Skip to main content

RAKUTTA SEMBIRING BRAHMANA (1914-1964) -- bagian 4

Nisan kuburan dari Rakutta Sembiring Brahmana
di Taman Makam Pahlawan Kabanjahe, Kabupaten Karo.

Pergerakan Rakutta Sembiring

Setelah menikah beliau makin gencar turun dalam gelanggang politik. Berbagai macam diskusi ia lakukan, bersama teman-temannya seperti Munaf Munir, Jakob Siregar, Selamat Ginting, Keras Surbakti dll. Mereka melakukan pergerakan sampai ke Kota Cane, Aceh Tenggara Propinsi NAD.

Tahun 1930, Rakutta kembali terjun ke dunia politik setelah sebelumnya terhenti karena aktivitasnya berdagang pakaian. Pada tahun ini juga ia mendirikan Indonesia Muda Cabang Medan. Setelahnya Rakutta kembali ke Tanah Karo untuk berdiskusi mengenai pendudukan Jepang di  Tanah Karo dengan Selamat Ginting dan Keterangen Sebayang. Kemudian akhirnya mereka juga mengajak Nolong Ginting Suka dan Nerus Ginting Suka. Sehubungan dengan terbentuknya Komite Indonesia Cabang Medan yang dipimpin oleh Sugondo Kartoprodjo dari Taman Siswa, di Karo juga kelima tokoh ini sepakat membentuk Komite Indonesia Cabang Tanah Karo. Kegiatan pertama komite ini adalah memberikan resolusi kepada pemerintahan jepang di Tanah Karo untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1943, Rakutta keluar dari Partindo, ia kemudian masuk Pendidikan Nasional Indonesia yang di pimpin oleh Tama Ginting dan berkedudukan di   Berastagi. Kegiatan dari Pendidikan Nasional Indonesia ini antara lain memberi ceramah dan kursus-kursus kepada para anggota masyarakat mengenai perkembangan zaman dan taktik serta siasat yang dijalankan di bawah kekuasaan Jepang. Pada masa ini juga Rakutta bersama tokoh lainnya mendirikan Koperasi sebagai wadah propaganda kepada masyarakat Karo untuk kesadaran politik di samping kegiatan jual beli barang di pasar-pasar atau di kantor-kantor koperasi. Koperasi ini bernama Poesat Ekonomi Rakyat (Poesra).

Untuk menyatukan dan menyalurkan segala potensi yang ada pada masyarakat agar dapat membantu Jepang, maka dibentuklah Badan Oentoek Membatoe Pertahanan Asia yang disingkat dengan BOMPA. Bompa ini berdiri pada 28 Nopember 1942 di Medan. Pada saat awal berdirinya Bompa ini dipmpin oleh Mangaraja Soangkupon. Kemudian berikutnya pimpinan Bompa digantikan oleh Mr Mohammad Yusuf dan akhirnya dipegang oleh Abdul Karim MS. Abdul Karim MS merupakan seorang tokoh pergerakan rakyat di zaman penjajahan Belanda dan pernah masuk penjara di Digul.

Bompa yang berada di Medan kemudian me
mbuka cabang cabang baru di berbagai daerah termasuk di Tanah Karo. Bompa di Tanah Karo dipimpin oleh Raja Oekum Sembiring seorang pengusaha otobis yang terkenal di Tanah Karo dengan bis bermerek Cap Nenas dan Rakutta Sembiring Brahmana sebagai wakilnya. Bompa cabang Karo kemudian membuka ranting dan anak ranting sampai ke kampung-kampung yang ada di Tanah Karo. Dengan adanya kegiatan Bompa kemudian banyak pemuda-pemuda Karo yang akhirnya memasuki Heiho (tentera sukarela) dan Gyu Gun (pembela tanah air)..


Rakutta Sembiring Menjadi Bupati Karo

Setelah kekalahan Jepang atas Sekutu tanpa syarat, pada tanggal 17 Agustus Proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di Jakarta. Di Kota Medan sendiri proklamasi itu sendiri baru di umumkan pada tanggal 25 September 1945  setelah adanya desakan dari Selamat Ginting dan kawan-kawan terhadap karim MS dan Teuku Mohammad Hasan.

