Skip to main content

Sapaan, Ndungndungen, Siwaluh Jabu dan “Kuning” Pada Masyarakat Karo

Penelitian-penelitian Tentang Karo :
Judul : Kata Sapaan Dalam Bahasa Karo : Analisis Sosiolinguistik
Penulis : Lusianna Meliala
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2002
Abstract: Tesis ini membicarakan kata sapaan dalam bahasa Karo. Masalah penelitian mencakup dua hal, yakni apakah kata sapaan dalam bahasa Karo dan bagaimanakah kata sapaan itu digunakan. Tujuan penelitian adalah mendeskripsi kata sapaan bahasa Karo dan penggunaan kata sapaan. Kajian ini merupakan kajian sosiolinguistik yang secara spesifik merujuk teori Ervin Tripp (1976). Kajian dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian dilakukan di Kabanjahe, Ketaren dan Nangbelawan yang dikenal sebagai bahasa Karo dialek Urung Julu dalam ranah adat perkawinan, pesta adat memasuki rumah baru, dan acara kematian. Teknik pengumpulan data mencakup teknik bebas libat cakap dan libat cakap, oleh Lusianna Meliala selengkapnya klik
Judul : Nilai Dan Fungsi Ndungndungen Karo
Penulis : Rosita Ginting
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009
Abstract:  Tesis ini menjabarkan tentang macam-macam Ndungndungen Karo, nilai-nilai yang terkandung dalam Ndungndungen Karo, fungsi Ndungndungen Karo, dan bagaimana penggunaan Ndungndungen Karo pada saat sekarang ini. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan teknik rekaman dan interviu. Metode kepustakaan juga digunakan dalam penelitian ini karena data sekunder dari penelitian ini adalah data-data yang ditemukan pada sumber pustaka. Data primer penulis dapatkan dari para informan.
Ndungndungen Karo sama dengan pantun dalam bahasa Indonesia, pewarisannya melalui lisan (oral tradition). Umumnya, Ndungndungen Karo terdiri atas empat larik setiap bait, dua larik pertama merupakan sampiran dan dua larik terakhir merupakan isi.
Menurut isinya, Ndungndungen Karo dapat dibagi atas Ndungndungen yang berisi: nasihat, nasib, percintaan, perkenalan, perpisahan, humor, dan adat. Makna Ndungndungen Karo banyak yang mencerminkan nilai-nilai sosial, budaya dan nilai-nilai didaktis. Fungsi Ndungndungen Karo adalah: fungsi komunikasi, fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, fungsi sebagai pengajaran adat, fungsi pengungkapan emosional, fungsi estetis, dan fungsi sebagai alat pendidikan.
Penggunaan Ndungndungen Karo sekarang ini cenderung berkurang bila dibandingkan dengan masa lampau. Dahulu seorang pemuda dalam pergaulannya dengan seorang gadis mempergunakan Ndungndungen sebagai alat komunikasi antara mereka. Berbeda dengan muda-mudi sekarang tidak lagi menggunakan Ndungndungen sebagai alat untuk menyampaikan maksud. Tapi para orang tua masih sering menggunakan Ndungndungen pada setiap upacara adat Karo dan acara kebaktian di gereja. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tujuan masyarakat Karo berndungndungen (berpantun) ialah untuk mendidik dan mengajar anggota masyarakat agar mampu menasihati dan mengetahui sopan santun, adat istiadat, dan kekerabatan.
 
selanjutnya klik
Abstract (other language): The title of this thesis is “The Value and The Function of Ndungndungen Karo”. It describes some various of Ndungndungen Karo, the value contained in Ndungndungen Karo, the function of Ndungndungen Karo and how the Ndungndungen Karo is being used at the present moment. The method being used in this research is qualitative descriptive method, in which the data is collected through recording and interviews. Library reseach is also applied in this research where the secondary data of this research is found from the library while primary data is taken from some informants. Ndungndungen Karo is the same as poem in Bahasa Indonesia, which is regenerated orally (oral tradition). Generally, Ndungndungen Karo consists of four lines in one verse; the first two lines are as preface and the last two lines are as the contents. According to its contents Ndungndungen Karo can be devided into advice, joy, sorrow, fate, love, acquintance, separateness, humor and culture. The essence of Ndungndungen Karo mostly reflects social, cultural as well as the education value. Ndungndungen Karo functions as communication, social related values, cultural pedagogy, emotional expressions, aesthetical, and educational functions. At the present moment, Ndungndungen Karo is less frequently used. Compared with its usage in the past, the young couple used Ndungndungen as a media of communications in their acquaintances. It is very much different from the young couples now days who tend not to use Ndungndungen as a means communications to express their ideas any more. However, this is quite different from the older generations where ndungdungen is still commonly used among them when attending parties, traditional ceremonies and churches. Based on the research conducted, it can be concluded that the main purpose of ndungdungen among Karo ethnic is to educate the general public so as to enable them in giving advice, knowing how to conduct proper manner in society and maintain the kinship.
Judul : Rumah Adat Siwaluh Jabu: Makna dan Fungsinya Bagi Masyarakat Karo di Desa Lingga, Kab. Karo
Penulis :  Marta Ulina Perangin-angin
Jurnal Kerabat Vol 1. 1 Maret 2006
Abstract: Jika kita melihat judul yang tertera di atas, maka akan terlintas di dalam benak kita akan sebuah tempat tinggal yang mempunyai bentuk khas yang berasal dari Tanah Karo. Rumah adat Siwaluh Jabu, memang merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat Karo untuk menyebut rumah adat mereka tersebut. Rumah adat Siwaluh Jabu jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti rumah yang dihuni oleh delapan keluarga, di mana kedelapan keluarga yang menghuni rumah tersebut umumnya masih memiliki pertalian darah atau hubungan kekeluargaan yang sangat dekat. selanjutnya klik
Judul : “Kuning” Pada Masyarakat Karo
(Studi Antropologi Kesehatan di Desa Bunuraya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo)
Penulis :  Roseva Sari Br Bangun
Skripsi Antropologi Universitas Sumatera Utara, 2009
Abstract: Kesehatan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi kehidupan manusia. Apabila terserang penyakit dan tidak langsung diatasi maka akan dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Dalam proses penyembuhan penyakit dan perawata kesehatan, selain obat-obatan yang berasala dari industri farmasi, banyak ditemukan obat yang bersifat lebih alami. Masyarakat Indonesia sampai saat ini masih menjunjung tinggi warisan budaya bangsa. Salah satu diantaranya adalah dengan melestarikan penggunaan tanaman obat untuk menyembuhkan penyakit dan merawat kesehatan tubuh. Adapun alasan pemilihan obat alami antara lain : memiliki efek samping negatif yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan obat modern dan lebih ekonomis. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki cara penyembuhan penyakit dan perawatan kesehatan tersendiri sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki.
Dalam penelitian ini membahas warisan budaya dari salah satu suku bangsa di Indonesia yaitu obat tradisional Karo. Adapun obat tradisional Karo yang dimaksud adalah kuning. Kuning adalah salah satu obat tradisional Karo yang digunakan dalam penyembuhan penyakit dan perawatan kesehatan. Ada 8 jenis kuning yang dibahas yaitu : kuning panas, kuning dingin, kuning gatal-gatal, kuning ambat tuah, kuning tawar mbulan, kuning penyakit anak-anak, kuning masuk angin, dan kuning asam urat. Di dalam kuning mengandung unsur pengetahuan dan keyakinan masyarakat Karo yang diwariskan secara turun-temurun. selanjutnya klik
Sumber tulisan dari : USU Repository

Comments

Popular posts from this blog

Nasehat-Nasehat dan Ungkapan-Ungkapan

Nasehat-Nasehat Orang tua Karo, termasuk orang tua yang suka memberikan nasehat-nasehat kepada anggota keluarganya. Dalam nasehat yang diberikan selalu ditekankan, agar menyayangi orang tua, kakak/abang atau adik, harus berlaku adil. Menghormati kalimbubu, anakberu, senina sembuyak, serta tetap menjaga keutuhan keluarga.   Beberapa nasehat-nasehat orang-orang tua Karo lama, yang diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan antara lain: Ula belasken kata la tuhu, kata tengteng banci turiken . Artinya jangan ucapkan kata benar, tetapi lebih baik mengucapkan kata yang tepat/pas. Ula kekurangen kalak enca sipandangi, kekurangenta lebe pepayo , artinya jangan selalu melihat kekurangan orang lain, tetapi lebih baik melihat kekurangan  kita (diri) sendiri atau  Madin me kita nggeluh, bagi surat ukat, rendi enta, gelah ula rubat ,  artinya lebih baik kita hidup seperti prinsip  surat ukat (surat sendok), saling memberi dan memintalah agar jangan sampai berkelahi. Beliden untungna si apul-apulen

Kumpulan Teks dan Terjemahan Lagu-lagu Karya Djaga Depari (bagian 2)

8. Mari Kena Mari turang geget ate mari kena Sikel kal aku o turang kita ngerana Aloi, aloi kal aku Kena kal nge pinta-pintangku Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tebing kal kapen o turang ingandu ena Nipe karina i jena ringan i jena Tadingken kal ingandu ena Mari ras kal kita jenda Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena Tertima-tima kal kami kerina gundari Kalimbubu, anak beru ras seninanta merari Mulih kal gelah kena keleng ate Ras kal kita jenda morah ate Ula lebe meja dage Mari turang iah mari kena Mari turang iah mari kena (sumber : Henry Guntur Tarigan, Piso Surit tahun 1990 halaman : 132) Mari Kena (Marilah mari) Mari adinda sayang marilah mari Ingin daku kita berbicara Dengar, dengarkanlah daku Dikaulah yang sangat kurindukan Mari, marilah sayang Mari, marilah sayang Sangat terjal jalan ke rumahmu sayang Ada banyak ular pula di situ Tinggalkanlah rumahmu itu Mari kita bersama di si

Musik Karo - Gendang Tiga Sendalanen (bagian 5)

7.2 Gendang telu sendalanen Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1)  Kulcapi/balobat , (2)  ketengketeng,  dan (3)  mangkok.  Dalam ensambel  ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa melodi yaitu   Kulcapi  atau  balobat.   Pemakaian  Kulcapi atau balobat  sebagai pembawa melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda.  Sedangkan  Keteng-keteng dan  mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang bersifat konstan dan repetitif. Jika  Kulcapi digunakan sebagai pembawa melodi, dan  keteng-keteng  serta mangkok sebagai alat musik pengiringnya, maka istilah  Gendang telu sendalanen sering disebut   Gendang Lima Sendalanen Plus Kulcapi ,  dan jika balobat sebagai pembawa melodi, maka istilahnya  tersebut  menjadi  gendang balobat.  Masing-masing alat mu