Skip to main content

Selamat Ginting dan Pembacaan Proklamasi di Medan (1945)




Kabar Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, belum banyak  diketahui  masyarakat pada masa itu, karena surat–surat kabar dan radio masih dikuasai  oleh penjajah Jepang. Orang–orang Indonesia yang  bekerja di radio–radio dilarang untuk masuk bekerja guna menjaga berita kekalahan Jepang tak terdengar dan tersiar. Kabar kekalahan  Jepang baru disiarkan pada tanggal 21 Agustus 1945 melalui surat kabar dan radio Jepang di seluruh Jawa sekalian dengan pengumuman berakhir  dan bubarnya perang Asia Timur Raya (ATR), namun berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tetap tidak disiarkan. Berita ini membuat rakyat Indonesia mengerti bahwa Jepang telah gagal dengan jani–janjinya memberi hadiah kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.  

Berita proklamasi tersebut baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945, yang dibawa oleh Mr. Teuku Muhammad  Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas dari Jakarta. Berita mengenai proklamasi kemerdekaan tersebut belum ada yang resmi diumumkan kepada masyarakat  di Sumatera Timur, yang ada hanya berita dari mulut  ke mulut saja. Terlambatnya berita proklamasi kemerdekaan  tersebut dikarenakan keadaan dan situasi pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan Jepang walaupun mereka ketika itu sudah menyerah pada sekutu, ditambah lagi ketika itu masyarakat Indonesia masih ragu-ragu  dan  masih  takut  untuk  bergerak.

Tiga pemuda nasional Pelopor yang bernama Marzuki Lubis, Selamat Ginting, dan Raptan, datang  menemui Abdul  Xarim M. S. (PESINDO) selaku tokoh gerakan yang paling terkemuka di kota Medan.  Ketiga pemuda tersebut mendesak Xarim M.S. untuk segera mengumumkan proklamasi kemerdekaan di daerah  Sumatera Timur.  Di dalam pertemuan ini ketiga pemuda tersebut mendapat jawaban dari Xarim M.S bahwa mengumumkan proklamasi kemerdekaan tersebut harus disertai kekuatan senjata, karena pihak Jepang masih bisa menghantam.

Mendengar jawaban ini, Selamat Ginting langsung mengeluarkan pistol miliknya dan menunjukkannya. Xarim M.S lalu memegang pistol itu dan berharap bila senjata ini ada banyak, proklamasi kemerdekaan dapat diumumkan dengan aman di  Medan.

“Jika bapak meminjamkan kendaraan untuk mengangkut senjata, saya akan kembali besok,” jawab Selamat Ginting.

Mendengar permintaan pemuda ini, Xarim M.S. segera mengambil secarik kertas dan menulis sebuah nota pribadi yang kemudian menyuruhnya untuk diantarkan kepada Mahruzar. Keesokan harinya Selamat Ginting memperoleh sebuah kendaraan Open Cup merek Ford 1938 dari Mahruzar, yang pada waktu itu dikenal sebagai pengusaha dan tokoh gerakan nasional. Lalu kendaraan ini bergerak menuju arah Taneh Karo, tepatnya ke Kuta Bangun dengan disupiri Pasang Sinuhaji.

Senjata-senjata ini adalah hasil dari hubungan rahasia yang dilakukan oleh Selamat Ginting melalui penghulu Kuta Pinang, Raja Mula Manik,  dengan beberapa  pimpinan Jepang untuk memberikan senjata kepada bangsa Indonesia guna menentang kembalinya kekuasaan Belanda dan sebagai kekuatan untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia. Senjata ini telah ditanam di ladang Juma Pali (Kuta Bangun) milik Selamat Ginting untuk menjaga kerahasiannya.


Selamat Ginting dan Piah Malem beru Karo-karo Manik
Senjata-senjata ini diterima dari Jepang oleh Selamat Ginting, Tama Ginting dan Keras Surbakti.  Diserahkan oleh 2 orang tentara Jepang. Dengan kendaraan Opel buatan tahun 1933, Pasang Sinuhaji menyupiri hingga tujuan penyimpanan rahasia.  Sejumlah banyak senjata Bren, bom dan pistol disembunyikan. Yang turut membantu penyimpanan senjata itu adalah Bapa Berah dan Bapa Ngena.

Sesampainya di Medan mereka segera menuju ke Jalan Gurami dan secara kebetulan Nip Xarim pun ada di rumah yang sedang merundingkan sesuatu dengan Zein Hamid. Sebagian senjata diturunkan di Jalan Gurami, diberikan kepada Nip Xarim dan sisanya dibawa ke Jalan Sudor, ke rumah Ibu Ani, tempat mondoknya pemuda – pemuda nasional Pelopor.

Senjata yang dibawa dari Taneh Karo merupakan modal pertama berupa senjata dalam penyusunan kekuatan Republik Indonesia di wilayah Kota Medan. Begitu senjata telah ada, Xarim M.S. segera menghubungi T.M. Hasan dan Dr. M. Amir dan melaporkan bahwa senjata telah ada dan segera bertindak.

Persiapan dilakukan mulai dari konsolidasi pemuda – pemuda dan mengumumkan pertemuan rapat yang akan diadakan di gedung Taman Siswa (jalan Amplas Medan kini) untuk mengawali proklamasi.

Sepanjang September 1945 dilangsungkan rapat, termasuk pembentukan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) di gedung Taman Siswa di jalan Amplas, Medan. Pada 30 September 1945, sebagai rapat lanjutan BPI, dibicarakan realisasi nyata untuk memproklamirkan kemerdekaan di Sumatera Timur. BPI  bertugas  untuk  membela proklamasi   serta   menyampaikan isi proklamasi   di wilayah   masing-masing. Rapat   ini dihadiri  oleh  250  orang  undangan  dengan  ditandatangani  oleh  Ketua  Umum  BPI Sugondo Kartoprojo, Ketua I Ahmad Tahir, dan Sekretaris M.K. Djusni. Dalam rapat ini, Mr. Teuku Mohammad Hasan menyatakan  isi proklamasi kemerdekaan  Republik Indonesia  kepada  seluruh  peserta  rapat  tersebut.

Pada tanggal 3 Oktober keluarlah sebuah pengumuman yang menyatakan : Pemerintah Negara Republik Indonesia dengan resmi dijalankan di Sumatera Timur. Esoknya, pada tanggal  4 Oktober mulailah sang Merah Putih berkibar di Lapangan Fukuraido (masa penjajahan Belanda dinamakan Explanade)  yang kini dikenal sebagai Lapangan Merdeka.

Dan pada tanggal 6 Oktober berlangsung  pawai raksasa yang sangat bersemangat dengan membawa semboyan terus meneriakkan, “Merdeka atau Mati!” Mereka tidak peduli dengan keberadaan tentara Jepang yang masih menduduki kota Medan dan mempercayakan nyawa mereka kepada para pemuda yang mengawal mereka dengan persenjataan yang tadinya dibawa oleh Selamat Ginting dari Taneh Karo. Ahmad  Tahir menjadi pemimpin untuk melakukan  mobilisasi  massa  ini.

Selaku Gubernur Sumatera Timur, Mr. Teuku Mohammad dalam pidatonya berkata : “….perlu saya tekankan di sini, sebenarnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah memproklamirkan  kemerdekaanya. Tapi barulah sekarang kami dapat sampaikan kepada segenap lapisan masyarakat. Semangat rakyat setelah Perang Pasifik, berlainan sekali dengan semangat rakyat sebelum perang. Pada masa  ini rakyat telah  membentuk barisan-barisan pemuda di seluruh  Indonesia dengan cita-cita untuk mempertahankan kemerdekaan. 


Orang Belanda jangan salah raba, jika mereka masih memikir bahwa keadaan sekarang masih sama dengan semangat dahulu sebelum perang adalah keliru. Belanda  lebih  baik  jangan  mencari akal atau  mencari  kaki  tangannya  untuk  menduduki  Indonesia,  karena hal itu mengganggu ketenteraman umum. Penduduk  Indonesia  umumnya  dan  para  pemuda  khususnya  memandang  kaki tangan Belanda itu pengkhianat. Percobaan-percobaan mereka yang  sedemikian  rupa itu sangat berbahaya baik bagi Belanda apalagi para kaki tangannya.

Kalau  ada  seorang  pemimpin  Indonesia  menjadi  cidera  akibat  dari perbuatan kaki tangan Belanda,  maka semua orang-orang Belanda  dan kaki tangannya akan disingkirkan dari masyarakat. Karena itu kita harap dengan sangat supaya pihak Belanda  jangan sekali-sekali melakukan percobaan ke arah itu, untuk menjaga keselamatan bersama.”

Rapat raksasa di Lapangan Fukuraido Medan ini berjalan baik. Sejak saat itu resmilah berkumandang proklamasi di Sumatera Timur, dibacakan oleh oleh Gubernur Sumatera Timur, Mr. Teuku Mohammad Hasan dengan didampingi waklinya, Wakil Dr. M. Amir.


Selamat Ginting lahir di Kuta Bangun, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, tanggal 22 April 1923 
dan meninggal 22 April 1994 pada umur 71 tahun.

Bahan Bacaan : 
Rifle Reports: A Story of Indonesian Independence oleh  Mary Margaret Steedly (2013)




Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu