangan wang dari 2
sampai 10 dollar yang digunakan untuk tujuan persiapan pertahanan.
(“In Soenggal is van elk huisgezin een heffing in geld
gedaan,van 2 tot 10 dollars met het doel om zich weerbaar te maken”). (Residen
Riau,Schiff,kepada GG.No.1184/1 tanggal 7 Mei 1872).
Dia memerintahkan kepada komandan pasukan dan pejuang rakyat
Sunggal untuk menempatkan Pernyataan Perang yang menurut adat Karo dinamakan “Musuh Berngin” kepada mereka yang
berpihak kepada Sultan Deli dan Belanda akan dibakar.
Hasutan Sultan Deli untuk merenggangkan hubungannya dengan
Datuk Mohd.Jalil Surbakti dan Datuk Mohd.Dini (Kecil) Surbakti uwak dan
pamannya tidak berhasil.
(“….. dat het hoofd van Sunggal Sri Dirajaonder den invloed
staat van zekeren Datoek Ketjil en broeder Dt.Djalil diazich,hoezeer reeds
bejaard,naar niets anders steven dan naar onafhankelijkheid van deli en van
naburige Langkat”)
Seorang Cina pedagang candu mata-mata Belanda bernama Anton
ditangkap oleh Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti,setelah beberapa
lama kemudian dilepaskan dari pasungan dan dilarang masuk ke Sunggal menjual
candu kepada rakyat. (Polititiek Verslag Resident Riouw 5 Pebruari 1873).
Sejak 15 Mei 1872 Datuk Badiuzzaman Surbakti memimpin rakyat
Sunggal dengan mengangkat senjata melawan penjajahan Belanda dengan kekuatan
pejuang bersenjata sebanyak 1500 orang. Pada 17 Mei 1872 pasukan Sunggal
berhasil menewaskan Angelink dan Schoon serdadu Belanda,melukai beberapa orang
termasuk Letnan Lange Komandan Marinir. Pada tanggal 24 juni 1872 pasukan Datuk
Sulong Barat meluluh lantakkan pasukan Belanda di Sapo Uruk dan Tanduk Banua, sedangkan
pada tanggal 27 Juni pasukan infantry pimpinan Kapten Koops dan artileri
dibawah komandannya Van De Meurs diserang kaum gerilyawan seorang tewas dan
beberapa orang luka parah. Van De Meurs segera memerintahkan seluruh pasukan
meninggalkan benteng dan berusaha sendiri-sendiri menyelamatkan diri menuju
kebon Enterprise. (T.Luckman Sinar SH: Perang Sunggal, Percetakan Perwira II
Medan,1996)
Untuk memutus hubungan koordinasi antara Datuk Badiuzzaman
Surbakti dengan komandan pasukan dan pejuang di daerah Timbang Langkat dan
daerah hutan pegunungan maka Asisten Residen Siak ,Locker de Bruijne menetapkan
Datuk Badiuzzaman Surbakti menjadi tahanan kota di Labuhan Deli, dan menekannya
untuk menyerahkan gerilyawan pejuang rakyat Sunggal kepada Belanda namun
strategi Belanda tersebut tidak berhasil. Datuk Badiuzzaman tetap tidak mau
menyerahkan mereka kepada Belanda. (Assisten Resident Siak Locker de Bruijne
kepada Residen Riau 26 Mei 1872).
Pada tanggal 30 Juni 1872 kaum gerilyawan berhasil mengusir
Belanda di Sapo Uruk,menyerang kebun Enterprise dengan jatuhnya korban dari
pihak Belanda dan Cina dimana mereka meninggalkan barang bebannya di tengah
jalan. Tanggal 8 Juli 1872 Belanda mengungsikan para keluarga kulit putih
karena diserang Lasykar Perang Sunggal di Perkebunan Padang Bulan, Paya Bakung
dan Geserverance ke Labuhan untuk dinaikkan ke kapal Banka (F.A.W. Jeeger:”De
Expeditie naar Deli,hal 348).
Pada tanggal 10 Juli 1872 datang bantuan pasukan Belanda yang
dipimpin Letkol van Hombracht mengambil alih kepemimpinan Kapten Koops di kebun
Enterprise Kampung Lalang, pasukan ini mendapat serangan Lasykar Sunggal jatuh
korban di pihak Belanda dan Letkol van Hombracht luka parah. Tanggal 20 Agustus
1872 Belanda terpukul mundur di Rimbun. Pimpinan diambil alih Mayor van Stuwe
dengan kekuatan 350 orang terdiri dari 1 detasemen artileri, 3 kompi infanteri
termasuk 14 orang perwira. Pasukan ini mendapat perlawanan dahsyat di sepanjang
Lau Margo oleh Lasykar Sunggal.
Dari keterangan resmi Departemen Pertahanan Hindia Belanda
pada tanggal 4 November 1872, pada tahun 1872 saja telah terjadi korban tewas
di pihak Belanda sebanyak 31 orang (serdadu Eropa 27 orang Angkatan Darat, 1
orang Angkatan Laut dan Bumiputra 3 orang), luka-luka sebanyak 592 orang
(serdadu Eropa angkatan Darat 320 orang, 2orang Angkatan Laut dan Bumiputra
Angkatan Darat 270 orang) belum termasuk korban dikalangan prajurit Laskar
Sultan Deli dan Laskar Pangeran Langkat, penunjuk jalan dan kuli-kuli. (Krijgsbedrijven
van het Rechter half 11 de Batalion Infantrie in het Rijk van den Sultan van
Deli van den 11 den Juli tot den 6 den November 1872:Militair Spectator,3e
serie,19e deel 1874 hal.265-266).
Uwak,paman dan sepupu Datuk Badizzaman Surbakti (Datuk
Mohd.Jalil Surbakti, Datuk Mohd.Dini (Kecil) Surbakti dan Datuk Sulong Barat
Surbakti dibuang dan ditahan di Cilacap dengan Besluit Gubernur Jenderal
Belanda tertanggal 25 Juni 1873 Nomor 16. Pada tanggal 6 September 1874 Datuk
Mohd.Jalil meninggal di Cilacap disusul adiknya Datuk Mohd Dini (Kecil) Surbakti
pada tanggal 7 Agustus 1876. (Surat Direktur Pemerintahan Dalam Negeri kepada
G.G. No.8462 tanggal 14 Agustus 1876).
Setelah ditangkap dan dibuangnya Datuk Mohd.Jalil Surbakti, Datuk
Mohd.Dini Surbakti dan Datuk Sulong Barat Surbakti ke Cilacap, Datuk Badiuzzaman
Surbakti mengubah pola perjuangan dari penyerangan secara langsung kepada
serdadu Belanda menjadi penyerangan dengan cara membakar bangsal-bangsal
perkebunan Belanda dan maskapai perkebunan asing, dengan maksud menimbulkan
rasa tidak aman bagi tuan kebun dan keluarganya, menghentikan kegiatan produksi
dan ekspansi areal.
Pimpinan penyerangan dan pembakaran bangsal-bangsal tersebut
diserahkan kepada adik kandungnya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti. Sosialisasi
strategi ini dilakukan melalui rapat-rapat rahasia yang dilakukan di berbagai
tempat termasuk di Kampung Pagar Batu yang dihadiri oleh pemuka masyarakat dan
tokoh Lasykar Sunggal sejak tanggal 24 Oktober 1872.
Dalam bulan April 1873 Belanda terpaksa menempatkan
pasukannya di kampong Lau Margo, Sei Bahilong, Namu Terasi, Sungai Siput, Gedong
Johor dan di Padang Bulan, serta di kampung Sunggal sendiri. Didalam rapat
besar antara Assisten Residen Siak bersama Sultan Deli dan Datuk-Datuk Empat
Suku, oleh Assisten Residen Belanda terang-terangan diperingatkan kepada Datuk
Badiuzzaman Surbakti, jika masih ada gangguan kamtibmas diwilayahnya maka yang
paling bertanggung jawab adalah dia, terlebih setelah Sultan Dagang utusan
Sultan Deli tidak diketahui kemana lagi rimbanya. (Surat Assisten Residen Siak
Locker de Bruijne kepada Residen Riau tanggal 9 November 1872,Nomor LaE4).
Di Deli sendiri selain pembakaran bangsal-bangsal tembakau. Datuk
Badiuzzaman Surbakti juga berhasil menggerakkan rakyatnya, sehingga petani
tidak bersedia menjual beras kepada Belanda akibatnya Belanda terpaksa
mengimpor beras dari Ranggoon. Pada tahun 1886 timbullah gerakan pengacauan di
perkebunan (onderneming). Beheerder perkebunan beserta anak-anak dan istri
mereka dibeberapa tempat mati terbunuh. Yang lainnya menjadi panik dan
ketakutan dan merasa keselamatannya tidak terjamin lagi. Gerakan ini semakin
meluas dan secara serentak di perkebunan milik Belanda dan maskapai perkebunan
asing pembakaran bangsal dengan ranjau ini mengakibatkan tidak satupun bangsal
dapat diselamatkan. (W.H.Schadee:Greschiednis van Sumatra Ooskust,Deel II).
Untuk memecah hubungan orang Karo dan Melayu Sunggal, Pemerintah
Belanda menyokong memasukkan Zending Kristen dari Netherland ke Tanah Karo dan
Deli Hulu, kemudian menciptakan pula kontelir khusus untuk urusan Batak dan membendung
pengaruh Melayu/Islam. Politik pecah belah ini tidak berhasil malah makin
mengeratkan hubungan antara orang Melayu, Karo dan Batak yang bertekad untuk
membebaskan daerahnya dari penjajahan.(T.Luckman Sinar :Perang Sunggal
Percetakan Perwira II tahun 1996).
Dari hasil dokumen intelijen yang diperoleh Belanda melalui
penyusupan penghianat-penghianat di Kerajaan Sunggal pada tahun 1894 diketahui
bahwa pimpinan tertinggi gerakan pembunuhan dan pembakaran bangsal-bangsal
perkebunan sejak 1872 s/d 1895 adalah Datuk Badiuzzaman Surbakti dan adiknya
Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti. (T.Luckman Sinar : Perang Sunggal
Percetakan Perwira II tahun 1996).
Pada tahun 1894 Belanda menawarkan perundingan dengan Datuk
Badiuzzaman Surbakti untuk mencari jalan keluar mengatasi kemelut di Sunggal
selama beberapa minggu dengan menemui Gubernur Jenderal Hindia Belanda di
Jakarta. Tawaran tersebut diterima dengan hati yang bersih mengingat usia
perang sudah hampir ¼ abad. Setelah berangkat ke Betawi bersama adiknya Datuk
Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Mahmud (sekretaris) dan ajudannya Daim
ternyata mereka tidak dipertemukan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, malah
disuruh minta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan yang tentu saja ditolak
olehnya, bagi Datuk Sunggal dan rakyatnya sampai matipun mereka tidak mau
jongkok-jongkok dan minta ampun kepada Belanda karena itu kepantangan nenek
moyangnya.
Pada tanggal 20 Januari 1895 dengan Besluit Gubernur Jenderal
Belanda Nomor 3 mereka dihukum buang seumur hidup setelah sebelumnya ditahan di
penjara Bengkalis. Datuk Badiuzzaman Surbakti dibuang Ke Cianjur dan adiknya
Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti dibuang ke Banyumas.Setelah kabar itu
sampai ke Sunggal rakyat Sunggal berkabung selama 3 bulan menunjukkan hormat
dan kesetiaan mereka kepada para pejuang rakyat itu.
Massa yang berkabung itu dapat dilihat setidaknya di masjid
dan tempat peribadatan lainnya dimana mereka mendoakan pejuang rakyat itu. Karena
pertempuran sudah agak mereda, maka Belanda menyatakan Perang Sunggal telah
selesai tuntas tahun 1896, padahal kaum grilyawan masih beraksi. Nabung
Surbakti mengerahkan seluruh pasukannya menghantam serdadu Belanda di Taluk
Banua dan menyabung nyawa di Tanah Karo, dia gugur oleh peluru musuh pada
tanggal 14 Agustus 1915 dan hingga kini bermakam di Kampung Kuala,Kecamatan
Tiga Binanga Kabupaten Karo. (H.Biak Ersada Ginting : Sejarah perjuangan Suku
Karo Dan Dari Perang Medan Area Hingga Sipirok Area,Penerbit Ravi Bina Cetakan
I).
Datuk Badiuzzaman Surbakti 2/3 hidupnya sampai akhir
khayatnya telah menggagas, memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata bersama
rakyat Sunggal, suku Karo, Gayo, Aceh dan suku lainnya dalam mempertahankan
wilayah atau tanah Sunggal dari penjajahan Belanda, ia juga memiliki
konsistensi sikap dan perjuangan serta jiwa dan semangat Nasionalisme yang
tinggi, ini dibuktikannya bersama pejuang Perang Sunggal yang lain mereka tidak
pernah menyerah kepada Belanda tetapi ditangkap dan dibuang sampai akhir
hayatnya.
Kebenaran sejarah haruslah dapat diungkapkan dengan jelas, adil
dan jujur. Perang Sunggal 1872 s/d 1895 ini dapat dijadikan sebagai salah satu
peristiwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang heroik dan penuh keberanian
dalam menentang penjajahan Belanda. Pengetahuan yang memadai dapat memberikan
pemahaman yang benar tentang peristiwa sejarah itu. Dari semua itu diharapkan
muncul penghargaan objektif dan sebaik-baiknya terhadap para pejuang secara
nasional, maka selayaknyalah Datuk
Badiuzzaman Surbakti diangkat dan disahkan Pemerintah Republik Indonesia
sebagai Pahlawan Nasional.
Tahukah Engkau Sifat Pahlawan!
Bila Ia bersungut maka ia bersungut dawai
Bila Ia memandang maka ia bermata kucing
Bila Ia memegang maka ia bertangan besi
Bila Ia merasa maka ia berhati waja
Bila Ia berkarib setia Ia tiada bertukar
Bila Ia berjuang pantang surut Ia biar selangkah
Bila Ia menjumpai maut mati Ia berkapan cindai
Pesan Datuk Abdullah Ahmad Sri Indera Pahlawan Surbakti Raja
Urung Sunggal Serbanyaman ke VIII kepada anaknya Datuk Badiuzzaman Sri Indera
Pahlawan Surbakti dan Datuk Alang Muhammad Bahar Sri Indera Pahlawan Surbakti.
Sumber : klik
Sumber : klik
Comments
Nabung Surbakti yang menjadi salah satu panglima perang Sultan Sunggal Surbakti mergana adalah jua tanan kanan dari Batiren Perangin angin alias Pa Tolong (SIbayak Kutabuluh). Apakah ini berarti ada juga link menuju pertempuran di baluran lereng pegunungan di Karo Gugung?atau hanya sebagai kebetulan belaka?
MAri qta cari tw sama2:D