Skip to main content

Karo Bukan Batak : Koreksi pada P. Tamboen


Prof. Henry Guntur Tarigan saat masih mahasiswa jurusan bahasa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Bandung, pada tahun 1958 pernah melakukan suatu koreksi atas buku “Adat Istiadat Karo” karangan P. Tambun. Ia mengkoreksi buku ini mengenai tulisan di buku ini bahwa Suku Karo berasal (turunan) dari Batak Toba dari sudut Etimologi bahasa.

Henry Guntur memberi judul tulisannya “KAROMERGANA.” Henry Guntur menulisnya di Majalah Bahasa dan Budaya Tahun ke VII No. 1/1958, Jakarta. Dapat dibaca pada link berikut ini : https://karosiadi.blogspot.co.id/…/karomergana-oleh-henry-g…

Ternyata Brahama Putro (K.S. Brahmana) di buku "Karo dari Zaman ke Zaman Jilid 1," juga pernah mengkoreksi P. Tambun. Di dalam buku "Adat Istiadat Karo" halaman 64, P. Tamboen menulis :

"Bangsa Karo adalah satu cabang dari Lima Batak (Karo, Toba, Angkola, Pakpak dan Mandailing) yang satu sama lain mempunyai persamaan tentang tulisan, bahasa, adat istiadat, sehingga ada kemungkinan bahwa asal dari bangsa itu serupa..."

Brahma Putro membantah dengan menyatakan :

"Keterangan P. Tambun diatas, berpendapat bahwa suku bangsa Batak adalah 5 cabang, yaitu Karo, Toba, Pakpak, Mandailing dan Angkola. Keterangan tersebut membuat kita menjadi bingung, karena bangsa Batak yang selalu disebut-sebut, bukan hanya terdiri 5 cabang tapi lebih dari 5 cabang : Simelungun, Nias, Alas, Singkel, Gayo juga disebut-sebut bangsa Batak.

Asal usul nama Batak, masih saja sampai sekarang menjadi penyelidikan, dan belum diketahui oleh para sarjana secara pasti. Banyak pendapat yang berbeda-beda tentang asal usul Batak.



Kalaulah benar sejarah Batak yang ditulis oleh Batara Sangti dalam bukunya berjudul "Sejarah Batak," maupun Sejarah Sisingamangaraja, yang disusun penulis Lembaga Sisingamangaraja maka Siraja Batak yang disebut-sebut dalam cerita rakyat sebagai asal semua suku bangsa Batak, ternyata Siraja Batak hidup pada abad permulaan abad ke 14 Masehi. Itulah asal mula suku bangsa Batak lahirnya si Raja Batak pada abad ke 14 itu.

Ras Proto Melayu yang menjadi suku bangsa Haru yang ribuan tahun sudah menduduki pegunungan Bukit Barisan sekarang ini, Apakah berubah menjadi suku bangsa Batak, masih belum jelas dan memerlukan penyelidikan lagi. Yang jelas ialah suku bangsa Haru yang menjadi Karo adalah berasal dari ras Melayu Tua."

-----------------------------------------------------------------

Argumen P. Tamboen : ".....mempunyai persamaan tentang tulisan, bahasa, adat istiadat, sehingga ada KEMUNGKINAN bahwa asal dari bangsa itu serupa..." jelas dapat dibantah. Berbedanya bahasa dan adat dengan Karo sangat jelas sekali.

Sementara tulisan atau aksara turunan dari aksara Pallawa yang dipakai masyarakat di Pulau Sumatera kala itu penyebarannya dimulai dari Mandailing dan bukan dari Toba sebagai tempat Si Raja Batak. Dan kata "KEMUNGKINAN" juga sebuah dugaan belaka yang menurut Brahma Putro di tahun 1981 masih "menjadi penyelidikan, dan belum diketahui oleh para sarjana secara pasti."

Dan kini banyak penelitian yang telah menyatakan bahwa kata "Batak" adalah labelisasi yang diberikan kolonial pada suku-suku non Melayu di Sumatera Timur. Salah satunya Daniel Perret dengan disertasenya berjudul "Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut."

Dan Dr. Ketut Wiradyana, M.Si dari Balai Arkeologi (Balar) Medan, dari penelitian arkeologi yang dilakukannya, orang Batak pertama di Sumatera ada di Sianjurmulamula, dan mereka telah bermukim disana sejak 600-1000 tahun yang lalu.
(Sumber : http://humas.unimed.ac.id/unimed-gali-asal-usul-orang-bata…/)

Bandingkan dengan penelitiannya di situs arkeologi Loyang Mendale, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah. Gayo umurnya sudah mencapai 7400 tahun.
( Sumber : http://lintasgayo.co/…/berkunjung-ke-situs-loyang-mendale-d…)

Penemuan situs di Gayo ternyata lebih tua bila dibandingkan dengan Sumatra Utara. Prof. Dr. Bungaran A. Simanjuntak menanggapinya serius. Dalam kata pengantarnya di buku Gayo Merangkai Identitas, Bungaran menyebutkan, teori selama ini telah dipercayai dan terekam di memori orang Batak, bahwa Gayo itu berasal dari Batak. Namun dengan temuan Balar Medan, teori ini bisa jungkir balik. Justru suku bangsa Batak berasal dari Gayo. Atau justru bangsa Gayo bukan sub suku bangsa Batak.
(Sumber : http://www.lintasgayo.com/…/orang-batak-berasal-dari-gayo.h…).

Ahli manusia prasejarah Austronesia, Prof. Dr. Truman Simanjuntak mengatakan bahwa hunian manusia prasejarah di Loyang Mendale dan Ujung Karang merupakan situs hunian terlengkap.
(Sumber : http://lintasgayo.co/…/situs-arkeologi-loyang-mendale-hunia…)

Dan dari hasil tes DNA, dapat disimpulkan bahwa kekerabatan genetik antara populasi Gayo dengan Karo sangat dekat.
(Sumber : http://www.lintasgayo.com/…/nenek-moyang-kita-dari-afrika.h…).

Pernyataan P. Tamboen banyak dikutip para penulis. Namun mereka lupa pada kata "KEMUNGKINAN" yang menyertai pendapat P. Tamboen. Dan koreksi oleh Brahma Putro telah terbukti dengan kemajuan perkembangan jaman.

Tak ada satu pun buku-buku tua Karo yang menjelaskan apa arti Batak bagi Suku Karo. Dan tak ada satupun buku-buku tua penulis Karo yang menjelaskan asal muasal mengapa Karo harus disebut Batak.

Kata "Kemungkinan" milik P. Tamboen adalah dugaan dan bukan kepastian. Dan kini sudah dibantah bukan saja oleh Brahma Putro.

Karo adalah Bukan Batak.

Gambar :

Buku "Adat Istiadat Karo" (1952).
Buku "Karo dari Zaman ke Zaman Jilid 1" (1981)

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si