Koran De Sumatra Post bertanggal 06-02-1929 |
Perlawanan PKI bersama Serikat Islam terhadap
pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1926 sampai 1927 terjadi di
Batavia, Tangerang, Banten, Priangan, Solo, Banyumas, Pekalongan, Kediri,
Surakarta. dan Sumatra Barat. Pemberontakan ini akhirnya dihancurkan dengan
brutal oleh penguasa kolonial.
Beberapa catatan menyebutkan, akibat
pemberontakan menemui kegagalan, sekitar 13.000 orang ditangkap di seluruh
Hindia Belanda. Beberapa orang langsung ditembak. 5000 orang ditempatkan dalam
penahanan untuk pencegahan. Lalu, 4500 orang dipenjara setelah pengadilan. Dan
1300-an orang dibuang ke Boven Digul, Papua.
Tidak banyak diketahui, apakah di Karo juga ikut
melakukan perlawanan fisik pada tahun itu. Tapi imbas pemberontakan melawan
kolonialisme Belanda itu ada terhadap tokoh-tokoh pemuda Karo.
Sepuluh tahun sesudah gugurnya Panglima Nabung
Surbakti (pemimpin Simbisa saat perang Sunggal hingga perang Pa Garamata)
bermuncullan pemuda-pemuda Karo yang ingin kebebasan dan berpikiran maju.
Sekitar tahun 1917, muncul nama Nerih Ginting, Pa
Raja Nggengken Barus, Natangsa Sembiring, Nerus Ginting. Mereka sudah dekat dengan
organisasi Serikat Islam Cabang Sumatera Timur yang dipimpin Mhd. Samin.
Tokoh-tokoh ini masih merekam dalam ingatan akan
perang panjang dari 1872 hingga 1907 yang dilakukan para orang tuanya. Dari
Perang Sunggal, perang Tanduk Benua, perang Tanjung Beringin, Perang Liang
Muda, perang Sukajulu, perang Seberaya, perang Kabanjahe, perang Lingga Julu
dan perang Batukarang menahan Belanda agar tidak menjajah Taneh Karo.
Datuk Badiuzzaman Surbakti ditangkap dan dibuang
ke Cianjur, Pa Garamata (Kiras Bangun) tertangkap, Panglima Nabung Surbakti
gugur, Pa Tolong akhirnya dibuang ke pulau Jawa. Para Simbisa harus membayar
denda kepada pemerintah Belanda agar bisa kembali pulang.
Akibat pemberontakkan di Banten dan Sumatera
Barat, maka terjadi penangkapan besar-besaran terhadap anggota PKI dan Sarekat
Islam. Termasuk di dataran tinggi Karo. Belanda tak ingin bibit anti
kolonialisme membesar.
Walaupun belum berupa gerakan fisik, tapi Belanda
sudah menangkap pemuda-pemuda seperti : Nerus Ginting Suka dan Nolong Ginting
Suka yang dianggap sebagai pimpinan. Mereka dibuang ke Boven Digul. Saat itu
Nolong Ginting Suka berusia sekitar 24 tahun. Keduanya diasingkan ke Boven
Digul (Papua) tahun 1929.
Koran De Sumatra Post bertanggal 06-02-1929
memberitakan keputusan pengasingan Nolong Ginting Suka ke Digul.
"Dengan alasan yang sama seperti dalam
keputusan sebelumnya Si Nolong Ginting Suka, berusia sekitar 24 tahun, mantan
penulis dari Melta & Co di Kabandjahe, subdivisi Karolanden dan penulis
Weltevreden, propagandis dan pemimpin PKI Karolanden untuk diasingkan ke Boven
Digul."
Ikut juga ditangkap seperti : Leman Sebayang dan
Lengkar Perangin-angin dibuang ke Cilacap. Sedangkan : Koda Bangun (anak Panglima Kiras
Bangun), Nitipi Bangun, Tinggeran Sitepu, Batang Bangun, Nembah Bangun (anak
Panglima Kiras Bangun), Radu Sembiring, Pa Dumange, Nerih Ginting, Natangsa
Sembiring, Pa Raja Nggengken Barus ditangkap pemerintah Belanda. Lalu ada yang
dipenjarakan di rumah penjara Kabanjahe. Ada juga ditahan di penjara Arnhemia (Pancur
Batu).
Penangkapan belasan pemuda-pemuda Karo ini
membawa era baru. Bangkitnya rasa nasionalisme pemuda-pemuda Karo melawan
Belanda dan keinginan kuat berjuang melalui media cetak (koran), organisasi dan
partai. Bukan lagi sepenuhnya melalui perang fisik. Sejak itu ide dan
bentuk-bentuk pergerakan telah menjadi pengetahuan umum.
Generasi baru dari nasionalis radikal seperti
Sukarno sebagai tokohnya, berikutnya muncul di gelanggang pergerakan. Sukarno
membesarkan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pada tahun 1927. Sukarno
terpanggil untuk meneruskan perjuangan melawan kolonial Belanda.
Dalam bukunya, Sarinah, tahun 1947, Soekarno
mengatakan, “Imperialisme Belanda pada waktu itu baru saja mengamuk tabula rasa
di kalangan kaum Komunis. Partai Komunis Indonesia dan Sarekat Rakyat
dipukulnya dengan hebatnya, ribuan pemimpinnya dilemparkannya dalam penjara dan
dalam pembuangan di Boven Digul. Untuk meneruskan perjuangan revolusioner, maka
saya mendirikan Partai Nasional Indonesia.”
Sumber bacaan :
1. Karo dari Zaman ke Zaman oleh Brahma Putro
2. Koran "De Sumatra Post," 06-02-1929
Comments