Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2011

Pusaka Tumbuk Lada Karo

Oleh Ujungbawangsimalem.blogspot.com Kebetulan leluhur saya adalah pandai besi, termasuk kakek dan ayah (bapak) saya mewarisi keahlian pembuatan pisau dan parang (senjata tajam ), desa ujung bawang terkenal dengan desa penghasil pisau karo dan senjata tajam lainnya, keahlian ini tidak semua orang bisa mewarisinya, ayah saya juga ada 5 bersaudara lelaki, hanya 2 yg bisa mewarisinya, walau sekarang sudah tidak terlalu produktif ( beralih jadi wiraswasta ), adapun pisau yang bisa mereka ( pandai besi ) produksi salah satunya tumbuk lada.                                              Bahan utama pisau ini adalah pada gagang terbuat dari tanduk kerbau, pisau terbuat dari kuningan atau besi, sedangkan sarung pisau terbuat dari pangkal bambu atau tanduk kerbau, Pada pangkal sarung Tumbuk Lada terdapat bonjolan bundar yang selalunya dihias dengan ukiran yang dipahat biasanya bentuknya mirip kepala ayam. Sarung senjata ini sering dilapis dengan kepingan perak atau kuningan. Tumbuk La

Ukiran pada Pisau Tumbuk Lada

Ukiran pada Pisau Tumbuk Lada [Sumber: A.G. Sitepu]

Pisau pada Suku Karo

Oleh Amry Pelawi Pisau yang digunakan suku Karo ada beberapa jenis diantaranya Pisau Tumbuk Lada , Pisau Dengkai Dengkai , Sekin , Rawit dan lain – lainnya. Tentang Tumbuk Lada : Pisau Tumbuk lada ada beberapa motif ukirannya dan ada juga yang tidak berukir. Bahan pisau juga berbeda beda tergantung kepada keperluannya. Kalau Anak Beru mindo besi mersik (piso Tumbuk Lada) kepada kalimbubu maka biasanya bahan besinya terdiri dari 5 negeri (Kerajaan), kemudian dilebur menjadi satu baru kemudian di tempa menjadi pisau. Arti angka lima disini ialah gelah ertima tendi irumah (agar jiwa dan rohnya tetap berada dirumah). Maksud diadakannya upacara ngelegi besi mersik (pisau) kepada kalimbubu dikarenakan bebere mamana sering kurang / tidak sehat. Menurut kepercayaan , si “Bebere” termama – mama tendinya. Jadi dalam upaya penyembuhan dan agar sakit sang “bebere” tidak kambuh – kambuh lagi maka dimintala besi mersik (pisau) kepada Kalimbubu.

Djaga Depari

Komponis nasional Djaga Depari tidak saja menulis lagu lagu romantika kehidupan orang karo tapi beliau juga menulis lagu lagu yang bernafaskan perjuangan rakyat karo menentang pendudukan bangsa bangsa  asing dibumi Karo. Karya karyanya yang melukiskan perjuangan rakyat Karo inilah yang menasbihkan beliau sebagai seorang komponis nasional RI. Djaga Depari dilahirkan di desa Seberaya , kecamatan Tiga Panah, kabupaten Karo. Dia tidak mempunyai pendidikan khusus di bidang musik tapi sangat piawai dalam menggesek dawai biola. Dia mengandalkan biola dalam meramu note note sebuah lagu. Apabila semangat patriotisme seorang Djaga Depari tergugah, maka note note lagu yang diciptakannya menjadi sangat berbeda . Langgam kesenduan lagu lagu Karo berubah menjadi hentak jiwa yang bergelora ingin membebaskan diri dari belenggu ketertindasan. Lagu “Erkata Bedil ( Dentuman Senjata)“ menggambarkan semangat perjuangan yang dia embankan pada pemuda pemuda Karo untuk ikut mengangkat senjat

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 1)

1. Bulan Purnama Marjata-jata embunna mbnentar martega Bagina cirem tertawa bulanna purnama Nerang-nerangi kepulon Indonesia enda Nambahi jilena rikut mulia Tempa mejamu sinasa bintang margore Tempa mesuku kal angina, si rembus Rembus medale-dale manje erdile-dile Cawir terangna bulan, bulan puranama e ( sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 326 ) Bulan Purnama Tersisih awan putih yang berkumpul Serasa senyum lebar bulan purnama Menerangi kepulauan Indonesia ini Menambah indah dan kemakmurannya Serasa menyambut segala bintang bersinar Serasa mengelus angina yang bertiup halus Meniup pelan dan lembut mengelus Terangnya bulan, bulan purnama itu  2. Bunga Pariama Miap-miap bulung pariama I embus angin deleng seh jilena I duru lingling bage kidah turahna sisada I deher sabah tineka sabah tineka I deher sabah tineka sabah tineka Teptep jelma lit sura-surana Erban mehuli ku japa gia Tapi mekatep sa

Djaga Depari : Yang menghilang, Lagu USDEK

Djaga Depari, komponis nasional, tidak saja menulis lagu lagu romantika kehidupan orang karo tapi beliau juga menulis lagu lagu yang bernafaskan perjuangan rakyat karo menentang pendudukan bangsa bangsa asing di bumi Karo. Diantaranya yang dikenal "Erkata Bedil" atau Bunyi Senapan. Namun ada sebuah lagu yang tak lagi didengar semenjak Orde Baru berkuasa. Lagu itu berjudul USDEK. USDEK  Lit kidahken momo Momo manifesto Manifesto Soekarno Bapa rayat si rulo Bapa rayat si rulo Usdek kap isina Pijer podi man banta Em penarang penakit Perukur si la tengka Perukur si la tengka U kap undang-undangta Undang-undang tahun empat puluh lima S kap sosial radu kita mulia Sikeleng-kelengan kerina D kap demokrasi, terpimpin kapen ia E kap ekonomi, terpimpin ka ngia K kap kepribadian, kepribadian Indonesia Yah dagena alo Aloken manifesto Mari rari kita Usdek gelementa (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 342) artinya : USDEK Ada

Bung Karno dan Tanah Karo

“Kawan! Pusara adalah lambang kesinambungan hidup! Mati! Dalam perjuangan. Bahana kekal panggilan Bung Karno dari Blitar sampai Tanah Karo” (Sitor Situmorang)   Demikian Sitor Situmorang, sastrawan angkatan 45 itu  menuliskan seuntai kalimat tanda penghormatan pada “sang proklamator”  pada sepetak batu marmer di Monumen Bung Karno, Laugamba Berastagi. Bougenville di halaman rumah bercat putih itu seakan menjadi saksi bisu. Di dekatnya, tampak berdiri seorang tentara Belanda memangku senjata sedang berjaga. Bung Karno, Sutan Syahrir dan H Agus Salim kelihatan tertawa. Mengapa mereka tertawa? Bukankah mereka dalam pengasingan? Entahlah. Tapi, setidaknya itulah yang tergambarkan dalam foto memoar yang tergantung di dalam rumah bersejarah itu, kini. Di Desa Laugumba, Kecamatan Berastagai Tanah Karo tepatnya di kawasan seluas 1,5 hektar, terdapat sebuah rumah semi permanen bercat putih, beratap seng berukuran 20×30 meter, dengan seluas taman yang ditumbuhi rer

RAKUTTA SEMBIRING BRAHMANA (1914-1964) -- bagian 4

Nisan kuburan dari Rakutta Sembiring Brahmana di Taman Makam Pahlawan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Pergerakan Rakutta Sembiring Setelah menikah beliau makin gencar turun dalam gelanggang politik. Berbagai macam diskusi ia lakukan, bersama teman-temannya seperti Munaf Munir, Jakob Siregar, Selamat Ginting, Keras Surbakti dll. Mereka melakukan pergerakan sampai ke Kota Cane, Aceh Tenggara Propinsi NAD. Tahun 1930, Rakutta kembali terjun ke dunia politik setelah sebelumnya terhenti karena aktivitasnya berdagang pakaian. Pada tahun ini juga ia mendirikan Indonesia Muda Cabang Medan . Setelahnya Rakutta kembali ke Tanah Karo untuk berdiskusi mengenai pendudukan Jepang di  Tanah Karo dengan Selamat Ginting dan Keterangen Sebayang . Kemudian akhirnya mereka juga mengajak Nolong Ginting Suka dan Nerus Ginting Suka. Sehubungan dengan terbentuknya Komite Indonesia Cabang Medan yang dipimpin oleh Sugondo Kartoprodjo dari Taman Siswa, di Karo juga kelima tokoh ini sepakat membent

RAKUTTA SEMBIRING BRAHMANA (1914-1964) -- bagian 3

Kehidupan Berumahtangga Rakutta Sembiring Brahmana  Setelah berhenti dari Taman Siswa, Rakutta Sembiring Brahmana pulang kekampung halamannya di Desa Limang. Rakutta Sembiring Brahmana kemudian disarankan oleh ayahnya untuk segera berumah tangga , dan karena itu adalah permintaan ayahnya, Rakutta Sembiring Brahmana tak kuasa menolak sehingga ia meluluskan permintaan dari orangtua yang sangat dikasihinya itu. Seperti pada umumnya masyarakat Karo, biasanya seorang laki-laki disarankan oleh orangtuauntuk menikahi anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya yang lajim disebut impal. Perkawinan dengan impal menurut pola kekerabatan masyarakat Karo merupakan perkawinan yang ideal. Perkawinan ini diharapkan dapat menjaga agar tali kekerabatan tetap terjalin terus-menerus. Rakutta Sembiring Brahmana kemudian disuruh untuk memilih salah satu dari puteri pamannya (mama) untuk dijadikan pendamping hidupnya. Rakutta Sembiring Brahmana memantapkan pilihanya kepada salah seorang anak per

RAKUTTA SEMBIRING BRAHMANA (1914-1964) -- bagian 2

Ketika Rakutta Sembiring Brahmana masih anak-anak, beliau sering mengikuti ayahnya dalam acara-acara adat seperti perkawinan, kemalangan, memasuki rumah baru, begitu pun upacara ritual menurut kepercayaan leluhur. Hal ini tidak mengherankan, karena ayah dari Rakutta ini sendiri adalah seorang penetua adat yang kerap kali dipanggil untuk menghadiri berbagai acara. Seringnya Rakutta mengikuti ayahnya dalam berbagai acara adat mengakibatkan lambat laun ia mengetahui mengenai adat-adat karo. Beliau juga sering berdiskusi dengan ayahnya mengenai adat-adat karo yang belum ia mengerti. Dengan demikian maka pemahaman mengenai adat-adat ini akan semakin banyak. Pemahaman Rakutta Sembiring Brahmana terhadap adat karo kelak dituliskannya dalam sebuah buku yang berjudul " Corat Coret Budaya Karo" . Sama halnya dengan anak-anak sebayanya Rakutta Sembiring Brahmana juga menyenangi permainan-permainan yang sering dimainkan pada saat itu seperti sepak bola, catur, kelereng, gasing dan

RAKUTTA SEMBIRING BRAHMANA (1914-1964) -- bagian 1

Rakutta Sembiring Brahmana (1914-1964) Pada awalnya beliau menjabat sebagai  Bupati Tanah Karo pada tahun 1946 hingga 2 priode . Pada tahun 1954-1960 Rakutta Sembiring Brahmana dipindah tugaskan ke daerah Asahan.  Di Asahan beliau menjabat sebagai Bupat i sekaligus merangkap sebagai Walikota Tanjung Balai. Dan yang terakhir beliau menjabat sebagai  Walikota Pematang Siantar 1960-1964.  Walaupun Rakutta Sembiring Brahmana bukan putra daerah tetapi dia bisa menjadi seorang pemimpin di daerah orang lain.  Selama ia memimpin di tiga wilayah beliau telah memberikan sumbangsih yang sangat besar melalui kebijakan-kebijakan yang ia buat. BIOGRAFI RAKUTTA SEMBIRING BRAHMANA (1914-1964) Oleh Eva Angelia Sembiring DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 ABSTRAK Rakutta Sembiring merupakan salah satu tokoh penting pada masa awal kemerdekaan Indonesia yang belum pernah dituliskan orang dalam bentuk biografi, memoar atau oto

Gendang Erndikkar

Tari-tari Bintang, Tar-tar Bintang, Tare-tare Bintang

Yakin Sembiring Brahmana di majalah INSIDESUMATERA edisi September 2011 Pandikkar klasik tidak mengenal istilah tari-tari bintang, yang ada adalah istilah Landek bunga-bunga (Memperagakan sembah dalan, sembah beras pati taneh, sembah guru, sembah empat desa, sembah mata wari pultak dll....dan mengadakan komunikasi tersembunyi sesama pendekar, dari mana kamu, siapa gurumu, saya undang kamu makan dan tidur di rumahku dsbya...). Tar-tar Bintang adalah nama group tari yg ada di Belanda membawakan tari klasik Karo yg di kombinasikan dengan tari Ndikkar, pernah nampil di Floriade, pasar malam Besar, german dsnya.... Tare-tare Bintang , adalah salah satu nama Jurus favorit dari pandikkar Laubaleng, Ramah Tampu, Mbal2 petarum dan sekitarnya pada mulanya dipertunjukan pada jamannya oleh: Seter Sembiring dan Singet Sembiring Milala. Biasanya jurus TARE-TARE bintang ini di ikuti dengan jurus SARENSAREN tebu yg melambangkan gerakan TARE-TARE BINTANG dan BINTANG MEGARIS-GARIS. (

Ndikar Diambang Kepunahan

Ndikar 1920 an Ndikar (baca ; ndikkar) adalah seni bela diri dari daerah Karo, yang juga sering disebutkan dengan kata silat . Walaupun sebenarnya kata ndikar adalah merupakan terjemahan silat atau pencak silat ke dalam Bahasa Karo, tetapi dewasa ini orang Karo sendiri lebih sering memakai kata silat daripada kata ndikar, bahkan cenderung kata ndikar semakin jarang didengar atau diucapkan sehingga bagi sebagian kaum muda Karo kata ndikar merupakan kata yang asing diucapkan. Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, ndikar juga merupakan olah raga bela diri tradisional khas dari daerah Karo yang memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dari daerah lain, sedangkan Pandikar adalah kata sebutan bagi orang-orang yang mendalami ilmu bela diri ini ataupun orang-orang yang memiliki ilmu bela diri ndikar (bandingkan pandikar dengan pendekar dalam bahasa Indonesia). Ndikar dan Tari-tari Bintang Dalam prakteknya ndikar sering juga dianggap sebagai tari-tarian biasa k

Video Ndikar - Silat Karo (1920)

Ndikar (baca; ndikkar) adalah seni bela diri dari daerah Karo, yang juga sering disebutkan dengan kata silat. Walaupun sebenarnya kata ndikar adalah merupakan terjemahan silat atau pencak silat ke dalam Bahasa Karo, tetapi dewasa ini orang Karo sendiri lebih sering memakai kata silat daripada kata ndikar, bahkan cenderung kata ndikar semakin jarang didengar atau diucapkan sehingga bagi sebagian kaum muda Karo kata ndikar merupakan kata yang asing diucapkan. Note: Video ini diabadikan di salah satu pasar malam di Tanah Karo pada tahun 1920.

Nampeken Jinujung (1983)

Rekaman video Nampeken Jinujung, merupakan tari adat yang religus dari masyarakat Karo tradisional dan menurut kabarnya diabadikan di Desa Sukanalu tahun 1983

Dari Kehancuran Menuju Bangkitnya Orang Karo Ber-tani (Perkembangan Pertanian Karo bagian 3)

Menjual Kol (foto oleh KALVIN GINTING) “Ini adalah masa kehancuran”, begitulah ungkapan beberapa petani . Ungkapan seperti ini umumnya berasal dari petani yang cenderung hanya menanam satu jenis tanaman. Jenis tanaman itu adalah tanaman untuk kebutuhan ekspor, seperti; kol, kentang, wortel, daun bawang, atau kol bunga.   Seorang petani tua, Pak MG (75 tahun) mengatakan bahwa, pada  pada masa sebelum konfrontas,  harga lebih sering sesuai dengan yang diharapkan ( seri bagi sura-sura).  Karena harga tanaman yang diekspor cenderung mahal, dan  biaya pupuk dan pestisida tidak semahal saat ini.   Apapun alasan petani, mereka cenderung menganggap bahwa  masa konfrontasi adalah masa yang ‘lesu’  bagi penanaman sayuran. Hal ini menyebabkan  mereka cenderung tidak meluaskan areal perladangan  mereka.  2.2. Saat Konfrontasi Pemutusan hubungan dengan Malaysia tidak mengurangi penanaman jumlah varietas yang ada. Perubahan yang terjadi hanyalah pada segi jumlah hasil panen yang ber

"Zaman mulih mengongsi dan Masa Keemasan" (Perkembangan Pertanian Karo bagian 2)

Brastagi di tahun 1967 Kegiatan belajar ini dapat dilakukan karena  kegiatan cocok tanam dipercayakan oleh para migran Tionghoa sepenuhnya kepada buruh tani. Sementara migran Tionghoa berperan sebagai pemberi instruksi dan pengawas kerja.  Dengan menjadi buruh, petani-petani Gurusinga dapat menambah pengetahuan mereka tentang tanaman hortikultura. Pada masa ini juga telah mulai terbuka peluang pasar ekspor. Beberapa petani desa ini yang telah memiliki uang dari hasil sewa tanah dan gaji sebagai buruh tani mulai memberanikan diri untuk beralih dari tanaman padi dan jagung ke tanaman hortikultura dalam skala kecil. 2. Periode Sesudah Mengungsi Penanggalan sejarah hortikultura berikutnya adalah masa sesudah mengungsi . Penduduk menyebutnya dengan zaman mulih mengungsi . Masa ini dimulai pada tahun 1947. Penekanan penting dari periode ini terutama pada masa dimulainya pengiriman ekspor barang ke negara Malaysia dan Singapura berkisar tahun 1950. Masa ini dibagi penduduk Guru

"Opedenga mengongsi" ( Perkembangan Pertanian Karo bagian 1)

Pemandangan Pasar Brastagi Overzicht van de markt te Berastagi, Karolanden, Sumatra`s Oostkust 1920-1925 Source : Tropenmuseum Sebahagian besar petani lanjut usia (di atas 60 thn) selalu mengawali pembicaraan mereka mengenai sejarah hortikultura dengan sebuah  senyum bahagia ,  seolah bernostalgia  dengan serangkaian sejarah hidup mereka....  Pada saat ini, hasil ladang dibawa ke pasar di Berastagi dengan cara menjunjung di atas kepala ( ijujung ). Petani harus berangkat dari Desa Gurusinga berkisar pukul 04.00 wib atau 05.00 wib pagi. Pedati ( gereta lembu ) dapat digunakan, tetapi  sewanya mahal  dan juga ada rasa takut karena kondisi  jalan masih berlubang-lubang  dengan kedalaman mencapai 0,5 meter. PERIODESASI WAKTU BERDASARKAN PENGALAMAN PETANI: Kajian Antropologi Mengenai Periode Perkembangan Budidaya Hortikultura Di Berastagi Kab. Karo. Oleh Sri Alem Br.Sembiring (1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Pendahuluan

Bangkitnya Ritual Orang Gunung

KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT Dukun perempuan mengalami kesurupan saat memimpin jalannya ritual Sarilala atau tolak bala di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, kaki Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Jumat (22/7/2011). Ritual ini jarang dilakukan warga setempat. Sebelumnya pernah dilakukan saat Gunung Sinabung meletus Agustus 2010, dan kali ini kembali dilakukan sebagai harapan agar gunung tidak meletus lagi. 14-10-2011 Indira Permanasari dan Ahmad Arif KOMPAS  - Tambah Tarigan (70) duduk takzim dengan lutut ditekuk. Sirih dan tembakau tersaji di depannya. Kedua tangan keriputnya menyatu di depan dada. Suasana hening. Tiba-tiba tubuhnya bergetar. Hanya sesaat, lalu kembali diam. Orang-orang di dalam rumah panggung kayu itu tegang menantikan adegan berikutnya. ”Nggo reh nini, kai penungkunen kena (Nenek sudah datang. Kalian mau tanya apa)?” suara Tambah memecah keheningan. Ketika Sinabung meletus, berbagai ritual yang dasarny

Pujian Putu Wijaya pada Pelukis Rugun Sembiring Brahmana

Lukisan Rugun Sembiring berjudul "Maba Kampil" dibuat sekitar tahun 80-an S esuatu Yang Jernih 19 AGUSTUS 1978 R UGUN Sembiring Brahmana (54 tahun), muncul di Balai Budaya Jakarta 8 s/d 14 Agustus yang lalu dengan 46 buah lukisan kuning. Pelukis yang pernah digodok di ASRI Yogya ini (1952 - 1954) bagai nyala api pedalaman. Garis-garisnya bergerak lincak tetapi wataknya sederhana. Di samping spontan, Rugun menunjukkan pengamatan seorang anak desa yang akrab dan cinta pada tanah kelahirannya, Karo. Kerbau, sungai, kampung, pedati, babi, lesung dan segala yang ada di sekitar kehidupan pedesaan, muncul dalam kanvas Rugun dalam bentuk-bentuk yang jelas dan terutama suasana yang dekat. Ia juga melukis seorang lelaki yang memanjat pohon mengambil nira -- atau dukun yang memanggil roh atau menahan hujan. Ia memotret hidup sehari-hari dari dalam hidup itu sendiri, sehingga lukisannya terasa orisinil. Tidak Besar Kekuatan Rugun justru karena kesederhanaan te