Peristiwa Revolusi Sosial sampai juga di Taneh Karo. Selamat Ginting
membuat pertemuan antara
laskar Napindo Halilintar
dengan Persatuan Perjuangan tentang Revolusi Sosial di Sumatera Timur.
Dalam pertemuan tersebut
disetujui diadakan revolusi sosial
di Tanah Karo namun
tidak perlu dengan gejolak besar, dan tidak
memerlukan tindakan memalukan, tidak
memerlukan tindakan kekerasan yang dapat
membawa pada kematian
karena para Sibayak-sibayak dan Raja Urung di Tanah
Karo tidaklah kejam dan
memeras rakyatnya, bahkan para Sibayak dan
Raja Urung pada hakikatnya hanyalah semacam administrator-administrator Belanda
saja. Tidak mempunyai
kekuasaan besar.
Selamat Ginting lalu membuat
undangan kepada seluruh Sibayak dan Raja Urung untuk datang ke Bungalow milik Sultan Deli di
Berastagi. Disiapkan secara diam-diam
lima mobil truck. Dalam pertemuan pada tanggal 8 Maret
1946, Selamat Ginting menyampaikan
apa hasil dari
pertemuan persatuan perjuangan
Sumatera Timur, maka seluruh Sibayak
dan Raja Urung
harus ditahan. Selamat
Ginting meminta pada seluruh Sibayak
dan Raja Urung
untuk menaati seluruh
perintahnya dan meminta
kepada Sibayak dan
Raja Urung untuk
tidak melakukan hal-hal
yang dapat membahayakan jiwa
mereka.
Selamat Ginting memerintahkan
Laskar Napindo Halilintar untuk
membawa para Sibayak
dan Raja Urung
ke dalam mobil truck
dan membawa mereka berangkat menuju Kutacane dengan membawa surat kepada Mayor
Bahren dari TKR Kutacane untuk menahan mereka.
Setelah revolusi
selesai para Sibayak dan Raja Urung diungsikan ke Kutacane, maka terjadi kekosongan
pemimpin di Tanah
Karo. Laskar Napindo
Halilintar membuat pertemuan
di Kuta Gadung untuk merundingkan
siapa yang akan dicalonkan sebagai kepala
pemerintah. Pada pertemuan
tersebut yang dipimpin Tama Ginting maka dimufakatilah Rakutta Sembiring dicalonkan
sebagai kepala pemerintah.
Selamat Ginting,
Pimpinan Laskar Napindo
Halilintar dan eks
Mayor TNI Resimen III.
|
Dalam ceramahnya di depan
Civitas Academica Universitas
Karo pada tanggal 8 Mei 1991, menyangkut sekitar Revolusi Sosial
Maret 1946 di Tanah Karo Selamat
Ginting mengatakan :
“Beberapa hari
sesudah kejadian itu,
saya mendapat pemberitahuan
dari Medan bahwa
Mr. Luat Siregar
mewakili Gubernur dan
Residen Junus Nasution
akan datang ke Tanah
Karo untuk menyelesaikan persoalan Revolusi Sosial di Tanah Karo. Sebelumnya
saudara Tama Ginting,
Rakutta Sembiring dan saya mengadakan pertemuan di Kuta Gadung untuk merundingkan siapa yang akan kita calonkan sebagai
kepala pemerintah. Pada pertemuan
tersebut yang dipimpin oleh saudara
Tama Ginting maka dimufakatilah saudara Rakutta Sembiring
dicalonkan sebagai kepala
pemerintah.
Kemudian pada waktu
kedatangan Mr. Luat Siregar dan Junus Nasution diadakan rapat
Komite Nasional Indonesia (KNI)
Tanah Karo bertempat
di Kabanjahe, memang sebelumnya
KNI Tanah Karo
sudah terbentuk. Saya sebagai
salah seorang anggotanya dan kalau
tidak salah saudara
Mbaba Bangun sebagai
Seketaris, sedangkan ketuanya
saya sudah lupa.
Anggota- anggota
lainya adalah orang intlek di Kabanjahe
dan sebagian pemimpin-pemimpin Kabupaten.
Namun anggota itu
pada umunya kawan-kawan seperjuangan pada zaman jepang.
Pada rapat tersebut
saudara Mr.Luat Siregar
menanyankan kepada sidang apa maksud rakyat Karo mengadakan
Revolusi Sosial. Waktu itu saya menjawab
bahwa Revolusi Sosial
di Tanah Karo
bermaksud menggantinya dengan
pemerintahn yang demokratis
dan sekaligus menetapkan
Tanah Karo sebagai
salah satu daerah
tersendiri, terlepas dari Simalungun,
karena memang sejak
zaman Belanda dan
terus berlanjut ke
zaman Jepang, Tanah Karo itu
hanya merupakan satu onderafdeling dari Afdeling Simalungun
en Karolanden yang beribukota
di Pematang Siantar.
Saudara Laut Siregar mengatakan
bahwa kalau mengangkat kepala pemerintah
dapat disetujui, tetapi tidak mendapat kuasa untuk Tanah Karo
untuk melepaskan diri dari Afdeling Simalungun en
Karolanden. Sesudah itu saya
meminta rapat diskors.
Waktu rapat diskors,
saya mengajak Mr, Luat
Siregar dan Junus
Nasution ke ruang ketua.
Di situ
kami bertengkar karena dia tetap tidak mau menyetujui memisahkan Tanah Karo dari administrasi
Simalungun en Karolanden. Akhirnya
saya terpaksa memaksa
mereka dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan pulang hidup kalau
tidak menyetujui usul yang
saya kemukakan tersebut.
Junus mengatakan kepada
saya, ini saudara Ginting mengancam.
Saya katakan, sedangkan
feodal yang begitu hebat pun bisa kita
sapu bersih, apalagi
kalian berdua, dalam jaman revolusi
untuk menyingkirkan orang jika perlu untuk kepentingan
rakyat, maka hal itu dapat
dibenarkan oleh revolusi. Saya menegaskan kepada mereka bahwa rakyat Karo sudah
dipecah tujuh oleh politik devide et
impera Belanda, apa kalian mau melanjutkan lagi politik Belanda demikian
itu?
Akhirnya mereka
mengatakan, sebetulnya Bung Ginting
gila, namun kami
bisa menyetujui usul
saudara dengan syarat
bahwa saudara harus mendukung kami
dalam soal ini
dengan segala konsekuensinya, karena
kami pada hakikatnya
tidak mendapat mandat
seperti yang saudara minta.
Saya berjanji akan mendukung sepenuhnya
didalam keputusan ini, bahkan bersedia mengerahkan pasukan
yang saya pimpin untuk melindungi dan mendukung
mereka.
Kemudian sidang
dibuka kembali, mereka
mengesahkan usul yang saya kemukakan
itu setelah disetujui
oleh KNI Tanah Karo. Kemudian
saya mengusulkan lagi
supaya Rakutta Sembiring ditetapkan
sebagai kepala pemerintah
daerah Tanah Karo.
Usul itu disetujui
sepenuhnya oleh sidang
KNI Tanah Karo dan disahkan
oleh Residen Junus
Nasution dan disetujui oleh Mr, Luat Siregar mewakili Gubernur Sumatera
Timur. Dengan demikian sudah
terbentuklah Tanah Karo
sebagai satu daerah
dan Rakutta Sembiring adalah
kepala pemerintahan daerah
yang pertama. Selanjutnya KNI juga
menghapuskan seluruh Swaparaja
dan kerajaan-kerajaan Urung, dan kerajaan urung diganti
dengan nama Luhak
dengan dikepalai oleh
seorang Luhak. Semua Raja Urung diberhentikan dan diganti
kepala-kepala Luhak yang baru terdiri dari pada kader-kader yang dibina pada
zaman Jepang.”
Pertemuan Komite
Nasional Indonesia Tanah Karo ini berlangsung tanggal 13 Maret 1946.
Perubahan sistem
pemerintahan di Tanah
Karo, setelah keluarnya ketetapan-ketetapan
sidang Komite Nasional Daerah Karo
berjalan dengan baik tidak ada gejolak. Khusus mengenai para tawanan Revolusi
Sosial Tanah Karo yang pada
permulaan ditempatkan di Kutacane,
kemudian dipindahkan ke Seberaya
dibebaskan menjelang agresi militer Belanda 1.
Selanjutnya Komite
Nasional Provinsi tertanggal 18 April 1946, memutuskan bahwa Tanah Karo terdiri
dari tiga kewedanan dan tiap kewedanan terdiri dari lima kecamatan. Kewedanan
itu adalah: Kewedanan Karo Tinggi berkedudukan di Kabanjahe dengan wedanannya
Netap Bukit, Kewedanan Karo Hilir berkedudukan di Tiga Binanga dengan
wedanannya Tama Sebayang dan Kewedanan Karo Jahe berkedudukan di Pancur Batu,
dengan wedanannya Keras Surbakti.
Sumber :
- Gerakan Napindo Halilintar di Tanah Karo (1945-1949). Penulis : Ayu Maharani Br Sembiring
- Kilap Sumagan. Penulis Tridah Bangun
Comments