Untuk menyampaikan kabar proklamasi itu ke seluruh Sumatera Utara, maka dibentuklah Barisan pemuda Indonesia yang di pimpin oleh Tama Ginting. Rakutta sendiri berada pada seksi penerangan. Seiring dengan berdirinya Badan Keamanan Rakyat sebagai tentara resmi Pemerintah, di Tanah Karo juga dibentuk BKR di bawah pimpinan Djamin Ginting, Bom Ginting dan kawan-kawan. Pada Januari 1946 Komite Nasional Indonesia  di bentuk di Tanah Karo dengan Ketuanya Rakutta Sembiring Berahmana.

Setelah adanya penghapusan Swapraja (Pemerintahan Sendiri), Komite Nasional Indonesia Tanah Karo mengadakan rapat di Kuta Gadung Berastagi, pada tanggal 13 Maret 1946 mengambil keputusan penting diantaranya pengangkatan Rakutta Sembiring Berahmana sebagai Bupati Karo.

Rakutta Sembiring Brahmana diangkat menjadi bupati Tanah Karo pada tahun 1946. Diangkatnya Rakutta Sembiring Brahmana sebagai kepala pemerintahan di Tanah Karo mengawali karier Rakutta Sembiring Brahmana dalam menjadi bupati. Rakutta Sembiring Brahmana merupakan bupati pertama di Tanah Karo setelah sebelumnya kepala pemerintahan sementara dipegang oleh Ngerajai Sembiring Meliala sebagai kepala pemerintahan Swapraja.

Setelah Kabupaten Karo terbentuk dan Rakutta Sembiring Brahmana diangkat menjadi bupati, pada 18 April 1946 diputuskan bahwa wilayah Kabupaten Karo dibagi menjadi tiga kewedanan dan tiap kewedanan terdiri dari lima kecamatan, yakni Kewedanaan Karo, Kewedanaan Karo Hilir dan kewedanaan Karo Jahe.

Kemudian setelah pemerintahan di Karo terbentuk maka Komite Nasional Indonesia dirubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Rakutta Sembiring menjadi Ketua DPRD. Pada tanggal 20 November 1947 Rakutta Sembiring Brahmana mengeluarkan uang tukar dengan nomor registrasi No. 20490 dengan nilai Rp. 1000 per lembar.

Rakutta Sembiring Brahmana memimpin Tanah Karo selama dua periode. Periode pertama yaitu sejak tahun 1946 hingga tahun 1949, dan periode kedua yaitu tahun 1949 hingga tahun 1953. Selama Rakutta Sembiring Brahmana menjabat sebagai bupati di Tanah Karo telah terjadi beberapa kali perpindahan pusat pemerintahan kabupaten. Hal ini tidak
terlepas dari kondisi politik yang masih belum stabil. Adapun tempat kantor kepala pemerintahan Karo sejak Indonesia merdeka adalah sebagai berikut :

a. Kabanjahe, tahun 1945-31 Juli 1947
b. Tigabinanga, 31 Juli 1947-25 Nopember 1947
c. Lau Baleng, 25 Nopember 1947-7 Februari 1948
d. Kutacane, 7 Februari 1947-14 Agustus 1949
e. Tiganderket, 14 Agustus 1949-17 Agustus 1950
f. Kabanjahe, 17 Agustus 1950 hingga sekarang
Perpindahan pusat pemerintahan ini tidak terlepas dari situasi dan kondisi NKRI pada masa itu.


Rakutta Sembiring diangkat menjadi Bupati Asahan.

Kabupaten Asahan terbentuk setelah Indonesia merdeka tepatnya pada tanggal 15 Maret 1946 yang dipimpin oleh Abdullah Eteng dan Sori Harahap sebagai wakil kepala wilayah. Rakutta Sembiring Brahmana diangkat menjadi bupati Asahan pada tahun 1954.


Saat  menjabat sebagai bupati Asahan, Rakutta Sembiring juga merangkap sebagai walikota Tanjung Balai karena kekosongan pemimpin pada masa itu.  Pada tahun 1957 Rakutta Sembiring Brahmana juga menjadi anggota Konstituante Fraksi PNI.

Rakutta Sembiring Brahmana menjabat sebagai bupati di Kabupaten Asahan selama enam tahun. Rakutta Sembiring Brahmana memimpin di Kabupaten Asahan yaitu sejak tahun 1954-1960. Selama ia memimpin di Kaupaten Asahan dia berusaha memimpin dengan bijaksana dan tegas sehingga ia bisa di terima di wilayah yang bukan tanah kelahirannya


Menjadi Walikota Siantar

Pada tahun 1960, Rakutta Sembiring Brahmana diangkat menjadi walikota Pematang Siantar. Pada masa ini ia resmi menjadi pengikut Kristen Protestan, sebagaimana sebelumnya ia adalah penganut agama Hindu Pemena. Pada masa kepemimpinanya di Pematang Siantar, Rakutta Sembiring Brahmana mengikuti organisasi Partai Nasional Indonesia (PNI). Hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak pernah lepas dari kegiatan organisasi politik. Tahun 1962 Ia mengikuti Latihan Kemiliteran Pegawai Sipil. Latihan kemiliteran pegawai sipil ini diadakan oleh Komando Daerah Militer II Bukit Barisan.

Rakutta Sembiring Brahmana menjabat sebagai walikota Pematang Siantar sejak tahun 1960-1964. Beliau hanya menjabat sebagai walikota selama empat tahun karena beliau kemudian tutup usia sehingga tidak dapat melanjutkan tugasnya

Rakutta Sembiring Brahmana tutup usia pada tanggal 28 Januari 1964. Pada waktu tutup usia Rakutta  Brahmana berusia lima puluh tahun. Beliau meninggalkan satu orang isteri, enam orang anak, dan dua orang cucu. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kabanjahe atas permintaan dari Pemerintah Kabupaten Karo.

Sumber : Eva Angelia Sembiring, Repository.usu.ac.id

DAFTAR PUSTAKA
Angkatan Darat Komando Daerah Militer II Bukit Barisan, Surat Keterangan
(idjazah), 1962.
Bangun Lagu, ‘’Suatu Tinjauan Hubungan Perjuangan Nasional Indonesia Dengan
Perjuangan Rakyat Tanah Karo (1947-1949)’’, Skripsi S-I, Medan: Universitas
Sumatera Utara, 1982.
Bangun Tridah, Kilap Sumagan: Biografi Selamat Ginting, Jakarta: Haji Masagung,
1993.
---------------, Koran Karo-Karo Pejoang’45 Multi Dimensi, Medan: Tani Namura,
2002.
----------------, Otobiografi Tridah Bangun: Sosok Wartawan Dan Pengarang Kreatif
Serta Nasionalis, Jakarta: Lau Simalem, 2005.
Fu’ad Zulfikar, Menulis Biografi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Forum Komunikasi Kelompok Kerja, Perjuangan Rajyat Semesta Membela
Proklamasi 17-8-1945, Jakarta, 1975.
Gottschalk Louis, Mengerti Sejarah (Terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: UI- Press,
1985.
Kaloh J, Kepemimpinan Kepala Daerah, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Keating dan Charles J, Kepemimpinan: Teori Dan Pengembangannya. Yogyakarta:
Kanisius, 1986.
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.
Marbun Ruslina, ‘’Agresi Militer Belanda Di Asahan (1947-1949)’’, Skripsi S-I,
Medan: Universitas Sumatera Utara,1987.
Nawawi Hadari, Kepemimpinan Yang Efektif, Yogyakarta: Gajah Mada, University
Press, 1993.
Payung Bangun, Dari Medan Area Ke Sipirok Area, Medan: Merga Silima, 1998.
Pemikiran Biografi Dan Kesejarahan: Suatu Kumpulan Pada Berbagai
Lokakarya, Jakarta, 1983.
Prinst Darwan, Adat Karo, Medan: Bina Media Perintis, 2004.
Safrin Lagut S dan Ngadimin, 70 Tahun O K Harmaini Nuansa Suara Para Sahabat,
Medan: USU Press, 1997.
Saragih Rosida, ‘’Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang di Simalungun (1942-
1945)’’, Skripsi S-I, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1978.
Sembiring Rakutta, Corat Coret Budaya Karo, Medan: Ula Kisat, 1985.
Sinaga Maknur, Kenan Purba, (ed.,), Sejarah Perkembangan Pemerintahan Dalam
Negeri Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun, Pematang Siantar, 2000.
Sinaga Muhammad Rasyid, ‘’Perkembangan Taman Hewan Pematang Siantar
1978-1990’’, Skripsi S-I, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009.
Surbakti A. R, Karo Area, Medan: Ulih Saber, 1995.
-----------, Perang Kemerdekaan Di Karo Area, Medan, 1978.
Suprayetno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Untuk
Indonesia, 2001.
Wojowasito S, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakrta: Ichtiar Baru Van Hoevel,
2003.

Comments

Selesai juga bacanya.
Huh.. :D
Unknown said…
Kerennnn....

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu