Skip to main content

Cita-cita Gondok

28 Mei 1994
Desa Amburidi nyaris punya citra amburadul. Terletak di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara, desa ini dengan ibu kota Kecamatan Kutabuluh jaraknya 20 km -- dan 13 km merupakan jalan setapak melewati medan berbukit. Terpencil memang. Maka, tidak mengherankan jika desa berpenduduk 170 kepala keluarga atau sekitar 400 jiwa ini jarang dikunjungi orang kota.

Namun, sebulan belakangan terbetik cerita kurang seronok dari situ, dan bahkan bertebar jauh sampai di Medan. Cerita kurang elok itu menyebutkan, cewek di Desa Amburidi dianggap seksi kalau memelihara gondok di lehernya. Apalagi kalau bola buhuk alias gondok itu diukir dengan kemiri yang dibakar.

"Itu dulu, tahun 1970-an, ketika gondok menjangkiti 75% penduduk," kata Damenta Munthe, 55 tahun. Menurut Kepala SubBagian Informasi Pemerintah Daerah Tanah Karo itu, budaya ganjil ini sudah berubah berkat serangkaian penyuluhan serta distribusi garam beryodium, sejak 1974. Menurut Camat Kutabuluh, Barus Sitepu, 54 tahun, yang delapan tahun bertugas di situ, ketika santer mendengar cerita ihwal orang Amburidi memelihara gondok, ia lalu mengumpulkan penduduk desa tersebut.

"Ternyata yang gondok tinggal beberapa orang saja," tuturnya kepada Mukhlizardy Mukhtar dari TEMPO. Tapi Wakil Kepala Desa Amburidi, Mbayo Perangin-angin, 40 tahun, lumayan kenyang menjadi bahan olok-olok. Misalnya, tiga bulan silam ia menghadap Bupati Tanah Karo, Rupai Perangin-angin.

"Mana mungkin kau Wakil Kepala Desa Amburidi," kata Bupati.
"Betul, Pak," jawab Mbayo.
"Kalau betul, mana gondokmu?" tanya Bupati lagi sambil terbahak.
"Tidak mengapa, kami malah senang orang menganggap di desa kami gondok diternakkan, biar ada perhatian orang ke desa kami," kata Mbayo.

Sementara itu, datang tanggapan lain dari Cita-cita Ginting, 37 tahun. "Itu isu buruk. Buktinya, aku tidak ada gondok. Istriku juga tidak, tapi aku mau sama dia," katanya sambil melirik istrinya yang kedua, Likasi beru Perangin-angin, 24 tahun. Cita-cita yang berambut gondrong itu mengenyam pendidikan cuma sampai kelas III SD. Sehari-hari ia adalah perajin keranjang rotan. Di samping punya hasil hutan, seperti rotan, desa ini juga menghasilkan kemiri dan vanili.

"Kami tahu gondok itu penyakit. Manalah mungkin dipelihara," kata ayah tiga anak itu. Ia memang menyesali keterpencilan desanya, tapi agak gondok ketika Pemerintah menggolongkan desa ini sebagai desa miskin.

"Di desa kami ada parabola. Apa itu miskin?" ujar Cita-cita. Selain desa ini punya parabola, tampaknya Cita-cita lupa bercita-cita agar desanya lebih genah. Misalnya punya sarana jalan dan sekolah. Di sana kini hanya ada satu SD. Itu pun milik swasta. Untuk terus ke SMP, harus ke luar desa. Juga belum ada pasar dan puskesmas. Untuk berobat, penduduk harus jalan kaki 13 km ke desa jiran, Kutamale.

sumber : Tempointeraktif

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu