Skip to main content

Ndikar Diambang Kepunahan


Ndikar 1920 an


Ndikar (baca ; ndikkar) adalah seni bela diri dari daerah Karo, yang juga sering disebutkan dengan kata silat. Walaupun sebenarnya kata ndikar adalah merupakan terjemahan silat atau pencak silat ke dalam Bahasa Karo, tetapi dewasa ini orang Karo sendiri lebih sering memakai kata silat daripada kata ndikar, bahkan cenderung kata ndikar semakin jarang didengar atau diucapkan sehingga bagi sebagian kaum muda Karo kata ndikar merupakan kata yang asing diucapkan.

Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia, ndikar juga merupakan olah raga bela diri tradisional khas dari daerah Karo yang memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dari daerah lain, sedangkan Pandikar adalah kata sebutan bagi orang-orang yang mendalami ilmu bela diri ini ataupun orang-orang yang memiliki ilmu bela diri ndikar (bandingkan pandikar dengan pendekar dalam bahasa Indonesia).

Ndikar dan Tari-tari Bintang
Dalam prakteknya ndikar sering juga dianggap sebagai tari-tarian biasa karena dalam setiap penampilannya dalam acara-acara tertentu pertunjukkan ndikar kerap diiringi dengan musik tradisional Karo. Memang yang saya dengar sejak dari zaman dulu pertunjukan ndikar selalu dipertunjukkan dengan iringan musik, dan tarian ini juga merupakan salah satu dari tari tradisional suku Karo yang dikenal dengan nama Tari-Tari Bintang.

Namun tarian ini bukanlah tari-tarian biasa yang gerakannya bisa dihafal dari awal sampai akhir dan tinggal dipraktekkan saja mengikuti alunan musik, tarian ini adalah suatu wadah dimana para pandikar menunjukkan apa yang dimilikinya atau apa yang dipelajarinya selama mengikuti sang guru atau dengan kata lain di dalam tarian ini sang pandikar berusaha menunjukkan seberapa dalam ilmu yang telah dimilikinya yang dalam hal ini ditunjukkan dalam sebuah gerakan tari-tarian, tentu saja hal ini membutuhkan suatu kemampuan yang cukup mumpuni dari sang pandikar.

Seorang maestro tari pun sepertinya akan sulit mempertunjukkan tarian ini tanpa belajar bela diri ndikar, karena dalam tarian ini sama sekali tidak ada suatu gerakan baku yang bisa dihafal atau diikuti, tetapi para penari atau para pandikar secara spontan harus membuat gerakan sendiri sesuai dengan gerakan atau jurus-jurus ndikar yang telah dikuasainya dengan mengikuti alunan musik.

Walaupun merupakan suatu tari-tarian, Tari-tari Bintang juga memberi kesempatan kepada para pandikar untuk saling menyerang dan bertahan. Dimana dalam pertunjukan ndikar dua orang akan ditampilkan untuk menunjukkan kemampuan masing-masing. Dengan alunan musik yang bertempo pelan diawali gerakan sembah para pandikar mulai menari dengan gerakan yang pelan atau normal mengikuti alunan musik, tahap ini bisa diibaratkan sebagai tahap pemanasan.

Pada tahap ini para pandikar selain menari juga mulai berusaha untuk mencari celah atau mengintip kelemahan sang lawan. Tahap selanjutnya pemusik mulai menaikkan tempo musiknya sehingga pergerakan para pandikar juga semakin cepat sesuai dengan iringan musik, pada tahap inilah para pandikar mulai saling menyerang dan mengeluarkan kemampuam masing-masing dalam beberapa saat, biasanya pada tahap ini para penonton akan menyemangati para pandikar dengan teriakan dan juga memberikan aplaus bagi pandikar yang berhasil mencuri atau menyarangkan pukulan ke tubuh lawan atau juga kepada pandikar yang pertahanannya sulit ditembus sang lawan. Selanjutnya musik berangsur mulai melambat dan kembali ke tempo awal, pergerakan sang pandikar juga ikut melambat dan akhirnya ditutup dengan gerakan sembah dari para pandikar.

Ndikar diambang kepunahan
Saat ini ndikar sangat jarang dipelajari atau diajarkan baik di Tanah Karo ataupun diluar Tanah Karo, sehingga kemungkinan suatu saat ndikar ini akan punah atau lenyap dari peradaban Suku Karo, sungguh suatu hal yang sangat disayangkan mengingat ndikar ini juga merupakan aset budaya Karo yang seharusnya dilestarikan untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang.

Saat ini hanya segelintir orang-orang tertentu dan juga di desa-desa tertentu saja yang masih mengerti atau memiliki kemampuan untuk mempraktekkan gerakan atau jurus dalam ndikar, rata-rata orang-orang ini adalah orang-orang tua yang sudah mulai uzur. Meskipun mereka mempunyai beberapa murid namun terkesan ilmunya berhenti hanya sampai disitu saja tanpa ada generasi penerusnya.

Kurangnya minat anak-anak muda Karo untuk mempelajari ndikar juga ikut andil dalam semakin terpinggirkannya bela diri ndikar dari masyarakat Karo itu sendiri, memang bukan hal yang aneh jika produk lokal selalu kalah dari produk-produk import, Melalui tulisan ini saya untuk mencoba mengajak teman-teman para muda-mudi Karo khususnya, marilah kita kembali melihat ke bawah ke tempat kita berpijak, marilah bersama-sama kita kembangkan kembali seni bela diri ndikar ini yang merupakan peninggalan budaya asli nenek moyang kita sehingga kelak akan menjadi salah satu identitas kita suku Karo. Karena dengan mendalami ndikar ini selain ikut melestarikan budaya juga akan bermanfaat bagi kesehatan jiwa dan raga kita.

Sumber : Wikipedia 

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden...

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si...

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  da...