Pemuda-pemudi Karo yang maju dalam cara berpikir
melihat kampung-kampung dijepit oleh perkebunan milik orang-orang Eropah.
Kehidupan pincang masyarakat pondok (buruh perkebunan) dan masyarakat Karo
dibanding kemakmuran hasil dari perkebunan.
Penduduk kampung-kampung suku bangsa Karo, merasa
sengsara karena tanah sumber hidupnya sudah terbatas. Hasil pangan pun
terbatas. Beberapa terpaksa memburuh ke perkebunan.
Orang pondok adalah orang-orang kuli kontrak dari
suku Jawa, Tamil dan Cina. Mereka hidup dari banyaknya ancaman-ancaman dari
peraturan yang dibuat. Tenaga mereka diperas.
Poenale Sanctie berlaku. Poenale Sanctie (pidana
sanksi) adalah sebuah sanksi hukuman pukulan dan kurungan badan yang dijalankan
oleh kolonial Belanda. Poenale Sanctie menempatkan kuli-kuli kontrak menjadi
sapi perahan dan di pihak majikan mereka bebas berbuat. Hukuman tendang,
dijemur, dipukul dengan rotan dan penjara kerap diberlakukan pada pekerja.
Atas kesadaran ingin merubah keadaan itu, Saleh
Barus memilih keluar dari kampungnya untuk ke Medan. Ia kelahiran Tiga Juhar,
kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu (Deli Serdang).
Awalnya ia bekerja sebagai pegawai rendahan di
Istana Maimon. Ia yang sudah lama membaca kabar pergerakan di Jawa dan
tulisan-tulisan Sukarno sejak PNI berdiri tahun 1927, memutuskan masuk ke
Partai Indonesia (Partindo) di tahun 1931. Dan Sukarno juga menjadi pengurus
Partindo setelah PNI dibubarkan karena Sukarno dipenjara.
Partindo Cabang Medan diketuai Jakup Siregar.
Ikut juga Geliren Sinulingga, M. Ginting Munthe dan Nahar Purba masuk menjadi
anggota Partindo.
Beberapa bulan kemudian, Nahar Purba dan Terluda
Sembiring Brahmana mendapat mandat dari Djauhari Salim ( Ketua Partindo Andalas
Utara) untuk persiapan mendirikan Partindo Cabang Arnhemia (Pancur Batu).
Beberapa pemuda sekitar Pancur Batu tertarik
untuk bergabung dengan Partindo. Di antaranya adalah : R. Parinduri, Pa Ngendik
Sembiring, K Ketaren, Merei Ketaren, Ngasil Sinuhaji, Kitei Purba dan Selamat.
Susunan pengurus segera dilakukan dalam rapat pembentukan Partindo Cabang
Arnhemia yang bertempat di salah satu rumah dekat Stasiun Kereta Api. Ketua 1
jatuh pada Nahar Purba. Ketua 2 dipegang Terluda Sembiring Brahmana. Sekretaris
dipegang Saleh Barus. Anggota pengurus lainnya : Pa Ngendik Sembiring, Merei
Ketaren, Ngasil Sinuhaji, Kitei Purba.
Tahun 1934, menyusul masuknya Keras Surbakti
menjadi Penasehat Partindo Cabang Arnhemia. Beliau awalnya adalah pengurus
Partindo Cabang Medan.
Keras Surbakti baru berumur 20 tahun saat
bergabung dengan Partindo di tahun 1934. Karena kepintaran otaknya dan juga
bekas pelajar Taman Siswa, ia segera bisa masuk dalam jajaran pengurus
(komisaris) Partindo Cabang Medan.
Perjuangan masalah tanah dan Poenale Sanctie
adalah hal utama yang diperjuangkan. Tentu mereka harus berhadapan dengan
pemerintah kolonial Belanda dan Sultan.
Dan perjuangan di orang kebanyakan lebih
diarahkan untuk menyadarkan dengan propaganda. Dilakukan secara diam-diam
karena polisi rahasia Belanda atau PID terus memantau.
Nahar Purba dan Terluda Sembiring ditangkap bulan
Agustus 1932 atas tuduhan menghasut rakyat. Ditahan beberapa minggu. Sebelumnya,
Soekarno sebagai pengurus pusat Partindo juga ditangkap untuk kedua kalinya
yaitu tanggal 1 Agustus 1932.
Partindo yang awalnya adalah kelanjutan dari
Partai Nasional Indonesia (PNI), pada pertengahan November 1936 harus bubar.
Pada tahun 1933 Partindo telah mempunyai 71 cabang (antaranya ada 24 calon
cabang), beranggotakan kira-kira 20.000.
Penangkapan atas diri pemimpin besar dari
Partindo itu dan larangan yang ditimpakan padanya tentang berapat, menyebabkan
Partindo memasuki suatu tempo yang tidak mengandung aksi.
Partindo Cabang Arnhemia setidaknya telah
menciptakan pemimpin-pemimpin revolusioner dan memberi kesadaran pada rakyat
kebanyakan. Selanjutnya akan muncul gerakan rakyat yang lebih besar.
Catatan :
Moh. Saleh Barus pernah menjadi Wedana. Anggota
DPRD Kabupaten Deli Serdang (1967) dari fraksi PNI Kab. Deli Serdang.
Bahan bacaan :
Karo dari Zaman ke Zaman Jilid 2
oleh Brahma Putro.
Comments