12 Februari 1972
KALAU mau djadi kerbau sembelihan, tanamlah sajur di Tanah Karo. Sedangkan mereka jang mengurus keringat petani-petani Karo bisalah menari-nari diatas bangkai."
Dahlangit Sembiring seorang bekas pedjuang dan sekarang mendjadi petani sajur, mengutjapkan kata-kata itu dengan lantang kearah koresponden Zakaria M.Passe di Medan. Tapi siapa jang dikatakannja menari-nari diatas bangkai?
Mungkin orang-orang dari sindikat sajur atau dari bursa sajur-majur jang selama ini mendjadi sasaran buruk sangka para petani seperti Dahlangit jang pada Mei tahun lalu diangkat djadi Ketua Badan Penjelamat Petani Sajur Majur Tanah Karo.
Perladangan Kool di Tanah Karo Sumber gambar Tropenmuseumate (1900-1940) |
Ng Kim Tjang.
Buruk sangka mereka bukan tidak beralasan. Beberapa waktu berselang diperoleh kabar dari Medan bahwa pihak berwadjib dikabupaten Tanah Karo telah berhasil membongkar penjelewengan uang bantuan dari Gubernur Sumatera Utara jang disalurkan melalui sindikat sajur. Bantuan sebanjak Rp 3� juta jang dimaksudkan untuk membeli sajur jang berlebih-lebihan di pasar, sempat memantjing keributan. Para petani langsung menghubungi bursa tanpa mendapat pendjelasan jang memuaskan.
Waktu itu Drs E.Salam Sinuraja Kepala Sekretariat Bursa Kabupaten Karo hanja bisa mengatakan kepada TEMPO bahwa uang tersebut digunakan untuk menjelamatkan kool kwalitet ekspor, sedang kool busuk tentu sadja tidak bisa ditampung. Rupa-rupanja penjelamatan jang di sebut-sebut itupun tidak dilaksanakan, karena seperti jang terachir dikabarkan, uang jang diserahkan melalui sindikat sajur telah diselewengkan oleh beberapa pengusaha dan petugas sindikat.
Keadaannja memuntjak ketika beberapa orang jang terlibat diantaranja Drs E.Salam Sinuraja sendiri diperiksa oleh Kodim 0203 Tanah Karo. Djuga beberapa pengusaha terkena pengusutan termasuk seorang bernama Ng Kim Tjang pemegang kuasa 4 anggota sindikat sajur dikabupaten itu. Bahwa penjelewengan ini bukan peristiwa sembarangan terbukti dari kenjataan bahwa pemeriksaan di lakukan atas perintah Laksus Kopkamtibda Medan.
Sampai kini, hal-hal jang lebih terperintji mengenai penjelewengan jang berhasil dibongkar itu tidak disiarkan. Tapi berita ini tjukuplah mengisjaratkan bahwa ada jang tidak beres di kalangan orang-orang bursa dan sindikat disamping ketidakberesan dibidang penanaman dan pemasaran sajur jang terdjadi sedjak masa konfrontasi hampir 10 tahun jang lalu.
Radja mobil.
Alkisah sebelum konfrontasi, petani-petani sajur Tanah Karo mengalami masa djaja jang pandjang, jang dimungkinkan karena mereka tidak punja saingan dipasar-pasar sajur di Penang, Malaysia dan Singapura. Lebih menguntungkan lagi karena ekspor sajur waktu itu diurus sendiri oleh petani djadi tidak perlu melalui sindikat dan bursa seperti sekarang.
Menurut Dahlangit dari hasil ekspor 1 x panen sadja, petani sajur sudah bisa membeli mobil. Tidak heran kalau dari tahun 1953 hingga sebelum konfrontasi, orang-orang Karo terkenal sebagai radja-radja mobil. Bus-bus mereka meramaikan lin-lin gemuk di Sumatera.
Kemudian datanglah konfrontasi jang merusak semua kebahagiaan itu. Sajur-sajur Karo jang bermutu tidak terketjuali kool Siantek jang terkenal itu, tidak mungkin diekspor lagi seperti biasa. Sebagai gantinja ke Malaysia dan Singapura menjerbulah sajur-sajuran dari Taiwan, Hongkong dan RRT. Karena tidak mungkin menggantungkan diri pada negara-negara djauh jang berpanen sajur hanja 1 x setahun (berhubung adanja musim dingin), maka Malaysia membuka perkebunan sajur di Cameroon Highland.
Hasilnja diluar dugaan. Kendati belum sanggup memenuhi semua kebutuhan dalam negeri, tapi sesudah konfrontasi berachir kool Cameroon tampil sebagai saingan tangguh bagi kool Siantek. Keadaan mendjadi lebih runjam karena petani-petani Karo bereksperimen, mengganti kool Siantek dengan kool Amerika. Memang kool djenis baru ini bisa mentjapai berat 7 kg per buah, tapi apa mau dikata orang Malaysia dan Singapura tidak berkenan.
Karena kool Amerika itu ternjata hambar, berbau. Dan tidak manis seperti kool Siantek jang meski hanja 2 kg per buah tapi sangat digemari. Akibatnja harga sajur majur asal Karo kian merosot dipasaran luar negeri. Dan kemerosotan ini sangat terasa di musim patjeklik, dari Djanuari s/d Mei, pada waktu mana sajur dari Taiwan dan RRT membandjir kepasar-pasar jang sama jaitu Malaysia dan Singapura. Padahal dimasa seperti itu mustinja sajurmajur Karo lebih bisa bersaing mengingat djarak Malaysia lebih dekat dibandingkan djarak negara itu dengan Taiwan dan RRT.
Menurut Drs Salam Sinuraja eksportir akan mengalami kerugian Rp 6 per kg kalau ia memberanikan diri melempar sajur Karo kepasar luar negeri dimusim jang sama. Drs A.Muluk Hamzah jang pernah diutus Perwakilan Departemen Perdagangan Sumatera Utara untuk menjelidiki masalah kool busuk dalam satu tulisannja di mingguan Suluh Massa terbitan Desember 1971 menjatakan bahwa harga kool ex Karo di Singapura djatuh mendjadi M$ 11--16 setiap picol, sedang di Penang lebih rendah lagi, M$ 5--6 per picol.
Kalau sudah begini akan kemana petani-petani Karo melemparkan sajurnja? Ke Atjeh dan daerah Sumatera Utara lainnja tidak memungkin kan, apa lagi daerah Riau jang konon lebih senang membeli sajur ke Singapura karena lebih dekat. Maka tragedi kool busuk tanpa dapat dielakkan terdjadi setiap tahun, sedang sindikat dan bursa sajur-majur jang mendapat tugas resmi dari Departemen Perdagangan untuk mengurus pemasaran bukan sadja tidak mendapat kepertjajaan dari para petani, tapi djuga sampai kini belum menundjukkan satu prestasi jang bukup berarti.
Bupati Tampak Sebajang jang entah karena alasan apa mengandjurkan petani untuk meningkatkan produksi sajur dengan djandji bahwa Bursa jang dipimpinnja sendiri akan menampung hasil kerdja mereka, ternjata tidak bisa berbuat apa-apa ketika benar-benar terdjadi kelebihan produksi. Ia sebaliknja bahkan berkata: "Kalau rugi kenapa kau tanam?"
Tengkulak.
Kool busuk, sikap bupati dan kelemahan bursa telah menjemaikan bibit-bibit kesal dihati petani. Apalagi setelah melihat tingkah kolektor tunggal bernama Kim Tjang (menurut ketentuan harus ada 10 kolektor) jang ditundjuk Bursa untuk mengumpulkan kool, tapi kenjataannja bertindak tidak lebih baik dari seorang tengkulak. Bagaimana tjara kerdja Kim Tjang?
Kool jang seharusnja sudah panen diperlambat pemotongannja. Mau tidak mau petani jang ingin menjelamatkan tanamannja agar tidak busuk terpaksa mendjual dengan harga Rp 3 per kg sekalipun Bursa telah menetapkan harga Rp 7,25 per kg. Karena bantingan harga jang menjolok ini di tambah lagi kenjataan bahwa beberapa petani termodal untuk sato pokok kool sampai Rp 8, maka ketjurigaan terhadap Bursa-pun bertambah-tambahlah. Belum lagi risiko membajar bunga dan melunasi hutang pada Bank, hutang pupuk dan sebagainja jang menambah ruwet pikiran petani.
Ditengah-tengah keruwetan itu, Ir Basauli dari Departemen Perdagangan Sumatera Utara denan tenangnja menjatakan bahwa untuk masa-masa mendatang akan dilaksanakan perentjanaan produksi kool, memberi penjuluhan beserta konsep jang disiapkan untuk di sebarkan pada petani disamping mengharapkan Dinas Pertanian agar lebih aktif.
"Dan kalau ada petani-petani jang sadar akan terdjadi produksi berlebihan tentu mereka akan menggunakan pengalaman itu sebagai batu peringatan", kata Basauli, seolah-olah melontarkan kesalahan kool busuk seluruhnja pada petani. Tentang perentjanaan produksi jang dikatakannja itu sepantasnjalah harus ada, dan perentjanaan distribusi djuga mesti ada. Tapi persoalannja, apakah dapat dilaksanakan dengan segera. Sedang Bursa dan Sindikat jang merupakan hasil pemikiran orang-orang pandai bisa gagal, bagaimana pula dengan penanaman sajur jang lebih banjak diandalkan pada pemikiran petani jang tradisionil?
Sebagai contoh masalah kool Amerika. Tanaman baru ini hanja diandjurkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo untuk ditjoba, tapi para petani melakukannja bersungguh-sungguh. Hasil tanaman baru itu memang mejakinkan, tapi ternjata tidak laku dipasaran, sedang petani sudah terlandjur menjisihkan kool Siantek. Meliat ihwal ini bukan mustahil, konsep rentjana produksi sajur jang dikatakan lr Basauli hanja tinggal tulisan dan angka-angka.
Khir Johari.
Namun demikian masih ada satu alternatif lain. Menteri Perdagangan sebaiknja bersedia membuka peluang-peluang baru dan memperbaiki sistim Bursa, hingga badan jang dibentuk atas instruksinja ini tidaklah merupakan satu badan jang melakukan praktek-praktek monopoli. Selama ini menurut garis kebidjaksanaan, kolektor jang akan memotong kool diladang-ladang petani dipilih oleh eksportir sendiri, tapi pada prakteknja kolektor itu ditundjuk oleh Bursa dan biasanja adalah orang jang di sukai dikalangan mereka. Sementara itu pihak eksportir sendiri tidak dibenarkan oleh Bursa untuk datang keladang petani. Maka terdjadilah ekses selama ini, si eksportir sendiri tidak mau mengambil kool dari sikolektor tunggal, karena bukankah mereka tjukup faham akan pemalsuan-pemalsuan kwalitet, baik ketika refreshing maupun ketika packing.
Sedjak 1 Djuni 1971, Menteri Perdagangan Malaysia, Khir Johari telah memutuskan untuk mengurangi quota impor sajur dari Sumatera Utara mendjadi 25% sadja dari quota tahun 1968. Dan dalam masa 3 bulan sedjak dikeluarkannja keputusan itu, sang Menteri jang banjak memikirkan nasib petani sajur di negerinja sendiri menindjau terus keputusan tersebut, bahkan kalau perlu impor sajur dari Sumatera Utara dihapuskan sama sekali. Inilah jang tidak dikehendaki oleh Sumitro dan lebih tidak dikehendaki oleh petani-petani Karo jang walaupun diandjurkan untuk mulai menanam tanaman keras seperti tjengkeh tapi untuk beberapa tahun masih harus menggantungkan nasibnja pada sajur majur.
Dan untunglah Khir Johari belum menutup pintu Malaysia untuk sajur-sajuran Karo. Berita terachir tentang realisasi ekspor selama masa madu (masa tidak masuknja sajur Taiwan dan RRT kepasaran) tahun 1971 telah menundjukkan kenaikan jang menggembirakan, tapi ini bukan berarti bahwa petani Karo tidak perlu waspada menghadapi masa patjeklik tahun 1972 jang sudah mulai bulan Djanuari kemarin.
sumber : Tempointeraktif
sumber : Tempointeraktif
Comments