Tentara India Britania menembaki
penembak runduk Indonesia
di balik tank Indonesia yang terguling dalam
pertempuran di Surabaya, November 194
|
Setelah Partindo bubar, pada
tahun 1937 berdirilah Partai Gerakan
Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Gerindo didirikan oleh para pemuda pejuang seperti
: Amir Syarifuddin, Mhd. Yamin, Sartono, Adam Malik, Adnan Kapau Gani dll. Pendirian
cabang-cabang di daerah pun dilakukan,
Di Sumatera Utara, pemuda-pemuda
seperti Muhammad Joni (Banteng Gemuk), Jakup Siregar, Mhd. Saleh Umar, Marzuki
Lubis, Mualif Nasution, Terluda Sembiring Brahmana, Ibu Hadijah, Andico dll sepakat
mendirikan Gerindo Sumatera Utara.
Berkedudukan di Medan dan dipercayakan Mhd. Joni sebagai Ketua I dan Jakup
Siregar sebagai Ketua II.
Di Arnhemia (Pancur Batu) pun berdiri,
Di tahun 1937, berdiri Gerindo Cabang Arnhemia. Nahar Purba, Terluda Brahmana
dan Kitei Purba diutus dari Medan untuk mendirikan Cabang di Arnhemia. Didirikan pula Ranting-ranting Gerindo di wilayah Deli Hulu (Karo Jahe).
Tidak mau ketinggalan, di Januari
1938, Kumpul Sinuhaji, Ngasil
Sinuhaji bersama pemuda-pemuda lainnya berhasil
mendirikan Gerindo Ranting Rumah Mbacang, Deli Hulu (Karo Jahe). Masyarakat Rumah Mbacang antusias
ikut di dalamnya.
Untuk itu Kumpul Sinuhaji yang
aktif dalam bidang kebudayaan, berusaha
mendirikan sebuah teater bernama “Rakab De Trio.” Tujuannya agar Gerindo mendapat
perhatian masyarakat luas dan mengembangkan kebudayaan nasional. Kumpul Sinuhaji mendapat bantuan dari
masyarakat, lakon yang dipentaskan selalu mendapat perhatian dari masyarakat
ramai.
Lakon yang dipentaskan berjudul : Sipincang, Perantaian 12, Ali Baba, Sipitung
dll. Sandiwara "Rakab De Trio" berkeliling
baik ke kota-kota hingga perkampungan-perkampungan di wilayah perkebunan-perkebunan
di Sumatera Timur.
Kemana saja pertunjukkan
bergeser, polisi rahasia Belanda (PID) selalu mengikuti. Di sebuah malam yang
naas, Sandiwara Rakab De Trio bermain di sebuah perkebunan di dekat Rantau
Parapat. Lakon yang dimainkan berjudul
Perantaian 12. Baru babak pertama selesai, tiba-tiba PID muncul untuk
menghentikan. Dilarang untuk dilanjutkan karena berbau politik dan dianggap
dapat mengacaukan keamanan.
Kumpul Sinuhaji dan kawan-kawan
bersikeras untuk melanjutkan pertunjukkan. Namun PID mengancam akan membubarkan
bila pertunjukkan dilanjut. Dan ancaman dengan pistol pun dilakukan oleh PID.
Seorang pembantu Kumpul Sinuhaji panik
saat melihat pistol diacungkan. Reflek ia menangkap pistol tersebut dan
merangkul cepat sang PID. Kumpul Sinuhaji mencabut
pisau Tumbuk Lada dipinggangnya dan menghunus ke perut PID. PID pun tewas seketika.
Keadaan makin kacau, penonton
berlarian pulang dengan ketakutan. Dan kemudian
selusin polisi datang menangkap Kumpul Sinuhaji, sedang pembantunya telah
melarikan diri.
Kumpul Sinuhaji ditahan di Rantau
Prapat. Dan pengadilan memutuskan ia dijatuhi hukuman seumur hidup dan dibuang
ke Ambon. Akhirnya ia meninggalkan Medan dan dibawa bertolak menuju Ambon.
Di Ambon Kumpul Sinuhaji dipenjarakan
di tangsi militer Belanda. Dan ia baru bebas setelah Jepang datang. Tentara
Jepang sekitar tahun 1942 membebaskan tahanan-tahanan di tangsi militer itu.
Kemujuran menghampirinya.
Dengan menumpang kapal layar, ia
sampai ke Surabaya. Di sini Kumpul Sinuhaji melamar menjadi tentara Heiho. Di Surabaya
ini, Kumpul Sinuhaji mengganti
identitasnya. Namanya menjadi Arifin Hasibuan.
Kumpul Sinuhaji ikut merasakan
peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang terkenal dengan perperangan
Arek-arek Suroboyo. Kumpul Sinuhaji alias Arifin Hasibuan menjadi Komandan
Pasukan Tempur Sriwijaya dengan pangkat Mayor.
Wakilnya saat itu adalah Kapten J. Rambe. Kekuatan pasukannya saat itu
terdiri dari 500 orang Heiho.
Kapten J. Rambe inilah yang
berhasil mengumpulkan pasukan-pasukan
Heiho yang terdiri dari Suku Karo, Toba, Mandailing, Aceh dan Padang yang baru pulang
dari Kendari (Sulawesi). Pada waktu itu Surabaya Area berada di bawah komando
Dr. Mustopo. Sedangkan Komandan Divisi adalah Kol. Yono Suwoyo. Koordinator
pertahanan kota adalah Kolonel Sungkono.
Pada waktu pertempuran di mana
tewasnya Brigadir Jendral Malaby dari pasukan Sekutu, pasukan Kumpul Sinuhaji alias
Arifin Hasibuan mengambil bagian di daerah Jembatan Merah di samping Gedung Bank Internatio.
Saat Agresi II, Kumpul Sinuhaji
telah berada di Lampung sebagai calon opsir (AL) Pangkalan IA, dibawah komandan
Mayor (AL) Hedar. Pernah bertugas di Teluk Betung dengan pangkat Letnan di
tahun 1949. Pada tahun 1960 berhenti dari Angkatan Laut RI dengan jabatan
terakhir Kepala Pemeriksa/Security S.O.I Markas Besar AL di Jakarta.
Ia memilih hidup berdagang beras dan pada tahun 1977m Kumpul Sinuhaji menjadi Ketua Umum PERDABI (Persatuan Dagang Pengecer Beras Indonesia).
Sumber bacaan :
Karo dari Zaman ke Zaman Jilid 2 oleh Brahma Putro.
Karo dari Zaman ke Zaman Jilid 2 oleh Brahma Putro.
Comments