Skip to main content

Kekuasaan, Upacara Negget, Modalitas Cerita Rakyat Dalam Masyarakat Karo

Judul : Kekuasaan Dalam Masyarakat Karo
Penulis : Lila Pelita Hati
Staff Pengajar Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Buletin Historisme (Edisi Lustrum) Edisi No.21/ Tahun X/ Agustus 2005

Abstract: Kekuasaan dalam konsep Weber tidaklah sama dengan pengertian kekuasaan pada masyarakat Karo, di mana struktur masyarakat Karo berintikan runggu dari kalimbubu, senina, anak beru yang disebut daliken si telu. Daliken si telu mempunyai fungsi dan kedudukan senantiasa bertukar yang memberi keputusan adat baik secara umum maupun dalam pemerintahan. selanjutnya klik



Judul : Upacara Nengget Pada Masyarakat Suku Karo
(Studi Deskriptif: Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun)

Penulis : Erlina Sembiring
Skripsi Jurusan Antropologi Fakultas FISIPOL, Universitas Sumatera Utara, 2009
Abstract: Setiap kelompok masyarakat mempunyai berbagai jenis upacara kebudayaan dan upacara religi yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Proses dan pelaksanaanya juga berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali aneka jenis upacara kebudayaan yang terdapat di Indonesaia.

Seperti halnya upacara nengget yang terdapat pada masyarakat Karo, upacara nengget adalah upacara yang dilakukan pada keluarga yang sudah lama menikah tetapi belum memiliki keturunan, upacara ini juga dapat dilakukan pada keluarga yang sudah memiliki keturunan akan tetapi semuanya laki-laki atau perempuan.

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan upacara nengget yang dilakukan masyarakat Karo yang hidup (tinggal) di Desa Saran Padang. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui manfaat upacara nengget dan untuk melihat sejauh mana kebertahanan upacara nengget sebagai salah satu upacara pengobatan tradisional yang berdampingan dengan pengobatan modern yang dewasa ini berkembang di desa-desa khususnya Kabupaten Karo. selanjutnya klik




Judul : Modalitas Pada Cerita Rakyat Karo Seri Turi-Turin Karo Beru Dayang Jile-Jile, Suatu Kajian Fungsional Sistemik
Penulis : Syifa Asriany Ginting
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2003

Abstract: Penelitian ini bertujuan mendeskripsi pemakaian modalitas pada cerita rakyat Karo Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) oleh Halliday (1994) dan Saragih (2001) yang menyatakan bahwa modalitas adalah pandangan, pendapat pribadi atau komentar pemakai bahasa terhadap paparan pengalaman yang disampaikannya dalam interaksi berupa kemungkinan atau keharusan.

Modalitas terdiri atas dua bagian yaitu modalisasi (modalization) yang terdiri atas kemungkinan (probability) dan keseringan (usuality) sedangkan modulasi (modulation) terdiri atas keharusan (obligation) dan kecendrungan (inclination).

Cerita rakyat Karo Seri Turi-Turin Karo Beru Dayang Jile-Jile terdiri atas tiga jenis cerita yaitu jenis cerita nasib, jenis cerita asal mula kejadian sesuatu dan jenis cerita humor. Temuan penelitian menunjukkan bahwa cerita rakyat Karo menggunakan modalitas. Pada keenam teks cerita yang dikaji, teks cerita Turi –Turin Padan Pengindo (TTPP) dan Si Rindu Tubuh (SRT) yang merupakan jenis cerita tentang nasib mendominasi pemakaian modalitas dibanding jenis cerita lainnya seperti jenis cerita asal mula kejadian sesuatu dan jenis cerita humor.

Selanjutnya, jenis modalitas yang paling dominan digunakan adalahjenis modalitas modulasi yang bersifat subjektif dengan tingkat keseringan kemunculan modalitas yang tinggi terdapat pada jenis cerita tentang nasib yaitu pada cerita Turi-Turin Padan Pengindo (TTPP). selanjutnya klik


Abstract (other language): This thesis deals with modality in the Karonese folklores based on Systemic Functional Linguistic (SFL) theories as developed by Halliday (1994) and Saragih (2001). They hold that modality refers to the speaker's judgment of the probability or the obligation, involved in what one is saying. Modality divides into two categories. They are modalization which is further subcategorized into probability and usuality while modulation into obligation and inclination. Data are collected from a Karonese folklore Seri Turi-Turin Karo Beru Dayang Jile-Jile which reveals three stories namely fate, geographical area and humorous story. The findings in the six Karonese folklores indicate that they employ modality. The most dominant modality used is modulation with subjective characteristics. The highest level of occurrence of usuality is found in Turin-Turin Padan Pengindo (TTPP) folklore.




Judul :  Partikel Dalam Bahasa Batak Karo
Penulis :  Filemon Ginting
Skripsi Fakultas Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara, 2009

Abstract: Penelitian ini mendeskripsikan partikel dalam bahasa Batak Karo. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap yang memiliki teknik dasar berupa teknik pancing dan teknik lanjutan, sedangkan dalam analisis data digunakan metode padan ekstralingual, yaitu suatu metode yang alat penentunya diluar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Selanjutnya untuk pembahasaan ini menggunakan teori Sutawijaya yang bentuk partikelnya tidak dapat di derivikasikan atau diinfleksikan yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal. Dan Wollams juga mengatakan bahwa kalimat sering tidak bergantung pada sistem gramatikal dan leksikal saja, tetapi bergantung pada kaedah wacana. Kemudian penelitian ini dapat disimpulkan bahwa partikel dalam bahasa Batak Karo terdapat dalam tiga jenis yaitu: (1) Partikel Penghalus, (2) Partikel Penegas/Emfasis,(3) Partikel Wacana. selanjutnya klik


Judul : Perilaku Penggunaan Sirih Pada Suku Karo :
Studi Kasus Di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo
Penulis : Bernadetta Sembiring
Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, 2007

Abstract: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku penggunaan sirih yang masih dilakukan dalam kehidupan sosiokultural masyarakat Karo pada masa kini. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan wawancara kualitatif berupa indepth interview. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dengan jumlah responden 9 orang.

Perilaku penggunaan sirih masih dilakukan dalam acara adat istiadat sebagai lambang kehormatan dan komunikasi. Sirih juga masih digunakan dalam hal yang berhubungan dengan kepercayaan seperti bertanya kepada dukun, meramal, dan ercibal Sedangkan penggunaan sirih pada acara merdang (acara menanam padi) tidak dilakukan lagi. Dalam pengobatan, sirih dianggap dapat menguatkan gigi serta gusi, penyegar nafas, menghilangkan stres dan dapat menghentikan pendarahan. Pada masyarakat Karo, komposisi sirih yang digunakan pada waktu menyirih yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan adat istiadat terdiri dari sirih, kapur, gambir, dan tembakau. selanjutnya klik




Judul: Perubahan Alat Musik Dalam Kesenian Tradisional Karo Sumatera Utara
Penulis : Peri Kunten Tarigan
Program Magister Studi Kajian Budaya Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, 2004
Abstract: Perubahan yang terjadi dalam kesenian tradisional Karo adalah perubahan pemakaian alat musik, yaitu alat musik tradisional digantikan oleh satu alat musik barat yang dikenal dengan nama keyboard. Pada awalnya keyboard digabungkan dengan ensambel kesenian tradisional Karo dalam mengiringi seni pertunjukan tradisional gendang guro-guro aron, namun belakangan alat musik Barat tersebut digunakan secara tunggal untuk mengiringi gendang guro-guro aron, tanpa disertai musik tradisional.

Hal tersebut dapat terjadi karena keyboard yang digunakan telah memiliki fasilitas untuk memprogram suatu irama musik tertentu, sehingga irama musik tradisonal Karo dapat diprogram "menyerupai" bunyi musik Karo. Bunyi musik Karo imitasi yang muncul melalui keybaord sering disebut dengan gendang kibod. Terjadinya perubahan tersebut mengakibatkan gendang guro-guro aron semakin sering dilaksanakan oleh komunitas masyarakat Karo, baik di wilayah kabupaten Karo, maupun di wilayah kota Medan.

Dalam perkembangan selanjutnya, keyboard juga telah dipergunakan dalam beberapa konteks upacara tradisi Karo lainnya. Perubahan pemakaian alat musik ini dicermati melalui penelitian dengan rumusan (1) bagaimana bentuk perubahan alat musik yang terjadi dalam kebudayaan musik tradisional Karo, (2) apa fungsi dari perubahan alat musik tersebut bagi masyarakat Karo, (3) apa makna perubahan alat musik tersebut bagi masyarakat Karo.

Ketiga permasalahan tersebut dibahas berdasarkan teori akulturasi, teori perubahan, dan teori fungsi musik. Oleh karena permasalahan adalah perubahan yang terjadi dalam seni pertunjukan dan upacara adat, maka unsur pengamatan (observasi) pada saat berlangsungnya hal tersebut merupakan hal penting yang dilakukan dalam penelitian ini. Dalam setiap pengamatan, penulis juga mengadakan wawancara dengan beberapa kalangan, terutama kalangan seniman tradisional Karo serta orang-orang Karo yang dianggap mengetahui permasalahan ini.

Beberapa pertemuan secara khusus juga dilakukan dengan informan guna mendapatkan informasi lebih lengkap. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, studi pustaka dan rekaman, baik audio maupun video yang berkaitan dengan perubahan tersebut. Semuanya kemudian dianalisis dengan pendekatan budaya yang bersifat holistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan alat musik tersebut menimbulkan akulturasi di dalam seni pertunjukan tradisional Karo. Alat musiknya berasal dari Barat, pemakaiannya di dalam konteksnya tradisional Karo.

Fungsi perubahan alar musik menunjukkan tiga hal mendasar, yakni: terjadinya pergeseran fungsi musik, timbulnya fungsi musik yang baru, yaitu: fungsi ekonomi, fungsi imitasi dan individu, dan musik semakin berfungsi sebagai sarana hiburan dan sarana pengintegrasian masyarakat Karo. Perubahan alat musik tersebut juga melahirkan beberapa makna musik yang baru pada masyarakat Karo, seperti: makna seni populer, ekonomi, keseragaman, ketergantungan teknologi.

selanjutnya klik

Abstract (other language): Change that happened in traditional artistry of Karo is change of usage musical instrument, that is replaced traditional musical instrument with one recognized Western musical instrument by the name of keyboard. Initially keyboard coupled with traditional Karo musical ensemble in accompanying gendang guro-guro aron ceremony, latter but the keyboard used singlely to accompany gendang guro-guro aron ceremony, without accompanied the traditional music ensemble.

The mentioned earn happened because used by keyboard have owned facility for the program of an certain music rhythm, so that Karo tradisonal music rhythm earn program "looking like" Karo music sound. Sound music Karo which emerge to through keybaord is often referred as with gendang kibod. done by Karo society community, either in Karo sub-province region, and also in Medan town region. In growth hereinafter, keyboard have also been utilized in a few other Karo ceremony context. The change of usage this musical instrument is careful through research with formula ( 1) how form change of musical instrument that happened in music culture of Karo, ( 2) what function from change ofthe musical instrument to Karo society, ( 3) what meaning change of the musical instrument to Karo society.

Third the problems studied pursuant to acculturation theory, cultural change theory, and music function theory. Because of problems is change that happened in art ceremony and custom ceremony, hence observation at the time of taking place the mentioned it represent important matter performed within this research. In each.every observation, writer also take a interview with a few circle, especially traditional actor circle of Karo and also assumed Karo people know this problems. Some meeting peculiarly is also done with informan utilize to get information more complete. Data collected to through observation, interview, book study and record, video and also audio related to the change. Altogether is later.then analysed with approach of culture having the character of holisrik. Result of research indicate that change of the musical instrument generate acculturation in traditional artistry of Karo. Its keyboard come from West, its usage in its Karo ceremony context.

Function change of musical instrument show elementary three things, namely: the happening of friction music function, new music functions, that is: economic function, imitation function and individual, and music progressively function as entertainment and integration medium of Karo society. Change ot musical instrument also bear some new music meaning Karo society, like: popular art, economics, homogenity, depended technology.


Judul : Kesetaraan Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga Pada Masyarakat Hukum Adat Karo (Studi Di Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo)
Penulis : Maria Kaban
Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Suamtera Utara
Abstract: Sebagai konsekuensi dari suatu perkawinan, salah satu diantaranya adalah hak dan kedudukan suami istri di dalam rumah tangga. Di dalam era globalisasi istilah ini dipopulerkan dengan istilah kesetaraan gender. Kesetaraan perempuan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga pada masyarakat hukum adat Karo tidak bersifat statis melainkan dinamis sesuai dengan salah satu sifat hukum adat. Perubahan itu selalu dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, lingkungan, kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

Penelitian tesis ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan juridis sosiologis untuk membahas permasalahannya. Lokasi penelitian adalah Desa Tiga Panah, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, dari 29 desa yang ada di Kecamatan Tiga Panah dipilih satu desa yakni Desa Tiga Panah sebagai desa sampel. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat Karo di lokasi penelitian, sampel diambil secara purposive sampling dengan mengambil 30 responden sebagai sampel.

Terhadap mereka ini dilakukan wawancara langsung dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah tersusun. Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap, wawancara khusus dilakukan dengan pemuka-pemuka adat, perangkat desa. Untuk melengkapi hasil penelitian dilakukan juga studi kepustakaan. Data dianalisis secara sistematis dengan memakai metode induktif dan deduktif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kesetaraan perempuan pada pengambilan-keputusan di dalam keluarga baik bidang produksi, bidang kebutuhan pokok, bidang pembentukan keluarga dan bidang aktivitas sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh suami dan istri pada masyarakat Karo di Desa Tiga Panah, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara telah mengalami pergeseran dari hukum adat Karo.

Kedudukan suami dan istri pada pengambilan keputusan telah menuju kepada suatu keadaan kesetaraan. Hal ini disebabkan karena disamping faktor ekonomi, masyarakat setempat seluruhnya berasal dari luar desa sekitar, keadaan ini memicu pola pikir masyarakat juga mengalami perubahan. Namun perlu diketahui bahwa kesetaraan tersebut belum mencapai suatu keberhasilan yang 100% artinya masih terdapat posisi tawar menawar, tarik ulur antara suami istri untuk menuntaskan suatu keputusan, khususnya keputusan di bidang publik atau kemasyarakatan.

Walaupun dari hasil penelitian diperoleh suatu kenyataan bahwa istri sudah mempunyai wewenang akan tetapi apabila dipersentasikan belum menduduki keadaan yang benar-benar setara antara posisi suami dengan posisi istri, hal ini tergantung atau harus dilihat dari kasus per kasus yang dialami oleh setiap keluarga khususnya di Desa Tiga Panah. selanjutnya klik

Sumber tulisan dari : USU Repository

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu