Skip to main content

Peranan Rakoetta S. Brahmana dalam Pembentukan Kabupaten Karo


Taneh Karo meliputi : wilayah-wilayah Kabupaten Karo sekarang, Langkat Hulu, Kota Medan bagian Selatan, Deli Hulu, Serdang Hulu, beberapa kecamatan yang dimekarkan dari Kecamatan Silima Kuta (Kabupaten Simalungun), serta beberapa kecamatan yang dimekarkan dari Kecamatan Taneh Pinem dan Kecamatan Tigalingga (Kabupaten Dairi).

Kabupaten Karo pimpinan Rakoetta meliputi : Kabupaten Karo sekarang ini ditambah Kecamatan Silima Kuta yang sekarang masuk Kabupaten Simalungun dan beberapa kecamatan yang sekarang masuk ke Kabupaten Deliserdang (Kecamatan-kecamatan Kutalimbaru, Pancurbatu, Namorambe, Sibiru-biru dan Sibolangit). Ingat, sebagian wilayah Kota Medan sekarang ini di masa kepemimpinan Rakoetta masuk ke wilayah Kabupaten Karo karena menjadi bagian Kecamatan Pancurbatu dan Kecamatan Namorambe pada saat itu.



Peranan Rakoetta S. Brahmana dalam Pembentukan Kabupaten Karo
Oleh: Juara R. Ginting


PENDAHULUAN
Masing-masing mantan Bupati Kabupaten Karo memiliki kelebihan dan kekurangan, tapi, menurut hemat saya, Kabupaten Karo di masa kepemimpinan Rakoetta Sembiring Brahmana memiliki keistimewaan tersendiri dalam perjalanan sejarah suku Karo.

Di masa kepemimpinan Rakoetta, wilayah Kabupaten Karo meliputi Kabupaten Karo sekarang ini ditambah beberapa kecamatan di luarnya yang sekarang menjadi bagian Kabupaten Deliserdang dan Kabupaten Simalungun. Ini merupakan monumen sejarah yang mengingatkan Taneh Karo tidak terbatas pada wilayah administrasi Kabupaten Karo sekarang.

Memang, wilayah Kabupaten Karo di masa kepemimpinan Rakoetta belum mencakup keseluruhan wilayah Taneh Karo. Langkat Hulu, Kota Medan bagian Selatan, dan Taneh Pinem adalah juga termasuk bagian Taneh Karo yang tidak dimasukkan sebagai bagian wilayah Kabupaten Karo di masa kepemimpinan Rakoetta. Akan tetapi, pernah adanya di suatu masa Kabupaten Karo mencakup wilayah lebih luas dari Kabupaten Karo sekarang ini sangat penting dijadikan sebagai salah satu tonggak sejarah Karo. Tidak hanya sebagai pengingat di masa-masa mendatang, tapi juga dapat menjadi argumentasi konkrit bila saja di belakang hari kita membutuhkan bukti-bukti bahwa Taneh Karo memang mencakup luas di beberapa kabupaten bertetangga ini.

Kai pe labo gelgel, belum tentu peristiwa masa lalu tidak menjadi peristiwa masa depan. Lihat saja pemekaran-pemekaran wilayah administrasi pemerintahan di Indonesia sekarang ini, termasuk daerah-daerah tetangga Kabupaten Karo. Umumnya pemekaran-pemekaran itu mengikuti, atau setidaknya mendekatkan diri kepada, klasifikasi wilayah tradisional mereka di masa Pre Kolonial atau di masa Kolonial atau Pasca Kolonial.

Dalam kesempatan ini, saya hendak menjelaskan secara ringkas konsep Taneh Karo agar kita menyadari pentingnya posisi Kabupaten Karo bukan hanya sebagai wilayah administrasi pemerintahan, tapi juga demi keberadaan masyarakat dan budaya Karo.


TANEH KARO
Suatu kali, saya dan beberapa teman mengadakan perjalanan dengan sebuah Jeep dari Kutarayat (Kabupaten Karo) ke Telagah (Kabupaten Langkat) dan dari Telagah ke Medan. Beberapa hari kemudian kami menyusuri jalan dari Medan lewat Tuntungan, Pasar 10, Gunung Merlawan, Tandak Benua dan keluarnya di Perkemahan Pramuka Bandar Baru. Beberapa hari setelah perjalanan itu, salah seorang mahasiswa Karo yang ikut dalam rombongan kami berkata: “Saya tidak membayangkan sebelumnya bila kampung-kampung yang kita lintasi kemarin itu betul-betul kampung Karo.”

Dalam percakapan selanjutnya, si mahasiswa Karo itu menjelaskan dianya selama ini membayangkan adanya orang-orang Karo berdiam di Langkat Hulu dan Deli Hulu sebagai hasil dari sebuah proses migrasi orang-orang Karo dari wilayah Kabupaten Karo sekarang ini ke daerah-daerah sekitarnya. Seperti kebanyakan generasi muda Karo sekarang ini, dia menganggap wilayah Kabupaten Karo sekarang ini sebagai wilayah asli orang Karo dan selebihnya bukan Taneh Karo yang asli.

Tidak heran bila perjuangan mempertegas bahwa pendiri Kota Medan adalah orang Karo dan situs Benteng Putri Hijau di Delitua adalah bagian dari sejarah Karo kurang disemangati oleh orang-orang Karo sendiri. Salah satu penyebab kurangnya semangat itu adalah karena umumnya orang-orang Karo sekarang ini kurang merasa terhubung dengan sejarah masa lalu Kota Medan dan Benteng Putri Hijau. Rendahnya rasa terhubung itu adalah karena kebutaan terhadap sejarah wilayah Taneh Karo Simalem. Bayangkan bagaimana di masa depan bila sekarang saja kita sudah menjadi awam mengenai Taneh Karo.

Pada tahun 1823, ketika Jhon Anderson mengunjungi rumahnya Sultan Deli di kampung Labuhan (Labuhan Deli dan sekarang berada di Kecamatan Medan Labuhan), dia melihat sebuah giriten di gerbang masuk rumah Sultan. Sultan Deli menjelaskan kepada Jhon Anderson bahwa itu tempat penyimpanan tulang belulang nenek moyangnya yang orang Karo. Bayangkan, kampung Labuhan terletak di antara pusat Kota Medan dengan Belawan. Ketika generasi muda Karo terlahir dan kemudian menginjak remaja melihat Istana Maimun di Kampung Baru (Medan) sekarang akan sangat sulit menerima penjelasan kalau Istana Maimun itu dibangun oleh Belanda. Bisa jadi, mereka malahan menganggap kita mengada-ada bila kita mengatakan lahan tempat berdirinya Istana Maimun itu adalah bagian dari Urung Suka Piring yang berpusat di Delitua.

Bayangkan lagi, saat Jhon Anderson mengunjungi kampung Sunggal di tahun 1823 itu, dia menemukan sekitar 50 rumah adat Karo di sana. Sunggal adalah pusat Urung Sabernaman panteken Surbakti mergana. Urung Sabernaman berbatasan dengan Kejuruan Hamparan Perak di sebelah Utara dan berbatasan dengan Urung Telu Kuru di sebelah Selatan. Urung Telu Kuru berpusat di Lingga yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Simpangempat (Kabupaten Karo). Bila kita periksa kampung-kampung yang berada di wilayah Urung Telu Kuru, hanya satu kampung yang didirikan merga Lingga, yaitu kampung Lingga itu sendiri. Selebihnya adalah kampung-kampung merga Surbakti (antara lain: Nangbelawan, Surbakti,  Gajah, Doulu, Raja Berneh, Jaranguda), Ginting Suka (Lingga Julu), Kacaribu (Kacaribu) dan Kaban (Kandibata). Hanya 2 kampung Sinulingga di Kabupaten Karo sekarang ini, yaitu Lingga dan Bintangmeriah (Kecamatan Kutabuluh). Di pihak lain, kita temukan begitu banyaknya kampung-kampung Sinulingga di wilayah Urung Sabernaman yang sekarang masuk ke wilayah Kabupaten Deliserdang. Mulai dari Gunung Merlawan yang masuk wilayah Kecamatan Kutalimbaru hingga ke beberapa kampung dekat Tanjung Anom yang masuk ke Kecamatan Pancurbatu.

Menarik untuk mempertanyakan hubungan antara Urung Sabernaman yang merupakan urung merga Surbakti dengan Urung Telu Kuru yang merupakan urung merga Sinulingga. Secara awam, kita menemukan kejanggalan mengapa Urung Telu Kuru menjadi urungnya Sinulingga padahal hanya satu kampung Lingga yang didirikan Sinulingga di wilayah itu. Tidak demikian halnya bila kita tinjau secara Antropologis. Kiranya terjadi sebuah hubungan “pertukaran” (exchange) antara urung-urung di Karo Jahe dengan urung-urung di Karo Gugung. Pemimpin di Urung Telu Kuru adalah Sinulingga sedangkan rakyatnya kebanyakan Surbakti, dan pemimpin di Urung Sabernaman adalah Surbakti sedangkan rakyatnya kebanyakan Sinulingga.

Ulasan lebih lengkap tentang hubungan Karo Gugung dan Karo Jahe dapat dibaca di 2 tulisan saya yang lain: 1. “Kolom Juara R. Ginting: Perlajangen” di http://www.sorasirulo.net/1_1_1297_kolom-juara-r.-ginting-perlajangen.html dan 2. “Inter-group Relation in North Sumatra” di Tribal Community in Malay World: Historical, Cultural and Social Perpectives. Edited by Geoffrey Benjamin & Cynthia Chou: Institute of Southeast Asian Studies, Singapore (2002): halaman 384 - 400.

Inti dari ulasan di atas adalah, tanah ulayat orang Karo tidak terbatas pada wilayah Kabupaten Karo sekarang, tapi meluas ke beberapa bagian dari wilayah Kabupaten-kabupaten Langkat, Simalungun dan Dairi serta Kota Medan.


MASA KOLONIAL

Pernah suatu ketika, pemerintah kolonial Belanda telah membentuk Residen Tapanuli dan Residen Pantai Timur Sumatera. Diantara kedua residen ini terdapat sebuah wilayah yang disebut Zelfstandig Bataklanden (Tanah-tanah Batak Merdeka) karena tidak termasuk ke residen manapun. Tahun 1904, pemerintah kolonial memasukkan wilayah ini ke Residen Pantai Timur Sumatra dengan nama “Afdeling Simalungun en Karolanden” dipimpin oleh seorang controleur yang berkantor di Seribudolok. Afdeling ini nantinya dimekarkan menjadi 2 afdeling: Simalungunlanden dan Karolanden. Pemerintah Jepang mengambil alih sistim pemerintahan ini tanpa merubahnya sedikitpun kecuali menempatkan pemimpin pilihannya dengan jabatan berbahasa Jepang.

Akibat pembagian wilayah administrasi pemerintahan semasa kolonial, Tanah Karo semakin dipojokkan sehingga orang-orang beranggapan bahwa Tanah Karo hanya terbatas pada Dataran Tinggi Karo (Karo Gugung) minus Taneh Pinem yang sudah sebelumnya dimasukkan ke wilayah Residen Tapanuli.


PERANAN RAKOETTA

Pembagian wilayah administrasi pemerintahan sejak awal-awalnya hingga sekarang ternyata tidak pernah sesuai dengan konsep pre-kolonial Taneh Karo yang meliputi Karo Gugung dan Karo Jahe meski perubahan maupun pemekaran telah terjadi beberapa kali. Di sinilah letak pentingnya Kabupaten Karo pimpinan Rakoetta Sembiring Brahmana yang terbentuk pada 13 Maret 1946 dijadikan sebagai Hari Jadi Kabupaten Karo.

Kabupaten Karo pimpinan Rakoetta itu berada diantara 2 konsep Taneh Karo yang berbeda. Di satu sisi, ada pandangan bahwa Taneh Karo terbatas pada wilayah Kabupaten Karo sekarang ini. Di sisi lain, ada konsep bahwa Taneh Karo meliputi wilayah-wilayah Kabupaten Karo sekarang, Langkat Hulu, Kota Medan bagian Selatan, Deli Hulu, Serdang Hulu, beberapa kecamatan yang dimekarkan dari Kecamatan Silima Kuta (Kabupaten Simalungun), serta beberapa kecamatan yang dimekarkan dari Kecamatan Taneh Pinem dan Kecamatan Tigalingga (Kabupaten Dairi).

Kabupaten Karo pimpinan Rakoetta meliputi Kabupaten Karo sekarang ini ditambah Kecamatan Silima Kuta yang sekarang masuk Kabupaten Simalungun dan beberapa kecamatan yang sekarang masuk ke Kabupaten Deliserdang (Kecamatan-kecamatan Kutalimbaru, Pancurbatu, Namorambe, Sibiru-biru dan Sibolangit). Ingat, sebagian wilayah Kota Medan sekarang ini di masa kepemimpinan Rakoetta masuk ke wilayah Kabupaten Karo karena menjadi bagian Kecamatan Pancurbatu dan Kecamatan Namorambe pada saat itu.

Meski wilayah Kabupaten Karo di masa kepemimpinan Rakoetta belum lengkap mewakili pre-kolonial Taneh Karo, menjadikan hari jadinya menjadi hari jadi Kabupaten Karo mengingatkan kita dan generasi-generasi mendatang akan konsep Taneh Karo yang meliputi Karo Gugung dan Karo Jahe.

Catatan :
Tulisan di atas adalah makalah Juara R. Ginting pada Seminar sehari "Mengenang Rakoetta S. Brahmana" di Gedung PPWG GBKP Zentrum, Kabanjahe, pada tanggal 27 September 2009.

Sumber : Sora Sirulo

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu